Ibadah
Beranda » Berita » Memahami Jarak Adzan Iqamah dan Kapan Makmum Berdiri

Memahami Jarak Adzan Iqamah dan Kapan Makmum Berdiri

Memahami Jarak Adzan Iqamah dan Kapan Makmum Berdiri. Sumber: canva.com

SURAU.CO – Shalat merupakan rukun Islam kedua. Oleh karena itu, pelaksanaannya memiliki banyak aturan. Adzan dan Iqamah, misalnya, menjadi penanda penting. Selanjutnya, keduanya mengatur waktu shalat berjamaah. Namun demikian, sering muncul pertanyaan tentang jeda keduanya. Terlebih lagi, kapan seharusnya makmum berdiri? Artikel ini akan membahas tuntas masalah ini. Pembahasan akan sesuai dalil syar’i.

Fungsi Adzan dan Pentingnya Jeda Waktu

Adzan berfungsi mengumumkan masuknya waktu shalat. Selain itu, adzan menyeru umat Islam. Tujuannya agar mereka berkumpul shalat berjamaah. Maka dari itu, jeda waktu sangat penting. Jeda ini memberi kesempatan jamaah bersiap. Mereka bisa berwudhu dan menuju masjid. Tanpa jeda, fungsi adzan bisa sia-sia. Banyak orang akan kehilangan kesempatan shalat berjamaah.

Seorang muadzin tidak boleh tergesa-gesa. Ia mengajak orang shalat. Kemudian, ia harus bersabar menunggu. Jamaah mungkin sedang berwudhu. Mereka juga mungkin sedang dalam perjalanan. Waktu persiapan ini sangat berharga.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Jadikanlah antara adzanmu dengan iqâmahmu kelonggaran seukuran mu’tashir (orang buang hajat) menyelesaikan hajatnya dengan tenang, dan seukuran orang yang sedang makan selesai dari makannya dengan tenang!” [HR. At-Tirmidzi, no. 195, dan lain-lain. Hadits ini dihukumi sebagai hadits hasan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah ash–Shahîhah, no. 887].

Ziarah Makam Hari Jum’at, Apa Hukumnya?

Hadits ini menunjukkan pentingnya jeda. Artinya, jeda ini memungkinkan jamaah menyelesaikan urusan. Mereka dapat bersiap dengan tenang.

Kebutuhan Waktu untuk Persiapan Jamaah

Tidak hanya bersiap, jamaah membutuhkan waktu lainnya. Mereka berjalan dari rumah ke masjid. Setibanya di masjid, mereka melakukan shalat tahiyatul masjid. Atau mereka melakukan shalat rawatib. Semua ini memerlukan waktu yang cukup. Imam al-Bukhâri mengisyaratkan hal ini. Beliau membuat bab “Berapa Lama Antara Adzân Dan Iqâmah, Dan Orang Yang Menanti Iqâmah”.

Imam al-Bukhâri meriwayatkan hadits:

Dari Abdullah bin Mughaffal al-Muzani, bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Antara setiap dua adzan (yang dimaksudkan dua adzan adalah adzan dan iqomah) ada shalat” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan tiga kali bagi orang yang menghendaki”. [HR. Al-Bukhâri, no. 624].

Hadits ini dengan jelas menegaskan adanya waktu jeda. Jeda ini bisa digunakan untuk shalat sunnah. Secara tidak langsung, hal ini memberi keleluasaan bagi umat. Mereka dapat menambah pahala.

Kitab Taisirul Khallaq

Estimasi Jarak Waktu Ideal

Berdasarkan penjelasan di atas, para ulama menyimpulkan. Jarak antara adzan dan iqamah minimal 15-20 menit. Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bâz rahimahullah berkata:

Tidak boleh menyegerakan iqâmah hingga imam memerintahkannya. Jarak (antara adzan dan iqâmat) itu sekitar seperempat jam (15 menit) atau sepertiga jam (20 menit) atau yang mendekatinya. Jika imam terlambat dalam waktu yang cukup lama, diperbolehkan yang lainnya untuk maju menjadi imam.” [Ensiklopedi Shalat, 1/227, karya Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthani].

Penentuan waktu ini bersifat fleksibel. Kondisi masjid dan jamaah memengaruhi. Sebagai contoh, masjid di perkotaan mungkin membutuhkan jeda lebih lama. Sebaliknya, masjid di pedesaan bisa lebih singkat. Yang terpenting adalah kemudahan jamaah. Mereka harus memiliki cukup waktu. Ini memastikan shalat berjamaah berjalan optimal.

Kapan Makmum Seharusnya Berdiri?

Pertanyaan tentang kapan makmum berdiri sering muncul. Para ulama memiliki beberapa pendapat. Sebagai rujukan, Imam Nawawi menyebutkan hal ini dalam Al Majmu’ (3/233):

  1. Awal Iqamah: Makmum berdiri saat muadzin memulai iqamah. Ini adalah pendapat ‘Atha’ dan Zuhri.

    Tidak Shalat Jum’at Karena Hujan; Apa Hukumnya?

  2. Mendengar “Hayya ‘Alas Shalah”: Makmum berdiri saat mendengar seruan ini. Ini adalah pendapat Abu Hanifah.

  3. Selesai Iqamah: Makmum berdiri setelah muadzin selesai iqamah. Ini adalah pendapat Imam Syafi’i.

  4. Fleksibel: Tidak ada batasan waktu. Boleh berdiri di awal, tengah, atau akhir iqamah. Ini adalah pendapat Imam Malik.

  5. Melihat Imam: Makmum disunnahkan berdiri saat muadzin mengucapkan “Qad qamat as shalah”Namun, jika imam belum terlihat, makmum berdiri setelah melihat imam datang. Ini adalah pendapat Imam Ahmad.

Tidak ada dalil jelas dari sunnah. Dalil itu mendukung salah satu pendapat di atas. Sehingga, semua pendapat merupakan hasil ijtihad para imam. Mereka berijtihad sesuai pemahaman masing-masing.

Fleksibilitas Waktu Berdiri Makmum

Masalah ini termasuk sesuatu yang longgar. Seorang makmum dapat berdiri kapan saja. Ia bisa di awal iqamah. Atau ia bisa di tengahnya. Akan tetapi, ada satu sunnah yang penting. Muadzin mungkin mengumandangkan iqamah. Imam belum masuk masjid. Maka, makmum tidak berdiri sebelum melihat imam.

Hadits dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu menjelaskan:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika shalat sudah dikumandangkan iqamah, maka janganlah kalian berdiri sampai kalian melihatku”. (HR. Bukhari: 637 dan Muslim: 604 dan di dalam riwayat Muslim: “Sampai kalian melihatku telah keluar”)”.

Ibnu Rusydi Al Maliki menjelaskan:

Jika hal ini benar –yaitu hadits Abu Qatadah di atas- maka wajib diamalkan, dan jika tidak maka masalah ini tetap pada asalnya yaitu termasuk yang dimaafkan, maksudnya tidak ada tuntunannya, dan bahwa jika setiap orang sudah berdiri maka baik juga”. [Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah: 34/112].

Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah juga ditanya. Menanggapi hal itu, Beliau menjawab:

Tidak ada sunnah tertentu yang menjelaskan kapan waktu berdiri, hanya saja Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah bersabda: “Janganlah kalian berdiri sampai kalian melihatku”. Maka kapan saja seseorang berdiri di awal iqamah, tengah, atau di akhirnya maka semua itu boleh-boleh saja”. (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin: 8/13).

Jadi, keleluasaan diberikan kepada makmum. Yang terpenting adalah ketaatan kepada imam. Juga kesiapan untuk shalat.

Iqamah Hanya untuk Shalat Fardhu

Penting diketahui bahwa iqamah tidak untuk semua shalat. An Nawawi rahimahullah berkata:

Tidak disyari’atkan adzan dan juga iqamah untuk selain shalat lima waktu, baik shalat nadzar, shalat jenazah, shalat sunnah, baik yang disunnahkan untuk berjama’ah seperti dua shalat hari raya, dua shalat gerhana, shalat istisqa’, atau yang tidak berjama’ah seperti shalat Dhuha, inilah pendapat jumhur ulama dari kalangan salaf dan kholaf”. (Al Majmu’: 3/83).

Iqamah hanya disyariatkan untuk shalat lima waktu. Ini adalah pandangan mayoritas ulama. Artinya, shalat sunnah tidak memerlukan iqamah. Bahkan, shalat sunnah berjamaah pun tidak.

Memahami jarak adzan iqamah dan berdiri makmum sangatlah penting. Ini membantu kita beribadah lebih baik. Jeda waktu adzan dan iqamah memberi kesempatan. Jamaah bisa bersiap optimal. Estimasi 15-20 menit adalah acuan. Namun demikian, fleksibilitas tetap ada. Kapan makmum berdiri juga fleksibel. Akan tetapi, jangan berdiri sebelum melihat imam. Iqamah khusus untuk shalat fardhu saja. Dengan demikian, dengan pemahaman ini, semoga shalat berjamaah kita semakin sempurna.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement