SURAU.CO – Terdapat garis pembeda yang nyata antara sistem ekonomi Islam dan kapitalis. Dalam paham kapitalisme barat, kepentingan individu adalah hal yang utama untuk kesejahteraan manusia sebagaimana yang menjadi ciri dari sistem ini. Dengan kata lain, membiarkan setiap orang mengejar kepentingannya masing-masing. Kemudian secara tidak langsung kepentingan sosial dapat terwujud dengan sendirinya ketika semua orang mengejar kepentingannya. Adam Smith, sebagai tokoh utama kapitalisme mengungkapkan bahwasanya tidaklah kita mendapatkan daging ataupun roti untuk makan malam kita, karena kebaikan dari tukang daging atau produsen roti, tetapi karena keinginan mereka untuk mengejar kepentingannya masing-asing.
“It is not from the benevolence of the butcher the brewer, or the baker that we expect our dinner, but from their regard to their own interest.” (The Wealth of Nation; 11)
Asumsi dasar
Asumsi dasar pandangan kapitalis adalah pemenuhan kepentingan pribadi oleh semua individu dapat memenuhi kepentingan kolektif secara otomatis. Dengan demikian, mengejar kepentingan pribadi justru menjadi prioritas tanpa perlu ada tekanan untuk peduli kepada urusan kepentingan sosial.
Kebebasan individu yang tak terbatas untuk mengejar kepentingan pribadi dan juga untuk memiliki dan mengelola kekayaan pribadi menjadi sebagai suatu hal yang penting bagi inisiatif individu.
Kepentingan individu vs masyarakat
Terdapat contoh studi kasus terkait tidak harmoninya kepentingan individu dan kepentingan masyarakat; misalnya orang kaya yang mengurangi konsumsi barang mewahnya dan menggunakannya untuk investasi dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Demikian juga halnya terkait dampak limbah, yang tentunya tidak baik untuk kepentingan masyarakat sekitar. Meski demikian produsen akan cenderung menghindar untuk mengelola limbahnya karena dapat menambah biaya produksi.
Penambahan biaya bagi produsen akan mengurangi marjin keuntungan, sehingga tidak baik bagi pendapatan perusahaan. Ini merupakan asumsi bahwa meski individu mengejar sisi utilitas, akan tetapi sejatinya dia hanya akan memanfaatkan sumber daya untuk memenuhi kebutuhannya semata. Orang kaya diasumsikan akan lebih memprioritaskan prestisenya daripada pemenuhan kebutuhan orang lain.
Belum lagi ketamakan dari para individu yang menginginkan profit lebih dengan cara menekan biaya upah tenaga kerja, yang mana hal ini seringkali menjadi ancaman oleh sistem sosialisme sebagai sebuah eksploitasi tenaga kerja.
Kerusakan lingkungan dan ketimpangan ekonomi
Aspek lingkungan juga turut menjadi korban dari doktrin ekonomi yang mengedepankan self-interest. Hutan banyak yang hilang atau deforestasi. Demikian juga kondisi batu karang dan hutan mangrove. Kapitalisme yang mengedepankan kepentingan individu cenderung memberikan dampak negatif yang jauh lebih besar daripada manfaat yang diberikan.
Sebagian kecil penduduk menikmati pertambahan kekayaan material, tetapi sebagian besar lain justru mendapatkan permasalahan kesejahteraan. Kesenjangan ekonomi kian melebar, ekonomi kian tidak stabil dan juga lingkungan yang makin rusak.
Islam mengutamakan kepentingan sosial
Ekonomi Islam lebih memprioritaskan kepentingan sosial daripada kepentingan individu. Tidak ada satu pun individu atau institusi yang dibiarkan menjadi korban ketamakan manusia. Keegoisan golongan kaya dan para penguasa dalam perspektif Islam mendapat penekanan dan pembatasan.
Terkait masalah ketenagakerjaan, Islam mendorong penghapusan perbudakan manusia. Pembayaran upah pekerja harus mendapat prioritas dalam pembayaran, sebelum kering keringatnya. Bahkan, Rasulullah SAW. mengingatkan bahwa pekerja yang membantu kita adalah serupa saudara yang harus mendapat perlakuan yang baik. Mereka harus mendapat cukup makan dan minum selayaknya yang kita makan dan minum.
Perhatian Islam pada isu lingkungan
Dalam hal lingkungan, Islam pun melarang untuk memotong tumbuh-tumbuhan atau pepohonan tanpa suatu kepentingan yang jelas. Rasulullah SAW. bersabda: “Barang siapa menebang pohon Bidara maka akan dituangkan di atas kepalanya air yang panas.”
Bahkan, Islam mengajak umatnya untuk gemar bertanam dan menjadikannya sebagai suatu sedekah bagi siapa pun nanti yang memetik tanaman tersebut.
Rasulullah SAW. bersabda:
“Tidaklah seorang muslim yang menanam tanaman atau bertani, lalu ia memakan hasilnya atau orang lain dan binatang ternak yang memakan hasilnya, kecuali semua itu dianggap sedekah baginya”
Selain itu, perintah Islam untuk senantiasa berbagi kepada orang lain dalam bentuk zakat, sedekah, dan wakaf menunjukkan bahwa kepedulian terhadap sosial merupakan bagian integral dari ekonomi Islam.
Dengan demikian nampak jelas garis pemisah antara konsep ekonomi kapitalis dengan ekonomi Islam. Ekonomi yang berkelanjutan serta harmoni dengan alam dan sosial menjadi kata kunci bagi ekonomi Islam. Menunjukkan bahwa manusia sebagai individu adalah bagian yang tak terpisah dari alam semesta. (St.Diyar)
Referensi: Azharsyah Ibrahim, dkk, Pengantar Ekonomi Islam, 2021.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
