Khazanah
Beranda » Berita » Seburuk-Buruknya Istidraj: Miskin yang Tidak Shalat

Seburuk-Buruknya Istidraj: Miskin yang Tidak Shalat

Seburuk-Buruknya Istidraj: Miskin yang Tidak Shalat

Seburuk-Buruknya Istidraj: Miskin yang Tidak Shalat.

 

SURAU.CO – Kalimat pada gambar di atas memberikan peringatan yang sangat dalam: “Seburuk-buruknya istidraj adalah orang miskin yang tidak shalat. Sudah gagal di dunia, gagal juga di akhirat.”

Apa itu Istidraj?

Istidraj adalah kondisi ketika seseorang diberi kelapangan, kesenangan, atau dibiarkan dalam keadaan tertentu, padahal sejatinya itu adalah bentuk penundaan azab dari Allah.

Allah memberi kenikmatan kepada hamba yang bermaksiat, sehingga ia merasa aman dan lalai, lalu tiba-tiba datang azab yang menghancurkannya. Sebagaimana firman Allah:

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami bukakan untuk mereka semua pintu kesenangan; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang diberikan kepada mereka, Kami timpakan azab kepada mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al-An’am: 44)

Miskin yang Tidak Shalat: Dua Kali Kerugian

Biasanya istidraj dipahami dalam konteks orang kaya atau penguasa yang lalai, tetapi sesungguhnya lebih buruk lagi bila seorang miskin yang sudah ditimpa kesempitan hidup justru meninggalkan shalat.

1. Gagal di dunia – Hidup dalam kekurangan, beban ekonomi, keterbatasan, dan kesulitan. Seharusnya musibah itu membuatnya semakin dekat dengan Allah, tetapi ia tetap lalai.

2. Gagal di akhirat – Karena meninggalkan shalat adalah dosa besar. Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
“Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya, maka sungguh ia telah kafir.”
(HR. Ahmad, Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah)

Shalat sebagai Penolong Orang Miskin

Shalat adalah sumber kekuatan jiwa, penghibur hati, sekaligus pembuka rezeki. Allah berfirman:

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

“Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat yang baik itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS. Thaha: 132)

Bila seorang miskin bersabar dengan shalat, maka ia tidak akan disebut gagal. Justru ia bisa menjadi mulia di sisi Allah. Tetapi bila ia miskin dan meninggalkan shalat, maka ia kehilangan segalanya.

Pelajaran Penting

1. Jangan pernah tinggalkan shalat, bagaimanapun kondisi hidup kita.

2. Kemiskinan bukan alasan untuk jauh dari Allah, justru itu harus menjadi pendorong untuk semakin dekat.

3. Kegagalan dunia belum tentu kegagalan akhirat, asalkan kita menjaga shalat dan iman.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

4. Sebaliknya, siapa yang meninggalkan shalat, ia kehilangan cahaya, petunjuk, dan keberkahan hidup.

Refleksi: Jangan sampai kita menjadi orang yang “sudah miskin, tidak shalat pula.” Itu adalah kegagalan hakiki: kehilangan dunia sekaligus akhirat. Jadikan shalat sebagai penolong dan pengangkat derajat, agar kemiskinan dunia bisa berubah menjadi kekayaan hati, dan menjadi sebab keberuntungan di akhirat.

 

 

 

 


Adab Jum’at: Jangan Melangkahi Pundak Jamaah Saat Khutbah.

Hari Jum’at adalah hari yang paling mulia dalam sepekan. Rasulullah ﷺ menyebutnya sebagai sayyidul ayyam (penghulu hari). Pada hari inilah umat Islam berkumpul untuk melaksanakan shalat Jum’at, mendengarkan khutbah, serta memperbarui ikatan iman dan ukhuwah. Karena itu, menjaga adab ketika hadir di masjid pada hari Jum’at adalah bagian dari kesempurnaan ibadah.

Salah satu adab penting yang sering dilupakan sebagian jamaah adalah larangan melangkahi pundak orang lain ketika khutbah sedang berlangsung.

Dalam sebuah riwayat dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau menuturkan:

> “Ada seseorang masuk masjid pada hari Jum’at ketika Rasulullah ﷺ sedang berkhutbah. Lalu ia melangkahi pundak orang-orang. Maka Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Duduklah, sesungguhnya engkau telah mengganggu (orang lain) dan datang terlambat.’” (HR. Ibnu Majah)

Hadis ini memberikan pelajaran penting

1. Melangkahi pundak jamaah adalah bentuk gangguan.
Orang yang sudah lebih dahulu hadir berhak mendapatkan tempatnya. Jika datang terlambat, jangan sampai menyusahkan orang lain hanya demi berada di saf depan.

2. Datang terlambat adalah kerugian.
Rasulullah ﷺ menegaskan bahwa datang terlambat berarti kehilangan kesempatan utama, baik dari sisi keutamaan shalat sunnah qabliyah Jum’at, mendengarkan khutbah dari awal, maupun dari sisi pahala.

3. Adab lebih utama daripada sekadar posisi.
Duduk dengan tenang di tempat yang masih tersedia lebih mulia dibandingkan memaksa diri ke depan dengan cara yang tidak sopan.

Dari hadis ini, kita bisa merenungi betapa Islam sangat menjaga adab sosial dalam beribadah. Shalat Jum’at bukan hanya hubungan vertikal antara hamba dengan Allah, tetapi juga hubungan horizontal antara sesama jamaah. Menghormati hak orang lain adalah bagian dari kesempurnaan ibadah.

Maka, mari kita biasakan:

Berangkat lebih awal ke masjid pada hari Jum’at.

Duduk dengan tenang di saf yang tersedia tanpa mengganggu jamaah lain.

Mendengarkan khutbah dengan penuh perhatian, tanpa berbicara atau berbuat sia-sia.

Semoga Allah ﷻ menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang menjaga adab dalam ibadah, sehingga shalat Jum’at kita benar-benar bernilai di sisi-Nya. Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat (Tengku Iskandar, M. Pd)

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement