Khazanah
Beranda » Berita » Rahasia Syariat dalam Melindungi Jiwa Manusia

Rahasia Syariat dalam Melindungi Jiwa Manusia

Ilustrasi cahaya syariat melindungi jiwa manusia di tepi jurang.
Ilustrasi filosofis manusia yang hampir terjatuh, namun diselamatkan cahaya syariat.

Surau.co. Rahasia syariat dalam melindungi jiwa manusia adalah salah satu inti dari maqāṣid syariat yang dijelaskan al-Syāṭibī dalam al-Muwāfaqāt. Sejak paragraf pertama, kita diingatkan bahwa menjaga jiwa bukan hanya kewajiban, melainkan napas kemanusiaan itu sendiri. Di negeri ini, fenomena sosial seperti kecelakaan lalu lintas, narkoba, kekerasan rumah tangga, dan bunuh diri, menunjukkan betapa rapuhnya jiwa jika tidak dijaga.

Al-Syāṭibī menegaskan:

“إِنَّ حِفْظَ النُّفُوسِ مِنْ أُصُولِ الْمَقَاصِدِ الشَّرْعِيَّةِ”
“Sesungguhnya menjaga jiwa termasuk pokok dari tujuan-tujuan syariat.” (al-Muwāfaqāt, II/15).

Di balik aktivitas modern yang serba cepat, banyak orang lupa bahwa hidup ini adalah amanah. Jiwa bukan milik kita sepenuhnya, melainkan titipan yang harus dijaga.

Luka Sosial yang Mengguncang Kehidupan

Indonesia sering diguncang berita tragis: anak muda yang kehilangan arah hingga memilih jalan bunuh diri, pekerja migran yang mengalami kekerasan, atau konflik sosial yang merenggut korban jiwa. Semua ini menggambarkan bahwa menjaga jiwa bukan sekadar wacana, tapi kebutuhan mendesak.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Syariat hadir bukan untuk membatasi kebebasan, melainkan untuk melindungi manusia dari kehancuran. Al-Syāṭibī menulis:

“الشَّرِيعَةُ جَاءَتْ لِحِفْظِ النُّفُوسِ وَدَفْعِ الْمَفَاسِدِ عَنْهَا”
“Syariat datang untuk menjaga jiwa dan menolak kerusakan darinya.” (al-Muwāfaqāt, II/17).

Ayat Al-Qur’an menegaskan hal yang sama:

وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالْحَقِّ
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah, kecuali dengan alasan yang benar.” (QS. Al-Isra’: 33).

Hidup manusia adalah suci. Melindunginya adalah bentuk ibadah yang paling nyata.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Jiwa yang Tersenyum di Tengah Badai

Bayangkan seorang nelayan kecil di pesisir Madura. Ia menghadapi ombak besar, namun tetap mengucap Bismillah saat melempar jaring. Bagi dia, menjaga jiwa bukan hanya bertahan hidup, tapi juga berserah diri pada Yang Maha Hidup.

Al-Syāṭibī berkata:

“إِنَّ النَّفْسَ لَا قِيمَةَ لَهَا فِي الدُّنْيَا، فَهِيَ أَعْظَمُ الْمَقْصُودَاتِ”
“Sesungguhnya jiwa itu tidak ternilai di dunia; ia adalah tujuan yang paling agung.” (al-Muwāfaqāt, II/18).

Kalimat ini mengajarkan, sekecil apa pun kehidupan seseorang, ia tetap berharga. Jiwa seorang petani yang menanam padi di sawah, sama berharganya dengan jiwa seorang pejabat tinggi di ibu kota.

Fenomena Kekerasan dan Tanggung Jawab Bersama

Realitas sosial di Indonesia menunjukkan bahwa masih banyak kasus kekerasan, dari perundungan di sekolah hingga konflik antarwarga. Ini menjadi peringatan bahwa syariat menjaga jiwa harus diwujudkan secara kolektif. Tidak cukup hanya dengan doa, tapi juga aksi nyata: menciptakan lingkungan aman, hukum yang adil, serta solidaritas sosial.

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Rasulullah ﷺ bersabda:

“المسلم أخو المسلم، لا يظلمه ولا يسلمه”
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, ia tidak boleh menzhalimi dan tidak boleh membiarkannya (dalam bahaya).” (HR. Bukhari-Muslim).

Syariat melindungi jiwa bukan hanya tanggung jawab individu, melainkan komitmen bersama. Ketika masyarakat menjaga satu sama lain, bangsa ini akan berdiri lebih kokoh.

Rahasia Syariat: Hidup yang Penuh Makna

Melindungi jiwa adalah rahasia syariat yang membuat hidup penuh makna. Al-Syāṭibī menjelaskan bahwa syariat hadir bukan untuk mengekang, melainkan untuk mengajarkan manusia cara mencintai hidup.

“كُلُّ مَا يَحْفَظُ النَّفْسَ فَهُوَ مَقْصُودٌ شَرْعًا”
“Segala sesuatu yang dapat menjaga jiwa, maka itu menjadi tujuan syariat.” (al-Muwāfaqāt, II/20).

Fenomena sosial di Indonesia—dari aksi donor darah hingga gerakan peduli bencana—menunjukkan bahwa semangat melindungi jiwa masih ada. Itu semua adalah manifestasi maqāṣid syariat, meski sering kali tidak disadari.

Refleksi Penutup

Rahasia syariat dalam melindungi jiwa manusia bukanlah teori kaku. Ia adalah kehidupan yang kita jalani setiap hari: saat seorang ibu merawat anaknya, saat masyarakat bergotong royong menyelamatkan korban banjir, saat dokter bekerja menyelamatkan pasien.

Al-Syāṭibī melalui al-Muwāfaqāt mengingatkan kita bahwa jiwa adalah mutiara. Menjaganya sama dengan menjaga cahaya kehidupan. Dan dalam bahasa Rumi, “Hidup adalah nyala lilin. Tugasmu bukan meniupnya, tetapi menjaganya agar terus menyala hingga kembali pada Cahaya Yang Abadi.”

 

* Sugianto al-jawi

Budayawan kontemporer Tulungagung


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement