agar Refleksi dari Syahadah Surah Al-Fatihah.
SURAU.CO – Sebuah sertifikat yang tertera nama seseorang dengan judul Syahadah Surah Al-Fatihah bukanlah sekadar lembaran kertas berhias ornamen indah. Ia adalah simbol perjalanan ruhani seorang hamba yang sedang menapaki jalan menuju Allah melalui kalimat-kalimat agung yang pertama kali diturunkan secara sempurna dalam Al-Qur’an: Surah Al-Fatihah.
Al-Fatihah adalah pembuka, induk kitab, dan inti dari seluruh pesan Al-Qur’an. Tidak ada shalat yang sah tanpa membacanya, dan tidak ada doa yang sempurna tanpa meminjam kata-kata suci di dalamnya. Sertifikat ini mengingatkan kita bahwa membaca, memahami, dan menghayati Al-Fatihah bukan sekadar kewajiban ritual, melainkan juga fondasi spiritual.
Beberapa pesan mendalam dari Al-Fatihah yang patut direnungkan
1. Tauhid dan pengakuan rububiyah Allah
Ayat “Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin” menegaskan bahwa segala pujian, segala keberhasilan, dan segala capaian—termasuk ketika seseorang mendapatkan syahadah ini—semuanya kembali kepada Allah sebagai Rabb semesta alam.
2. Kasih sayang Allah yang tak terhingga
“Ar-Rahmanir-Rahim” menjadi pengingat bahwa hidup seorang Muslim tidak boleh terlepas dari rahmat Allah, dan dakwah Islam harus senantiasa diwarnai dengan kelembutan serta kasih sayang.
3. Komitmen ibadah dan tawakal
“Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in” menuntun seorang Muslim untuk selalu menegaskan siapa yang sebenarnya layak disembah dan kepada siapa pertolongan dipinta.
4. Hidup di atas jalan yang lurus
“Ihdinash shirathal mustaqim” adalah doa utama yang terus kita ulang, karena istiqamah jauh lebih berat daripada sekadar memulai kebaikan. Sertifikat ini seolah menegaskan bahwa pemiliknya telah menapaki jalan itu, dan semoga Allah menjaga langkah berikutnya.
Makna Syahadah dalam Kehidupan: Syahadah Al-Fatihah bukanlah akhir perjalanan, melainkan awal. Ia adalah tanda cinta seorang murid kepada Al-Qur’an, tanda keistiqamahan seorang Muslim dalam menuntut ilmu, serta tanda syukur karena Allah memberinya kesempatan untuk mempelajari kalam-Nya.
Mungkin orang lain melihat hanya sekadar selembar sertifikat, tetapi di baliknya ada doa, perjuangan, ketekunan, dan niat tulus untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Pesan untuk Kita Semua
Mari jadikan momentum ini sebagai inspirasi:
Untuk anak-anak agar terus semangat menghafal dan memahami ayat-ayat suci.
Untuk para orang tua agar membimbing keluarganya dengan bacaan Al-Fatihah yang benar.
Bagi para pendidik agar tidak lelah menanamkan kecintaan kepada Al-Qur’an sejak dini.
Untuk diri kita sendiri agar setiap kali membaca Al-Fatihah, kita hadirkan hati, renungkan makna, dan wujudkan dalam amal.
Tuntunan Hamba Di dunia dan Akhirat
Sertifikat ini adalah saksi bahwa Al-Fatihah bukan sekadar bacaan dalam shalat, tetapi juga cahaya hidup yang akan menuntun seorang hamba di dunia hingga akhirat.
Semoga Allah memberkahi setiap langkah mereka yang menapaki jalan Al-Qur’an, menjadikan Al-Fatihah sebagai syafaat kelak, dan mengangkat derajat umat Islam yang menjaganya.
“Barangsiapa membaca Al-Fatihah dengan penuh keyakinan, maka seakan-akan ia membaca Taurat, Zabur, Injil, dan Al-Qur’an.” (HR. Ad-Darimi).
Refleksi dari Genangan Air dan Ayam Kampung.
Pagi itu, setelah hujan reda, genangan air masih tersisa di jalanan tanah. Beberapa ekor ayam kampung tampak berjalan dengan tenang, ada yang putih, ada yang hitam, ada pula yang bercampur merah cokelat. Mereka sibuk mencari makan, mematuk-matuk tanah yang basah, sesekali meneguk air dari bekas hujan yang menggenang.
Pemandangan sederhana ini mengajarkan banyak hal tentang kehidupan.
Pertama, kita belajar tentang kesederhanaan. Ayam-ayam itu tidak pernah mengeluh tentang jalan yang becek atau genangan yang kotor. Justru, di tempat yang dianggap kurang nyaman oleh manusia, mereka menemukan rezeki. Sama seperti hidup kita, terkadang rezeki justru datang dari arah yang tak disangka, bahkan dari tempat yang kelihatannya tidak mungkin.
Kedua, kita belajar tentang keberagaman. Ada ayam putih, ayam hitam, ayam cokelat. Mereka berbeda warna, tapi berjalan di jalan yang sama. Inilah pesan kehidupan: perbedaan bukanlah alasan untuk terpecah, melainkan kesempatan untuk saling melengkapi.
Ketiga, kita belajar tentang kesabaran. Air yang menggenang akan hilang perlahan, terserap bumi atau menguap ke udara. Tidak ada yang abadi, bahkan genangan sekalipun. Begitulah kesulitan hidup. Sebesar apa pun masalah yang kita hadapi, ia akan hilang seiring waktu, asalkan kita bersabar dan tetap bergerak maju seperti ayam-ayam itu.
Kita diingatkan tentang tawakal
Keempat, kita diingatkan tentang tawakal. Ayam-ayam itu tidak pernah menimbun makanan, mereka hidup dari rezeki harian. Mereka keluar setiap pagi mencari butir demi butir makanan dengan penuh keyakinan bahwa Allah akan mencukupi. Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
“Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan tawakal yang sebenar-benarnya, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung yang pergi di pagi hari dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang.”
(HR. Tirmidzi)
Dari seekor ayam kampung dan genangan air di jalan desa, kita belajar bahwa hidup ini adalah tentang syukur, sabar, dan tawakal. Bahkan dari hal yang sederhana, Allah sedang mengirimkan pesan agar kita terus merenung dan memperbaiki diri.
Hikmah hari ini: Jangan pernah remehkan peristiwa kecil dalam hidup. Kadang-kadang, justru dari hal yang sederhana Allah menanamkan pelajaran yang sangat besar. Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat (Tengku Iskandar, M. Pd)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
