SURAU.CO – Kejayaan Kerajaan Samudera Pasai mulai mendapat ancaman dari Kerajaan Majapahit pada saat Gadjah Mada menjadi Mahapatih pada 1331 ketika Ratu Tribuana Tunggadewi menjadi penguasa.
Mahapatih Gadjah Mada rupanya sedikit terusik mendengar kabar tentang kebesaran Kerajaan Samudera Pasai. Majapahit khawatir akan pesatnya kemajuan Kerajaan Samudera Pasai yang memiliki jalur perdagangan strategis pada selat Malaka. Karenanya, kemudian Gadjah Mada mulai mempersiapkan rencana untuk menyerang kerajaan Islam tersebut.
Sumpah Palapa
Ketika pelantikan Gadjah Mada menjadi Mahapatih Majapahit inilah keluar ucapannya janjinya yang terkenal dengan Sumpah Palapa, yaitu bahwa Gadjah Mada tidak akan menikmati buah palapa sebelum seluruh Nusantara dalam kekuasaan Majapahit.
Desas-desus tentang akan adanya serangan tentara Majapahit, yang menganut agama Hindu Syiwa, terhadap kerajaan Islam Samudera Pasai sudah santer terdengar sampai kalangan rakyat Aceh.
Bukit Gadjah Mada
Armada perang Mahapatih Gadjah Mada memulai aksinya pada 1350 dengan beberapa tahapan. Serangan pertama Majapahit mengarah ke perbatasan Perlak. Akan tetapi mengalami kegagalan karena lokasi itu mendapat pengawalan ketat oleh tentara Kesultanan Samudera Pasai.
Gadjah Mada kemudian mundur ke laut dan mencari pantai timur yang tidak terjaga. Gadjah Mada mendaratkan pasukannya dan mendirikan benteng pada suatu bukit,. Bukit tersebut sampai sekarang terkenal dengan nama Bukit Meutan atau Bukit Gadjah Mada.
Selanjutnya ia menjalankan siasat serangan dua jurusan, yaitu dari jurusan laut dan jurusan darat. Gadjah Mada melancarkan serangan lewat laut ke daerah pesisir di Lhokseumawe dan Jambu Air, sedangkan penyerbuan jalan darat ia lakukan lewat Paya Gajah yang terletak di antara daerah Perlak dan Pedawa. Serangan dari darat tersebut ternyata tidak seperti yang telah ia rencanakan dan mengalami kegagalan karena dihadang oleh tentara Kesultanan Samudera Pasai. Sementara serangan yang dilakukan lewat jalur laut justru bisa mencapai istana.
Latar belakang ekspansi
Motif penyerangan kerajaan Majapahit atas Samudera Pasai yakni faktor politis sekaligus kepentingan ekonomi. Kemajuan perdagangan dengan ramainya bandar-bandar yang berada dalam wilayah kerajaan membuat Mahapatih Gadjah Mada berkeinginan untuk merebutnya.
Meskipun ekspansi kerajaan Majapahit dalam rangka menguasai wilayah Samudera Pasai telah mereka lakukan berulangkali. Akan tetapi, Kesultanan Samudera Pasai masih mampu bertahan, hingga akhirnya perlahan-lahan perlawanan mulai surut seiring semakin menguatnya pengaruh Majapahit.
Faktor Keruntuhan Samudera Pasai
Runtuhnya kekuatan Kerajaan Pasai sangat berkaitan dengan perkembangan yang terjadi dari luar kerajaan Pasai itu sendiri. Munculnya pusat politik dan perdagangan baru di Malaka pada abad ke-15 adalah salah faktor yang menyebabkan Kerajaan Samudera Pasai mengalami kemunduran.
Hancur dan hilangnya peranan Pasai dalam jaringan perdagangan antar bangsa bertambah dengan lahirnya suatu pusat kekuasan baru yakni Kerajaan Aceh Darussalam pada abad ke-16. Pasai akhirnya takluk dan masuk ke dalam wilayah Kekuasaan Kerajaan Aceh Darussalam oleh Sultan Ali Mughayat Syah. Kemudian lonceng Cakra Donya, hadiah dari Raja Cina untuk Kerajaan Islam Samudera Pasai, mereka pindahkan ke Aceh Darussalam (sekarang Banda Aceh). Hingga menjelang abad ke-16, Kerajaan Samudera Pasai masih dapat mempertahankan peranannya sebagai bandar yang mempunyai kegiatan perdagangan dengan luar negeri.
Peranan Kerajaan Samudera Pasai yang sebelumnya sangat penting dalam arus perdagangan pada kawasan Asia Tenggara dan dunia mengalami kemerosotan dengan munculnya bandar perdagangan Malaka. Bandar Malaka segera menjadi primadona dalam bidang perdagangan dan mulai menggeser kedudukan Pasai. Tidak lama setelah Malaka mengalami pembangunan, kota itu dalam waktu singkat segera menjadi tujuan perantau-perantau Jawa. Akibat kemajuan Malaka
pesat itu, posisi dan peranan Kerajaan Samudera Pasai semakin tersudut. Hingga nyaris seluruh kegiatan perniagaannya menjadi kendor dan akhirnya benar-benar patah sejak tahun 1450.
Serangan dari Kerajaan Aceh Darussalam
Tidak hanya itu, Kesultanan Samudera Pasai semakin lemah ketika berdiri satu lagi kerajaan yang mulai merintis menjadi sebuah peradaban yang besar dan maju. Pemerintahan baru tersebut adalah Kerajaan Aceh Darussalam yang pendirinya bernama Sultan Ali Mughayat Syah. Kesultanan Aceh Darussalam sendiri bangkit dari puing-puing kerajaan-kerajaan Aceh
yang pernah ada pada masa pra Islam. Mereka adalalah Kerajaan Indra Purba, Kerajaan Indra Purwa, Kerajaan Indra Patra, dan Kerajaan Indrapura.
Pada 1524, Kerajaan Aceh Darussalam pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah menyerang Kesultanan Samudera Pasai. Akibatnya, pamor kebesaran Kerajaan Samudera Pasai semakin meredup sebelum akhirnya benar-benar runtuh dan dalam kendali kuasa Kesultanan Aceh Darussalam.(St.Diyar)
Referensi: Binuko Amarseto, Ensiklopedia Kerajaan Islam di Indonesia, 2015
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
