Khazanah
Beranda » Berita » Keturunan: Warisan yang Dilindungi Hukum Islam

Keturunan: Warisan yang Dilindungi Hukum Islam

ilustrasi keluarga Islami keturunan dijaga syariat
Ilustrasi realis tentang keluarga kecil berjalan bersama, cahaya melambangkan penjagaan syariat terhadap garis keturunan.

Surau.co keturunan warisan yang dilindungi hukum Islam – Keturunan adalah jejak yang kita tinggalkan di dunia, bukan hanya berupa darah dan daging, tetapi juga nilai, doa, dan cinta. Dalam pandangan al-Syāṭibī dalam al-Muwāfaqāt, keturunan termasuk bagian dari maqāṣid al-syarī‘ah—tujuan utama syariat. Syariat tidak hanya menjaga akal, agama, dan harta, tetapi juga menjaga kelangsungan garis keturunan manusia agar tetap suci, terhormat, dan bermakna.

Di Indonesia, kita menyaksikan fenomena sosial yang begitu nyata: keluarga menjadi pusat kehidupan masyarakat. Namun sering pula kita melihat keretakan rumah tangga, anak-anak yang kehilangan arah, hingga kasus pernikahan yang terburu-buru tanpa bekal ilmu. Semua itu memperlihatkan bahwa menjaga keturunan bukan sekadar urusan biologis, melainkan tanggung jawab syariat untuk menjaga martabat manusia.

Keturunan sebagai Amanah Kehidupan

Al-Syāṭibī menegaskan bahwa keturunan adalah salah satu pilar penting yang dijaga syariat:

“إِنَّ الشَّرِيعَةَ إِنَّمَا جَاءَتْ لِحِفْظِ الضَّرُورِيَّاتِ وَمِنْهَا النَّسْلُ”
“Sesungguhnya syariat datang untuk menjaga hal-hal yang bersifat darurat (primer), di antaranya adalah keturunan.”

Keturunan yang terjaga melahirkan peradaban yang kuat. Sebaliknya, ketika nasab diabaikan, masyarakat terjerumus dalam kebingungan identitas. Kita bisa melihat realitas sosial di Indonesia, di mana pernikahan dini, anak-anak yang lahir tanpa perlindungan keluarga, atau bahkan konflik rumah tangga yang tak kunjung usai, menjadi tantangan yang merusak sendi kehidupan.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Syariat hadir bukan untuk membatasi cinta, melainkan untuk mengarahkan cinta agar menjadi jalan yang benar. Ia melindungi garis keturunan agar tidak ternoda oleh keserakahan nafsu.

Keluarga, Taman yang Dijaga Syariat

Dalam al-Muwāfaqāt, al-Syāṭibī menuliskan:

“وَإِنَّمَا جَاءَتِ التَّكْلِيفَاتُ الشَّرْعِيَّةُ لِتَكُونَ الْأُسَرُ قَوَاعِدَ صَالِحَةً لِلْمُجْتَمَعِ”
“Sesungguhnya taklif syariat diturunkan agar keluarga menjadi fondasi yang baik bagi masyarakat.”

Keluarga adalah taman yang ditanami dengan kasih sayang, dan anak-anak adalah bunga yang tumbuh di dalamnya. Bila taman itu dijaga, bunga akan mekar dengan indah. Namun bila taman terbengkalai, rumput liar akan merusak keindahannya.

Fenomena sosial di Indonesia memperlihatkan bagaimana keluarga menjadi benteng moral. Di banyak kampung, nilai gotong royong masih diwariskan dari orang tua ke anak. Tetapi di sisi lain, ada pula keluarga yang tercerai-berai karena arus modernitas yang serba cepat. Syariat mengingatkan kita untuk menjaga keseimbangan: keluarga harus menjadi sumber kekuatan, bukan sumber perpecahan.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Anak sebagai Cahaya Masa Depan

Al-Syāṭibī menyampaikan dengan lembut:

“الْوَلَدُ أَمَانَةٌ فِي عُنُقِ الْوَالِدَيْنِ وَالشَّرِيعَةُ جَاءَتْ لِحِفْظِ هَذِهِ الْأَمَانَةِ”
“Anak adalah amanah di leher kedua orang tua, dan syariat datang untuk menjaga amanah itu.”

Anak adalah cahaya yang kita titipkan pada masa depan. Di negeri ini, banyak anak tumbuh dengan cita-cita besar, meski hidup dalam keterbatasan. Ada anak-anak desa yang berjalan jauh untuk sekolah, ada pula yang bekerja sambil belajar demi membantu keluarganya. Semua itu memperlihatkan bahwa keturunan bukan sekadar warisan fisik, melainkan juga warisan perjuangan.

Namun, ada pula anak-anak yang kehilangan arah karena orang tua lalai dalam mendidik. Mereka mencari kasih sayang di jalan yang salah. Inilah peringatan bagi kita bahwa menjaga keturunan berarti menjaga pendidikan, kasih sayang, dan teladan.

Syariat sebagai Penjaga Kehormatan

Dalam al-Muwāfaqāt, al-Syāṭibī menekankan:

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

“الْمَقْصُودُ بِالشَّرِيعَةِ صَوْنُ الْأَعْرَاضِ وَحِفْظُ الْأَنْسَابِ”
“Tujuan syariat adalah menjaga kehormatan dan melindungi nasab.”

Perlindungan nasab bukan hanya soal hukum pernikahan, tetapi juga bagaimana masyarakat menghormati martabat manusia. Di Indonesia, kita sering mendengar berita miris tentang pelecehan, perceraian, atau kekerasan dalam rumah tangga. Semua itu merobek kain kehormatan yang seharusnya dijaga.

Syariat menegakkan aturan pernikahan, menetapkan hak-hak anak, serta mengatur hak dan kewajiban dalam rumah tangga bukan untuk membatasi, melainkan untuk memuliakan manusia. Sebab keturunan yang bersih adalah pondasi bagi masyarakat yang damai.

Penutup: Warisan Abadi dalam Doa dan Nilai

Keturunan adalah warisan yang lebih berharga daripada harta. Ia adalah doa yang terus mengalir, nilai yang tetap hidup meski jasad telah tiada. Al-Syāṭibī mengingatkan kita bahwa menjaga keturunan adalah menjaga kehidupan itu sendiri.

Di tengah derasnya arus modernitas, kita perlu kembali merenung: apa yang akan kita wariskan? Rumah besar, harta yang banyak, atau doa dan teladan yang abadi?

Keturunan adalah cahaya yang dijaga syariat. Bila kita merawatnya, cahaya itu akan menerangi generasi setelah kita.

 

* Reza Andik Setiawan

Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo Ponorogo


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement