SURAU.CO – A’udzubillahi minasy-syaithanir rajim. (QS.16:98)
“Dan tidak ada suatu makhluk melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya…” (QS. Hud: 6)
Rezeki: Anugerah yang Berlapis Makna
Sering kali manusia menyempitkan arti rezeki hanya pada harta, padahal dalam pandangan Islam, rezeki adalah segala pemberian Allah yang mendatangkan manfaat, kebaikan, serta mendekatkan seorang hamba kepada Rabb-Nya. Ungkapan hikmah dari Syaikh M. Mutawalli Asy-Sya’rawi memberi kita kacamata yang lebih luas:
Harta adalah rezeki yang paling rendah.
Karena ia bisa hilang, bisa menipu, bahkan bisa menjerumuskan jika tidak diiringi iman. Harta hanyalah alat, bukan tujuan.
Kesehatan adalah rezeki yang paling tinggi.
Dengan tubuh yang sehat, ibadah bisa ditegakkan, ilmu bisa dicari, amal bisa dikerjakan. Sakit sejenak saja sudah membuat kita sadar betapa berharganya nikmat ini.
Anak sholeh adalah rezeki yang paling utama.
Doa anak sholeh akan menjadi amal jariyah yang terus mengalir meski kita telah tiada. Lebih dari sekadar keturunan, mereka adalah penerus nilai dan kebaikan.
Ridha Allah adalah rezeki yang paling sempurna.
Inilah puncak segala anugerah. Apa artinya harta melimpah, tubuh sehat, bahkan anak sholeh, bila Allah murka? Sebaliknya, sekalipun hidup sederhana, bila Allah ridha, maka di situlah kebahagiaan hakiki.
Mengukur Rezeki dengan Timbangan Tauhid
Kita perlu menimbang ulang cara kita memandang rezeki. Betapa banyak orang berlari mengejar harta, padahal itu hanyalah tingkatan terendah. Padahal kesehatan sering diabaikan, anak sholeh tak dididik dengan sungguh-sungguh, dan keridhaan Allah malah sering dilupakan.
Tauhid mengajarkan bahwa rezeki sejati bukan sekadar apa yang terlihat, tetapi apa yang menumbuhkan iman. Itulah mengapa Rasulullah ﷺ mengajarkan doa:
> “Ya Allah, cukupkanlah aku dengan rezeki yang halal, jauhkanlah aku dari yang haram, dan karuniakanlah aku dengan karunia-Mu dari selain-Mu.” (HR. Tirmidzi)
Doa ini bukan hanya tentang kecukupan materi, tapi juga keberkahan hidup.
Jalan Menuju Rezeki yang Sempurna
1. Syukuri rezeki sekecil apa pun. Karena syukur adalah magnet penambah nikmat. (QS. Ibrahim: 7)
2. Jaga kesehatan. Dengan pola makan, istirahat, dan ibadah yang seimbang.
3. Didik anak dengan iman. Tanamkan tauhid sejak dini agar mereka tumbuh menjadi penopang doa bagi orang tuanya.
4. Cari ridha Allah di setiap langkah. Bukan sekadar melakukan amal, tapi melakukannya dengan ikhlas dan benar.
Penutup: harta hanyalah titipan sementara
Rezeki bukan hanya tentang berapa banyak yang kita miliki, tetapi seberapa besar yang kita rasakan bermanfaat dan mendekatkan kita kepada Allah.
Harta hanyalah titipan sementara. Kesehatan adalah bekal menjalani perjalanan. Anak sholeh adalah penolong di akhirat. Dan ridha Allah adalah tujuan akhir.
Semoga kita termasuk hamba-hamba yang dianugerahi rezeki yang sempurna: ridha Allah SWT. Aamiin.
Takdir: Antara Keinginan dan Kebutuhan.
Setiap manusia pasti memiliki banyak keinginan dalam hidupnya. Ada yang ingin kaya, ada yang ingin sehat, ada yang ingin berkuasa, ada pula yang hanya ingin hidup sederhana tetapi tenang. Namun, tidak semua keinginan itu menjadi kenyataan. Terkadang kita merasa kecewa, sedih, bahkan marah ketika apa yang kita cita-citakan tidak tercapai.
Padahal, bila direnungkan lebih dalam, takdir Allah tidak selalu berjalan sesuai keinginan kita, melainkan sesuai kebutuhan kita. Inilah rahasia kehidupan yang sering kali luput kita pahami. Allah Yang Maha Mengetahui lebih tahu apa yang benar-benar kita perlukan untuk kebaikan dunia dan akhirat kita.
Allah ﷻ berfirman:
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah: 216)
Ayat ini menegaskan bahwa standar kebaikan menurut manusia sering kali berbeda dengan ketetapan Allah. Kita mengira apa yang kita inginkan pasti membawa kebahagiaan, padahal justru bisa menjerumuskan. Sebaliknya, sesuatu yang tidak kita harapkan, bisa jadi itulah yang membawa keberkahan.
Keinginan vs. Kebutuhan
Keinginan lahir dari nafsu, ambisi, dan harapan diri. Kadang sifatnya sesaat, berubah-ubah, dan tidak jarang menjerumuskan.
Kebutuhan adalah hal yang benar-benar kita perlukan untuk bertahan, berkembang, dan selamat dalam hidup. Allah lebih tahu kebutuhan kita, meski kita sering tidak menyadarinya.
Misalnya, seseorang sangat ingin memiliki harta berlimpah. Namun Allah menakdirkan hidupnya pas-pasan. Bisa jadi, jika ia kaya, ia akan sombong, lalai, dan jauh dari Allah. Begitu pula sebaliknya, ada orang yang ingin sehat terus, tetapi ditakdirkan sakit. Bisa jadi sakit itu adalah cara Allah membersihkan dosa-dosanya dan mengangkat derajatnya.
Belajar Ridha pada Takdir
Sikap terbaik seorang mukmin adalah ridha pada takdir Allah, baik yang sesuai keinginan maupun tidak. Ridha bukan berarti pasrah tanpa usaha, melainkan menerima dengan lapang hati setelah berusaha maksimal.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sungguh menakjubkan urusan orang beriman. Sesungguhnya seluruh urusannya adalah baik. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, maka itu baik baginya. Dan jika ia mendapat kesulitan, ia bersabar, maka itu juga baik baginya.”
(HR. Muslim)
Hadis ini menjadi kunci: orang beriman tidak pernah rugi. Semua takdir, baik manis maupun pahit, pada akhirnya menjadi kebaikan jika dihadapi dengan sabar dan syukur.
Penutup: Mari kita belajar membedakan antara apa yang kita inginkan dengan apa yang benar-benar kita butuhkan. Jangan sampai terjebak dalam ambisi duniawi, tetapi lupa pada hikmah yang Allah siapkan.
Takdir bukan selalu tentang apa yang kita inginkan,
tapi tentang apa yang kita butuhkan.
Dan kebutuhan terbesar kita adalah keselamatan iman, hingga kita kembali kepada Allah dalam keadaan husnul khatimah. Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat, (Tengku Iskandar, M.Pd)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
