SURAU.CO – Nabi Sulaiman AS, putra Nabi Dawud AS, terkenal sebagai nabi yang memiliki keistimewaan luar biasa. Ia menjadi raja bagi manusia, jin, hewan, bahkan angin. Salah satu simbol kekuasaan dan kebijaksanaan Nabi Sulaiman ialah cincin legendaris yang diyakini memiliki kekuatan besar.
Cincin itu menandai kekuasaan yang dianugerahkan Allah SWT kepada Nabi Sulaiman. Dengan izin Allah, Nabi Sulaiman menggunakan cincin tersebut untuk mengatur jin, berbicara dengan hewan, dan mengatur kerajaan yang luas. Mukjizat pada cincin itu menjadikan Nabi Sulaiman menguasai dunia manusia maupun jin.
Asal Usul Cincin Nabi Sulaiman AS
Menurut riwayat, Cincin Nabi Sulaiman terbuat dari tembaga dan besi. Pada cincin itu terukir nama Allah yang Maha Agung. Inskripsi tersebut menjadi sumber kekuatan sejati. Allah menganugerahkan kekuasaan kepada Nabi Sulaiman, sementara cincin hanya berperan sebagai simbol kekuasaan Ilahi yang beliau emban.
Dengan cincin itu, Nabi Sulaiman memerintahkan jin membangun istana megah, menggali lautan, dan membuat perhiasan berharga. Ia juga memahami bahasa burung, semut, dan berbagai makhluk lainnya. Semua itu menjadikan kerajaan Nabi Sulaiman termasyhur, hingga manusia maupun jin tunduk di bawah kepemimpinannya.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an tentang karunia ini:
“Dan Sulaiman mewarisi Daud, dan dia berkata: Wahai manusia, kami telah diberi pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua ini) benar-benar suatu karunia yang nyata.” (QS. An-Naml [27]: 16).
Ayat ini menegaskan bahwa Allah yang memberikan karunia itu, bukan cincin semata.
Cincin yang Hilang Dicuri Raja Jin
Beberapa riwayat menyebutkan bahwa Nabi Sulaiman pernah kehilangan cincin itu. Seorang jin bernama Sakhr berhasil menipu Nabi Sulaiman dan mengambil cincin tersebut.
Kejadian itu bermula ketika Nabi Sulaiman menyerahkan cincin kepada istrinya agar ia simpan saat beliau hendak mandi. Sakhr lalu menyamar menjadi Nabi Sulaiman dan meminta cincin itu. Sang istri tertipu dan memberikan cincin kepadanya. Sejak saat itu, kekuasaan Nabi Sulaiman lenyap. Sakhr yang mengenakan cincin memerintah di istana, sementara Nabi Sulaiman hidup sederhana dan tidak lagi dikenal sebagai seorang raja.
Peristiwa itu menunjukkan bahwa Allah menguji Nabi Sulaiman. Allah ingin menegaskan bahwa kekuasaan sejati tidak melekat pada cincin, melainkan pada kehendak-Nya.
Kembalinya Cincin Nabi Sulaiman
Allah SWT tidak membiarkan keadaan itu berlangsung lama. Beberapa waktu kemudian, Sakhr yang telah berbuat zalim kehilangan kekuasaan. Dalam kisahnya, Nabi Sulaiman menemukan kembali cincinnya di dalam perut seekor ikan yang ia tangkap ketika bekerja sebagai nelayan.
Setelah Nabi Sulaiman mengenakan cincin itu lagi, Allah mengembalikan kekuasaannya. Jin-jin dan manusia kembali tunduk di bawah perintahnya.
Allah menegaskan dalam Al-Qur’an bahwa para jin memang tunduk kepada Nabi Sulaiman:
“Dan Kami tundukkan kepada Sulaiman jin-jin; mereka bekerja untuknya sesuai dengan kemauannya, dan di antara mereka ada yang menyelam untuknya dan melakukan pekerjaan selain itu. Dan Kami melindungi mereka (dari perbuatan durhaka) dengan pengawasan Kami.” (QS. Al-Anbiya [21]: 82).
Ayat ini meneguhkan bahwa kepemimpinan Nabi Sulaiman mencakup makhluk tak kasatmata, sesuatu yang tidak dimiliki raja mana pun selain dirinya.
Cincin sebagai Simbol Kebijaksanaan
Banyak masyarakat di berbagai belahan dunia menganggap cincin Nabi Sulaiman sebagai cincin ajaib. Beberapa cerita rakyat bahkan menggambarkan bahwa cincin itu masih tersembunyi di suatu tempat dan bisa memberikan kekuatan besar kepada siapa pun yang dijanjikan. Namun, pandangan itu lebih condong ke legenda daripada kebenaran agama.
Dalam ajaran Islam, kita memahami cincin Nabi Sulaiman sebagai simbol kebijaksanaan dan amanah kekuasaan. Nabi Sulaiman tidak menggunakan cincin itu untuk kesombongan. Ia justru memanfaatkannya untuk menegakkan keadilan, membangun peradaban, dan menyebarkan tauhid.
Kisah hilangnya cincin karena Sakhr mencurinya mengajarkan kita bahwa kekuatan sejati datang hanya dari Allah, bukan dari benda. Dari kisah ini, kita belajar bahwa kekuasaan hanyalah titipan. Allah bisa mencabutnya kapan saja sesuai kehendak-Nya.
Kisah cincin Nabi Sulaiman juga mengingatkan kita agar tidak tertipu oleh simbol duniawi. Kita harus selalu menyandarkan diri kepada Allah SWT, Sang Pemilik segala kekuatan. Dengan demikian, kita dapat mengambil hikmah bahwa yang terpenting bukanlah cincin atau jabatan, melainkan ketakwaan dan kebijaksanaan dalam menjalani hidup.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
