SURAU.CO – Setiap manusia di dunia ini menjalani hidup dengan penuh harapan dan usaha. Kita bekerja, berdoa, merencanakan masa depan, dan berjuang untuk mendapatkan kehidupan yang layak. Namun, sering kali kita lupa bahwa di balik semua upaya itu, ada tangan Allah yang menentukan. Al-Qur’an dengan tegas mengingatkan bahwa rezeki bukan semata-mata hasil usaha manusia, melainkan sepenuhnya berada dalam genggaman Allah.
Rezeki Bersumber dari Allah
Dalam Surat Al-Hijr ayat 21, Allah berfirman:
“وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلَّا عِندَنَا خَزَآئِنُهُۥ وَمَا نُنَزِّلُهُۥٓ إِلَّا بِقَدَرٍۢ مَّعْلُومٍۢ”
“Dan tidak ada sesuatu pun, melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu.”
Ayat ini menegaskan bahwa segala sesuatu yang ada khazanahnya, tersimpan di sisi-Nya. Rezeki manusia, hewan, tumbuhan, bahkan seluruh makhluk di alam semesta, semuanya berada dalam kendali Allah. Manusia hanya menerima bagian sesuai takaran yang ditetapkan-Nya. Jelas bahwa rezeki tidak pernah berdiri sendiri sebagai hasil murni usaha manusia. Usaha memang penting, bahkan menjadi perintah Allah, namun hasilnya pada akhirnya Allah yang menentukan.
Hal ini memberi pelajaran berharga bagi kita. Kita harus bekerja dengan penuh kesungguhan, tetapi jangan pernah merasa sombong atau yakin bahwa keberhasilan datang semata-mata karena kemampuan diri. Kita tidak boleh menuhankan usaha, sebab pada akhirnya Allah yang memberi izin agar usaha itu membuahkan hasil. Sikap yang benar adalah bekerja dengan cerdas, lalu memasrahkan hasil kepada Allah dengan penuh tawakal.
Usaha, Syukur, dan Tawakal
Manusia sering terjebak dalam pandangan materialistik yang hanya menilai kesuksesan dari kerja keras tanpa melibatkan peran Allah. Padahal, ada orang yang bekerja siang malam, namun hasilnya tetap sedikit. Sebaliknya, ada orang yang bekerja dengan waktu terbatas, tetapi rezekinya melimpah. Perbedaan itu bukan semata-mata karena faktor teknis, melainkan karena takdir Allah.
Oleh karena itu, ayat ini mengajarkan keseimbangan: berusaha sungguh-sungguh, bersyukur atas apa yang diperoleh, dan bertawakal pada Allah. Syukur membuat hati lapang menerima hasil yang ada, sementara tawakal memberi ketenangan jiwa karena kita yakin bahwa Allah tidak pernah salah membagi rezeki. Sikap ini menjauhkan kita dari sifat tamak dan iri hati, sebab kita percaya bahwa bagian kita sudah diatur dengan adil oleh Allah.
Rezeki yang Berlapis-lapis
Rezeki datang melalui jalur yang berlapis-lapis. Makanan yang kita santap hari ini tidak tiba-tiba muncul di meja makan. Ia melalui proses yang panjang: tanah yang subur, hujan yang menyirami, angin yang membantu penyerbukan, petani yang menanam, pedagang yang menjual, hingga akhirnya sampai kepada kita. Semua mata rantai itu berfungsi karena Allah memberi izin. Jika salah satu mata rantai terputus, maka rezeki pun tertahan.
Kesadaran ini membuat kita semakin rendah hati. Kita tidak bisa mengklaim bahwa rezeki hasil kerja kita sepenuhnya. Ada tangan-tangan lain yang Allah gerakkan untuk mendatangkan rezeki kepada kita. Terlebih lagi, ada orang-orang yang kita tidak kenal sama sekali, tetapi ikut andil dalam proses itu. Inilah mengapa Islam menganjurkan agar kita selalu mendoakan keberkahan bagi semua yang terlibat dalam rezeki kita, mulai dari petani hingga pedagang kecil.
Menepis Rasa Cemas tentang Rezeki
Banyak orang hidup dalam kecemasan karena takut rezekinya tidak cukup. Mereka khawatir anak-anaknya tidak bisa makan, pendidikan tidak terjamin, atau masa depan suram. Padahal, ayat ini menegaskan bahwa rezeki ada dalam genggaman Allah. Tidak ada satu pun makhluk di bumi ini yang luput dari perhatian Allah. Setiap makhluk mendapat bagian sesuai kebutuhannya. Keyakinan ini seharusnya membuat kita tenang.
Tentu saja, tenang bukan berarti pasif. Kita tetap wajib bekerja, berusaha, dan berjuang. Namun, kita tidak perlu terbebani oleh ketakutan yang berlebihan. Allah yang memberi kehidupan, pasti juga menanggung rezeki. Keyakinan ini menjadi sumber kekuatan batin yang membuat kita mampu menghadapi tantangan hidup dengan optimisme.
Terkadang kita hanya fokus pada rezeki besar seperti gaji, keuntungan usaha, atau harta benda. Padahal, udara yang kita hirup, air yang kita minum, kesehatan tubuh, dan keluarga yang harmonis juga merupakan bagian dari rezeki. Semua itu datang dari Allah tanpa kita sadari. Jika kita menghitung nikmat Allah, niscaya kita tidak akan sanggup menghitungnya.
Dengan memahami bahwa rezeki ada dalam genggaman Allah, kita akan menjalani hidup dengan lebih tenang, optimis, dan penuh rasa syukur. Kita tidak akan sombong dengan usaha sendiri, dan tidak akan putus asa ketika hasil belum sesuai harapan. Sebab kita tahu, Allah selalu menyiapkan rezeki terbaik bagi hamba-hamba-Nya
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
