Kisah Ibnu ‘Aun: Akhlak Mulia Seorang Tabi’in.
SURAU.CO – Ibnu ‘Aun, seorang ulama besar Islam, merupakan Abdullah bin ‘Aun bin Arṭabān, sosok yang meninggalkan jejak berharga dalam sejarah keilmuan Islam (w. 150 H). Beliau seorang tabi’in asal Bashrah yang terkenal dengan keshalihan, keilmuan, dan akhlaknya yang lembut.
Ilmu dan Wibawa
Ibnu ‘Aun adalah murid dari sejumlah sahabat Nabi ﷺ, di antaranya: Anas bin Malik, Nafi’ maula Ibnu Umar, dan lainnya. Ia juga menjadi guru bagi banyak ulama besar seperti Syu’bah bin al-Hajjaj dan Sufyan ats-Tsauri.
Para ulama menilai beliau sebagai seorang yang tsiqah (terpercaya) dalam meriwayatkan hadits. Imam Ahmad berkata: “Ibnu ‘Aun termasuk imam dalam hadits.”
Namun yang paling menonjol dari dirinya bukan hanya ilmunya, melainkan akhlaknya.
Adab dan Kehalusan Budi. Ibnu Sirin berkata: “Tidak ada seorang pun di negeri Bashrah ini yang aku lebih sukai duduk bersamanya selain Ibnu ‘Aun.”
Ibnu ‘Aun dikenal sangat berhati-hati dalam ucapan. Beliau tidak suka membicarakan keburukan orang lain, bahkan ketika diminta menyebut nama seseorang untuk kesaksian pun ia enggan menyebut dengan nada yang bisa menyinggung.
Sikap dalam Mengendalikan Marah
Suatu ketika Ibnu ‘Aun dimarahi seseorang dengan ucapan kasar. Orang-orang di sekitarnya menunggu bagaimana ia akan membalas. Ternyata beliau diam, menundukkan kepala, lalu berkata dengan tenang:
“Semoga Allah memberkahimu, wahai saudaraku.”
Sikap ini membuat orang yang memarahinya malu sendiri. Dari sinilah tampak jelas bahwa kesabaran lebih tinggi nilainya daripada melampiaskan emosi.
Ketaatan dalam Ibadah: Beliau juga dikenal sangat rajin beribadah. Setiap kali malam tiba, ia menghidupkannya dengan shalat, doa, dan tilawah. Namun ibadahnya selalu disertai kerendahan hati, jauh dari riya’.
Ketika ada yang memuji beliau, ia berkata:
“Demi Allah, aku tidak tahu apakah satu amalanku ini diterima atau tidak. Jika Allah terima satu saja amalanku, maka itu lebih aku cintai daripada dunia seisinya.”
Warisan Teladan
Dari Ibnu ‘Aun kita belajar bahwa:
Ilmu tanpa adab tidak ada nilainya.
Menahan marah adalah tanda kekuatan iman.
Kesabaran melahirkan kewibawaan.
Kerendahan hati menjadikan ilmu bermanfaat.
Penutup: Kisah Ibnu ‘Aun mengajarkan bahwa kesempurnaan seorang Muslim bukan hanya diukur dari banyaknya ilmu, tetapi dari keindahan adab dan akhlaknya. Seperti beliau yang menggabungkan keilmuan dengan kesabaran, ibadah dengan kerendahan hati, dan kekuatan jiwa dengan kelembutan perilaku.
Investasi Sejati: Menjaga Tubuh dan Menyelamatkan Jiwa.
Kesehatan adalah nikmat yang sering kali baru disadari nilainya ketika ia hilang. Banyak orang rela mengeluarkan harta, waktu, bahkan tenaga hanya untuk mendapatkan kembali tubuh yang sehat. Tidak heran jika ada ungkapan: “Tubuh sehat itu investasi.” Karena dengan tubuh yang kuat dan sehat, kita bisa beribadah lebih baik, bekerja lebih produktif, serta memberi manfaat lebih luas bagi orang lain.
Namun, Islam mengingatkan kita bahwa ada investasi yang lebih besar daripada sekadar menjaga raga, yakni menjaga jiwa dan keluarga dari api neraka. Allah ﷻ berfirman:
> “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…” (QS. At-Tahrim: 6)
Ayat ini menegaskan bahwa cinta sejati bukan hanya tentang perhatian pada kebutuhan lahiriah, tetapi juga kepedulian terhadap keselamatan ruhani.
Sehat untuk Dunia, Selamat untuk Akhirat
Menjaga tubuh dengan olahraga, pola makan seimbang, serta ikhtiar mengonsumsi yang halal dan thayyib adalah bagian dari syukur kepada Allah atas amanah kesehatan.
Menjaga jiwa dengan iman, amal shalih, dan menjauhkan diri dari maksiat adalah bagian dari syukur atas nikmat hidayah.
Keduanya harus berjalan seimbang. Apa artinya tubuh sehat namun lalai dari ibadah? Atau, apa artinya bersemangat beribadah namun menyepelekan kesehatan hingga mudah lemah dan sakit?
Tanda Cinta yang Hakiki
Cinta yang sejati terhadap keluarga bukan hanya terlihat dari upaya memberi nafkah, makanan bergizi, dan tempat tinggal yang nyaman, tetapi juga dari seberapa peduli kita menjaga mereka dari azab Allah.
Seorang ayah yang benar-benar mencintai anak dan istrinya akan berusaha:
Mengajarkan mereka shalat dan ibadah dengan sabar.
Menanamkan akhlak yang baik sejak kecil.
Menjauhkan mereka dari pergaulan dan tontonan yang merusak iman.
Membimbing mereka untuk mencintai Al-Qur’an dan sunnah.
Karena hakikatnya, keselamatan akhirat jauh lebih penting daripada kesenangan dunia yang sementara.
Kesimpulan: Investasi Dunia & Akhirat
Tubuh sehat adalah investasi jangka pendek yang hasilnya bisa kita nikmati di dunia.
Jiwa yang terjaga adalah investasi jangka panjang yang hasilnya akan kita petik di akhirat.
Maka, jadikan tubuh kita sehat sebagai sarana untuk memperbanyak amal shalih. Dan jadikan iman kita kokoh agar keluarga tetap selamat hingga ke surga.
Sudahkah kita menjaga kesehatan tubuh kita hari ini?
Sudahkah kita peduli pada keselamatan akhirat keluarga kita?
Keduanya adalah amanah. Mari jaga dengan seimbang: sehat raganya, selamat jiwanya. Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat, (Tengku)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
