SURAU.CO – Manusia sering kali merasa aman dengan setiap perilaku yang ia anggap benar. Namun, tidak semua hal yang bernilai baik tampak baik di mata orang lain. Kadang-kadang, sebuah tindakan yang ia niatkan dengan tulus justru memunculkan prasangka buruk dari sekitar. Misalnya, seseorang bergaul dengan pelaku maksiat untuk mengajak mereka bertaubat. Secara niat, ia melakukan kebaikan. Tetapi, orang-orang di sekitarnya sering menilai sebaliknya dan bahkan menuduhnya dengan hal-hal negatif.
Islam menekankan pentingnya kehati-hatian dalam bertindak. Rasulullah ﷺ memberi panduan melalui sabdanya:
فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ
“Maka barang siapa menjauhi perkara-perkara syubhat, sungguh ia telah menjaga (kemurnian) agamanya dan kehormatannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini tidak hanya memperingatkan seorang Muslim agar berhati-hati dalam perkara halal dan haram, tetapi juga mengajaknya menjaga kehormatan diri dari prasangka buruk orang lain.
Menjauhi Perkara Syubhat
Syaikh Muhammad al-Jurdani dalam syarah Jawāhir al-Luʾluʾiyyah menjelaskan makna hadis tersebut dengan sangat dalam. Menurut beliau, seseorang yang melakukani perkara syubhat—perkara yang samar hukumnya antara halal dan haram—padahal ia tahu bahwa perkara itu halal, ia tidak menanggung dosa. Namun, bila ia merasa perbuatannya bisa menimbulkan prasangka buruk, ia sebaiknya menghindarinya.
Penjelasan ini menunjukkan bahwa Islam menjaga martabat dan kehormatan pribadi seorang Muslim. Terkadang, seseorang melakukan tindakan yang tidak salah dari sisi hukum, tetapi orang lain bisa salah paham. Oleh karena itu, seorang muslim perlu bertindak bijak dengan menimbang manfaat dan mudarat, bukan hanya bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi pandangan orang lain.
Sebagian ulama bahkan menilai bahwa bila seseorang melakukan tindakan yang berpotensi menimbulkan cibiran atau tuduhan buruk, maka ia sebaiknya menutupinya dalam bentuk kehati-hatian.
Kisah Sahabat Anas ra.
Kisah Sahabat Anas bin Malik ra. memberikan teladan yang berharga. Anas, sahabat Nabi yang sejak kecil mengabdi kepada Rasulullah ﷺ, tumbuh dalam bimbingan langsung beliau. Suatu ketika, Anas ra. berangkat menuju masjid untuk melaksanakan salat Jumat. Namun, ketika ia tiba, salat sudah selesai dan orang-orang telah kembali ke rumah masing-masing.
Apa yang dia lakukan? Alih-alih pulang lewat jalan biasa, Anas ra. memilih jalan yang tidak terlihat oleh siapa pun. Ketika seseorang menanyakan alasannya, Anas menjawab dengan tegas:
“Barang siapa yang tidak malu kepada manusia, maka ia tidak akan malu kepada Allah.”
Jawaban ini menunjukkan betapa besarnya perhatian sahabat terhadap pandangan manusia. Ia tidak takut kepada manusia, tetapi ia paham bahwa menjaga kehormatan diri berarti menjaga kehormatan agama. Bila ia pulang dari masjid saat orang-orang baru saja selesai salat Jumat, kemungkinan besar orang menuduhnya meninggalkan kewajiban atau meremehkan ibadah. Untuk menghindari prasangka itu, ia memilih jalan sepi.
Sikap hati-hati seperti yang Anas ra. contohnya selaras dengan ucapan sebagian ulama salaf:
مَنْ عَرضَ نَفْسَهُ لِلتهمِ فَلَا يَلُومَنَّ مَنْ أَسَاءَ بِالظَّنِّ
“Barang siapa yang menempatkan dirinya dalam posisi yang rawan tuduhan, maka janganlah ia menyalahkan orang lain jika berprasangka buruk padanya.”
Betapa pentingnya kesadaran diri. Seorang mukmin yang bijak tidak hanya menghindari dosa, namun juga menjaga dirinya agar orang lain tidak berprasangka buruk.
Menjaga Agama dan Kehormatan
Rasulullah ﷺ bersabda bahwa siapa pun yang menjauhi perkara syubhat berarti ia menjaga agama dan kehormatannya. Penjagaan ini tidak hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri, tetapi juga membantu orang lain agar tidak terjerumus dalam dosa ghibah, fitnah, atau prasangka.
Ketika seorang Muslim menghindari situasi yang rentan terhadap tuduhan, ia melindungi dirinya sekaligus menjaga orang lain agar tidak terjerumus dalam kesalahan.
Di era modern, prinsip ini semakin relevan. Orang dapat merekam, menyebarkan, dan melihat setiap tindakan dengan mudah. Oleh karena itu, seorang muslim perlu menjaga diri dari prasangka, tidak hanya sebagai sikap hati-hati, tetapi juga sebagai bentuk kecerdasan spiritual. Dengan sikap ini, seorang muslim melindungi agamanya, menjaga kehormatannya agar terhindar dari fitnah.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
