Ibadah
Beranda » Berita » Jangan Menghadap Tiang Saat Shalat

Jangan Menghadap Tiang Saat Shalat

Jangan Menghadap Tiang Saat Shalat

Jangan Menghadap Tiang Saat Shalat.

 

SURAU.CO – Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menukilkan dalam kitab Zad al-Ma‘ad: “Adalah Rasulullah ﷺ apabila shalat menghadap ke tiang, pohon, atau sesuatu yang dijadikan sutrah, beliau meletakkannya di sebelah kanan atau kiri, dan tidak menghadapinya tepat di depan wajahnya.”

Nabi Tidak Suka Menghadap Tiang

Bahwa Nabi ﷺ tidak suka menghadap tiang atau sesuatu yang besar secara langsung ketika shalat. Beliau menjadikannya agak ke kanan atau ke kiri dari arah pandangan.

1. Menjaga Kekhusyukan
Menghadap tiang atau benda besar secara langsung dapat mengganggu pandangan dan konsentrasi. Islam sangat memperhatikan kekhusyukan dalam shalat.

Hati-hatilah Dengan Pujian Karena Bisa Membuatmu Terlena Dan Lupa Diri

2. Mengikuti Sunnah Nabi ﷺ
Shalat adalah ibadah yang paling utama. Maka mencontoh cara Nabi ﷺ dalam hal kecil maupun besar merupakan bentuk kecintaan kita kepada beliau. Allah Ta‘ala berfirman:

> “Sungguh, pada diri Rasulullah terdapat suri teladan yang baik bagi kalian.” (QS. al-Ahzab: 21).

3. Adab Menghadap Allah
Menggeser sedikit posisi dari tiang atau pohon menunjukkan kesopanan seorang hamba dalam berdiri di hadapan Rabb-nya.

Praktik di Masjid

Kadang kita dapati masjid-masjid dengan banyak tiang penyangga. Tidak jarang jamaah berdiri tepat menghadap tiang. Padahal, sebagaimana ditunjukkan dalam gambar:

Shalat tepat menghadap tiang bukanlah tuntunan Nabi ﷺ.

Kitab Minhajul Abidin

Shalat agak bergeser ke kanan atau ke kiri dari tiang, itulah yang sesuai dengan sunnah.

Hikmah untuk Kehidupan

Dari sunnah kecil ini, kita belajar bahwa ketaatan tidak selalu berkaitan dengan perkara besar. Terkadang, berpindah satu langkah kecil saja bisa membedakan antara ittiba‘ (mengikuti sunnah) dengan mukhalafah (menyelisihi sunnah).

Begitu pula dalam hidup:

Jangan remehkan perkara kecil dalam agama.
Jangan anggap sepele adab-adab kecil dalam berinteraksi.
Karena seringkali, hal-hal kecil inilah yang membentuk kesempurnaan iman seseorang.

Mari kita biasakan mengikuti sunnah Rasulullah ﷺ meski dalam hal-hal kecil. Karena di situlah letak keberkahan hidup, kekhusyukan ibadah, dan keselamatan di akhirat.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

 

 

 


Ilmu, Fokus, dan Amal Batin: Tiga Pilar Kehidupan Muslim.

Islam bukan hanya agama yang mengatur ibadah ritual, melainkan juga membentuk cara pandang, akhlak, dan jalan hidup manusia. Tiga pesan yang terkandung dalam kutipan di atas saling melengkapi, menunjukkan bagaimana seorang Muslim seharusnya menjalani kehidupan: dengan ilmu yang benar, fokus dalam amal, serta hati yang ikhlas.

1. Menuntut Ilmu dan Tauhid yang Benar

“Menuntut ilmu sama wajibnya dengan mendirikan shalat dengan tauhid yang benar.” QS. 3:18, QS. 20:114, QS. 29:43, QS. 58:11

Ilmu dalam Islam bukan sekadar informasi, tetapi cahaya yang menuntun jalan hidup. Shalat tanpa ilmu bisa menjadi rutinitas tanpa ruh, sementara ilmu tanpa tauhid akan menyesatkan. Karena itu, menuntut ilmu dalam Islam setara pentingnya dengan menegakkan shalat—keduanya harus berlandaskan tauhid yang murni.

Allah menegaskan dalam QS. 58:11 bahwa Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu. Ilmu menjadi syarat agar amal memiliki nilai di sisi-Nya. Tanpa ilmu, seseorang bisa terjebak dalam kebiasaan, bahkan bid‘ah, yang tidak bernilai ibadah.

2. Fokus dalam Kajian dan Dakwah Seperti Khusyu‘ dalam Shalat

“Fokus dalam kajian dan dakwah sama pentingnya dengan khusyu’ dalam shalat.” QS. 2:45-46, QS. 31:17

Shalat yang benar adalah shalat yang khusyu‘, yaitu hati dan pikiran hanya tertuju kepada Allah. Demikian pula, ketika menuntut ilmu atau berdakwah, seorang Muslim dituntut untuk fokus, menghadirkan niat yang ikhlas, dan menjaga konsistensi.

Allah mengingatkan dalam QS. 2:45-46 bahwa kesabaran dan shalat adalah penolong, tetapi hal itu berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu‘. Begitu pula dalam berdakwah dan menuntut ilmu: tanpa kesungguhan dan fokus, semua hanya menjadi aktivitas lahiriah tanpa ruh.

Luqman al-Hakim pun menasihati putranya dalam QS. 31:17 agar menegakkan shalat, menyeru kepada kebaikan, dan bersabar atas segala cobaan. Dakwah bukan perkara ringan; ia memerlukan fokus, pengorbanan, dan hati yang teguh.

Amal Zahir Bergantung pada Amal Batin

“Nilai amal zahir yang terlihat lebih ditentukan oleh amal bathin yang tersembunyi.” QS. 107:4-6

Amal yang terlihat oleh manusia bisa jadi megah dan indah, namun Allah menilai hati yang tersembunyi. Shalat yang panjang, sedekah yang banyak, atau dakwah yang berapi-api tidak akan bernilai jika dilakukan karena riya‘ dan sum‘ah.

Dalam QS. 107:4-6 Allah mencela orang yang shalat, tetapi lalai dari shalatnya dan hanya ingin dipuji. Ini menunjukkan bahwa amal zahir hanyalah kulit; isi dan intinya ada pada keikhlasan hati.

Amal batin seperti niat, rasa takut, harapan, cinta, dan tawakal adalah fondasi yang menentukan diterima atau tidaknya amal zahir. Tanpa itu, semua akan sirna di hadapan Allah.

Kesimpulan. Tiga pesan di atas saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan:

1. Ilmu adalah cahaya yang menuntun amal, sama pentingnya dengan shalat dan tauhid.
2. Fokus adalah ruh dalam menuntut ilmu dan dakwah, sebagaimana khusyu‘ adalah ruh dalam shalat.
3. Amal batin adalah penentu nilai amal zahir; ikhlas dan niat lurus lebih utama daripada penampilan amal.

Seorang Muslim sejati adalah yang membangun hidupnya dengan ilmu, menjaga fokus dalam amal, dan memurnikan hati dari segala penyakit. Dengan itu, ia akan menjadi hamba yang dimuliakan Allah di dunia dan akhirat. Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat (Tengku)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement