Khazanah
Beranda » Berita » Berbohong atas nama Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم

Berbohong atas nama Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم

Berbohong atas nama Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم

Berbohong atas nama Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم

 

 

SURAU.CO – Berbohong atas nama Nabi ﷺ adalah sesuatu yang sangat berat dalam Islam. Berikut ini penjelasan tentang hukum, bahaya, dan bagaimana seharusnya kita bersikap agar terhindar dari hal tersebut.

Dasar-dasar Hukum

1. Hadis Sahih

Hati-hatilah Dengan Pujian Karena Bisa Membuatmu Terlena Dan Lupa Diri

Nabi ﷺ bersabda: “Barangsiapa berdusta atas diriku secara sengaja, hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka.” 
Hadis ini menunjukkan bahwa siapa yang sengaja menisbatkan perkataan palsu kepada Nabi — menyebutkan bahwa Nabi berkata sesuatu padahal beliau tidak mengatakannya — maka ia mendapat ancaman neraka.

2. Hadis tentang periwayatan hadits palsu

Dalam Sahih Muslim disebutkan: “Barangsiapa menceritakan dariku suatu hadis yang ia ketahui bahwa hadis itu bohong, maka ia adalah salah seorang dari para pendusta.” 

3. Sahabat Nabi juga memberi sumpah agar tidak berbohong atas nama Nabi

Sayyidina Ali mengucapkan sumpah kuat bahwa jika ia menyatakan Nabi mengatakan sesuatu yang tidak Nabi ucapkan, maka lebih baik ia dihujam dari langit.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Aba-aba dan Bahayanya

Mencampur adukkan agama: Kebohongan atas nama Nabi bisa menyebabkan seseorang percaya bahwa suatu ajaran itu bagian dari Islam padahal bukan, sehingga mencampur ajaran, syariah, atau hukum yang tidak berasal dari Nabi ﷺ. Ini bisa merusak pemahaman umat.

Mengurangi kredibilitas keilmuan dan dakwah: Jika seseorang dengan sengaja menyebarkan hadits palsu atau perkataan yang tidak jelas, maka dakwahnya menjadi diragukan. Ini bisa menyebabkan kerusakan yang dalam karena orang yang mengikut bisa salah jalan.

Hukuman di akhirat: Hadis-hadis menyebut bahwa pelakunya hendaklah “menempati tempatnya di neraka” jika dia berdusta atas Nabi secara sengaja.

Sikap yang Dianjurkan & Cara Menghindar

1. Hanya menyampaikan apa yang pasti
Jika kita meriwayatkan hadits atau menyebutkan perkataan Nabi, pastikan itu shahih, diketahui sanad-nya, dan tidak ada unsur keraguan. Jika tidak yakin, sebaiknya tidak mengatakan “Nabi berkata”; bisa saja menggunakan “dikatakan bahwa” atau “ada riwayat yang menyebutkan” agar tidak langsung menisbatkan kepada Nabi.

2. Belajar ilmu sanad & isnad
Memahami ilmu hadis, mengenal periwayat, mengetahui mana yang shahih, hasan, dha’if, maudhu‘ dsb., agar kita bisa memilah mana yang boleh disebarkan sebagai hadits nabi dan mana yang tidak.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

3. Berhati-hati dalam menyampaikan dakwah di depan publik
Karena sekali ucapan kita menyebutkan sesuatu “dari Nabi” akan dipercaya banyak orang, maka tanggung jawabnya besar. Lebih baik menyampaikan bahwa kita belum menemukan bukti yang kuat daripada menyebut yang belum pasti.

4. Taubat jika pernah salah
Jika sudah terlanjur menyebut sesuatu atas nama Nabi padahal tidak ada dalil, maka wajib taubat, meminta ampun, dan berusaha meluruskan jika mungkin.

 

 

 


Dialog Paralel Penyuluh Nusantara Batch 2: Menginspirasi, Menguatkan, dan Menghasilkan Karya.

Pada Selasa, 16 September 2025 pukul 18.30–21.00 WIB, akan digelar Dialog Paralel Penyuluh Agama Nusantara Batch 2 secara virtual melalui Zoom Meeting. Acara ini mengusung tema besar sekaligus peluncuran buku perdana berjudul “Suara Langit di Bumi Nusantara”.

Hadir sebagai narasumber utama adalah Muklis Sanjaya (Penyuluh Agama Jawa Timur Juara 1 Nasional Penyuluh Teladan Tahun 2018) dan Novi Dwi Sholihah (Penyuluh Agama Jawa Tengah). Acara juga akan mendapat arahan dan pandangan strategis dari sejumlah tokoh, di antaranya:

Opening Remark: Syaifudin Ma’arif, S.Ag., M.Si. (Ketua PW IPARI Jawa Timur), Pemantik: Dr. Moh. Arwani, M.Ag., M.H.I. (Kabid Penerangan Agama Islam Zawa, Kanwil Kemenag Jawa Timur), Keynote Speaker: Dr. H. Jamaluddin M. Marki, Lc., M.Si. (Kasubdit Bina Penyuluh Agama Islam Ditjen Bimas Islam Kemenag RI), Moderator: Hj. Nurmila Hayati (Penyuluh Agama Kalimantan Selatan).

Dialog ini diarahkan sebagai forum kreatif yang lebih dari sekadar diskusi, kegiatan ini ditujukan untuk menghasilkan output nyata berupa karya tulis, dokumentasi, maupun laporan program.

Peserta akan mendapatkan banyak manfaat, mulai dari inspirasi langsung dari para penulis “Suara Langit di Bumi Nusantara”, berbagi inovasi penyuluhan yang bisa direplikasi di daerah masing-masing, hingga kesempatan bergabung sebagai anggota komunitas literasi Pena Da’i Nusantara.

Dengan semangat kolaborasi, Dialog Paralel Penyuluh Nusantara Batch 2 diharapkan menjadi langkah strategis dalam memperkuat peran penyuluh sekaligus semoga menjadi salah satu program unggulan Ditjen Bimas Islam Kemenag RI, khususnya Dit Penais. Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat, (Iskandar)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement