SURAU.CO. Setiap Muslim tentu mendambakan kebahagiaan keluarga dan kehidupannya. Keinginan itu terwujud dalam harapan sederhana: memiliki keluarga yang harmonis, pekerjaan yang penuh berkah, serta hati yang selalu tenang. Namun demikian, kebahagiaan sejati ternyata tidak hanya diukur dari materi atau pencapaian duniawi semata.
Lebih dari itu, kebahagiaan lahir dari hati yang senantiasa bersyukur dan mampu menerima takdir Allah Swt dengan penuh kerelaan. Dalam konteks inilah, Rasulullah Saw hadir memberikan pedoman sederhana, namun sarat makna, melalui sabda-sabda beliau yang membimbing umat menuju ketenteraman hidup yang hakiki
أَرْبَعٌ مِنْ سَعَادَةِ الْمَرْءِ: أَنْ تَكُونَ زَوْجَتُهُ صَالِحَةً، وَأَوْلَادُهُ أَبْرَارًا، وَخُلَطَاؤُهُ صَالِحِينَ، وَأَنْ يَكُونَ رِزْقُهُ فِي بَلَدِهِ
Artinya: “Empat hal termasuk kebahagiaan seorang hamba: memiliki istri yang shalihah, anak-anak yang berbakti, teman-teman yang shalih, dan rezekinya berada di negerinya.” (Musnad al-Firdaus, al-Daylamī)
Kebahagiaan: Bukan Sekadar Materi
Meskipun sebagian ulama menilai hadis tersebut dha‘if, kita tetap dapat menangkap makna yang benar karena selaras dengan ajaran Islam. Dari hadis itu, kita melihat sebuah pesan penting yang mengajarkan keseimbangan hidup. Empat hal yang disebutkan Rasulullah Saw menggambarkan harmoni antara kebutuhan spiritual, sosial, dan material. Dengan cara itu, kita belajar bahwa kebahagiaan tidak pernah berdiri di atas kemewahan yang sulit digapai, tetapi justru tumbuh dari kebaikan yang hadir dalam kehidupan sehari-hari ketika kita mensyukurinya.
Pada akhirnya, kebahagiaan sejati tidak pernah bertumpu pada harta, melainkan muncul dari keberkahan relasi dan ketenteraman hati. Banyak orang salah mengartikan kebahagiaan. Sebagian menganggap harta melimpah adalah kunci. Yang lain meyakini kedudukan tinggi atau popularitas sebagai tanda bahagia. Rasulullah Saw memberikan pandangan yang jauh lebih sederhana, menyentuh, dan relevan.
Istri Shalihah, Penyejuk Hati dan Benteng Keluarga
Pilar pertama kebahagiaan adalah memiliki istri yang shalihah. Istri shalihah adalah pendamping dalam suka dan duka, penjaga kehormatan keluarga, penguat iman, dan penyejuk hati. Allah Swt menyebut pasangan sebagai “libās” (pakaian). Pakaian melindungi, menutupi aib, sekaligus memberi kehangatan.
Di era modern, godaan dunia yang semakin terbuka, keberadaan pasangan yang shalihah menjadi benteng yang tak ternilai. Kebahagiaan seorang laki-laki bukan dari kecantikan atau materi istri, tetapi dari akhlak yang menuntun keluarga pada ridha Allah Swt.
Anak-anak Abrar, Investasi Jangka Panjang Keluarga
Pilar Kedua, anak yang berbakti adalah sumber kebahagiaan berikutnya. Rasulullah Saw bersabda bahwa amal seseorang akan terputus setelah meninggal dunia kecuali tiga hal. Salah satunya adalah anak shalih yang mendoakan orang tuanya.
Kehadiran anak yang berbakti adalah investasi jangka panjang, bukan kebanggaan sesaat. Orang tua berjuang keras menyekolahkan anak dengan memberi fasilitas terbaik, namun seringkali melupakan menanamkan iman dan akhlak. Anak berilmu tanpa akhlak bisa menjadi beban, bukan kebahagiaan.Bahagia itu sederhana: seorang ayah mendengar doa anaknya setelah shalat. Seorang ibu merasakan perhatian tulus dari buah hatinya di masa tua. Itulah nikmat yang tak ternilai.
Teman Shalih, Cermin Jiwa dan Pembawa Kebaikan
Pilar ketiga, lingkungan dan pertemanan sangat berpengaruh. Rasulullah Saw mengibaratkan teman seperti penjual minyak wangi atau pandai besi. Jika kita berteman dengan orang baik, kita akan tertular kebaikannya. Jika kita bergaul dengan orang buruk, kita akan ikut terbawa arusnya.
Di zaman sekarang, pertemanan tidak hanya nyata, tetapi juga virtual. Grup pertemanan, komunitas di media sosial, dan lingkaran hobi bisa memengaruhi hati dan pikiran. Milikilah sahabat yang mengingatkan saat lalai, mendoakan dalam diam, dan membimbing kita mendekatkan diri pada Allah Swt.
Rezeki di Negeri Sendiri, Ketenangan bersama Keluarga
Pilar terakhir adalah rezeki di tanah kelahiran sendiri. Banyak orang merantau jauh demi mencari penghidupan. Ada kebanggaan di sana, menjadi mandiri, mendapatkan pengalaman baru. Namun, tidak sedikit yang harus berpisah lama dengan keluarga. Mereka melewatkan masa tumbuh kembang anak, atau tidak sempat merawat orang tua.
Rezeki yang bisa didapatkan tanpa harus jauh meninggalkan rumah adalah anugerah besar. Bukan berarti merantau itu buruk, tetapi dekat dengan keluarga memberi ketenangan yang jauh lebih berharga daripada gaji besar di tempat asing.
Kebahagiaan Ada di Sekitar Kita
Hadis ini sesungguhnya menyampaikan pesan yang sederhana namun mendalam: kebahagiaan itu dekat dan ada di sekitar kita. Bila seorang hamba mempunyai pasangan yang shalihah, anak-anak yang berbakti, tetangga atau sahabat yang baik, serta rezeki yang mudah dijangkau, maka itulah gambaran kebahagiaan hakiki.
Namun, jika keempat hal itu belum hadir sekaligus dalam kehidupan kita, tidak perlu berkecil hati. Cukuplah kita berusaha memperbaiki salah satunya, karena setiap langkah menuju kebaikan adalah pintu menuju kebahagiaan. Pada akhirnya, kebahagiaan sejati bukan sekadar apa yang kita miliki, melainkan lahir dari hati yang ridha dan jiwa yang senantiasa dekat dengan Allah Swt.(kareemustofa)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
