Syukur melihat keindahan di setiap langkah adalah seni hati yang diajarkan para nabi, ditafsirkan para sufi, dan dirasakan oleh orang-orang sederhana di jalanan negeri ini. Seorang ibu penjual sayur di pasar kecil di Yogyakarta pernah berkata, “Walau untungnya tipis, aku tetap senang. Masih ada orang yang mau membeli.” Dari wajahnya terpancar cahaya yang sulit dijelaskan dengan logika—itulah cahaya syukur.
Imam al-Ghazālī dalam al-Arba‘īn fī Uṣūl al-Dīn menegaskan bahwa syukur adalah kunci bagi kelapangan jiwa:
الشُّكْرُ هُوَ مَعْرِفَةُ الْمُنْعِمِ وَالْفَرَحُ بِالنِّعْمَةِ، وَاسْتِعْمَالُهَا فِيمَا يُحِبُّ
Syukur adalah mengenal Sang Pemberi Nikmat, bergembira atas karunia, dan menggunakannya pada jalan yang dicintai-Nya.
Syukur bukan sekadar ucapan “alhamdulillah”, melainkan kesadaran penuh bahwa setiap tarikan nafas adalah hadiah.
Jejak Langkah di Jalan yang Berliku
Hidup di Indonesia seringkali penuh paradoks: kemiskinan masih melilit banyak keluarga, sementara mal-megah terus tumbuh. Namun di balik kesenjangan itu, masih banyak yang berani tersenyum di tengah keterbatasan.
Al-Qur’an menegaskan janji Allah:
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmat kepadamu. (QS. Ibrahim: 7)
Janji ini seperti pelukan lembut bagi siapa saja yang merasa kekurangan—bahwa rasa cukup akan melahirkan kelimpahan.
“Mengapa aku tidak punya sebanyak dia?”
“Karena yang kau punya, sudah cukup untuk bahagia.”
“Tapi aku ingin lebih.”
“Boleh, asal jangan lupa tersenyum dengan yang ada.”
Dialog ini mengingatkan kita bahwa iri hanya merampas ketenangan, sementara syukur menumbuhkan kedamaian.
Syukur dalam Pandangan Al-Ghazālī
Imam al-Ghazālī menulis:
الشُّكْرُ مَبْنِيٌّ عَلَى ثَلَاثَةِ أُسُسٍ: الْعِلْمِ، وَالْحَالِ، وَالْعَمَلِ
Syukur dibangun atas tiga dasar: ilmu, keadaan hati, dan amal.
Artinya, syukur harus dipahami (ilmu), dihayati (hati), lalu diwujudkan dalam perbuatan (amal). Tidak cukup hanya berkata “syukur”, tapi juga menjaganya dengan tindakan nyata.
Ilmu Modern tentang Rasa Syukur
Riset psikologi positif oleh Emmons & McCullough (2003) menunjukkan bahwa orang yang rutin menuliskan hal-hal yang ia syukuri setiap hari, mengalami tingkat kebahagiaan lebih tinggi dan stres lebih rendah. Dengan kata lain, syukur bukan hanya ajaran agama, tapi juga obat ilmiah bagi kesehatan mental.
Al-Ghazālī melengkapi pandangan ini dengan kalimat indah:
الشُّكْرُ يَحْفَظُ النِّعْمَةَ الْمَوْجُودَةَ وَيَجْلِبُ النِّعْمَةَ الْمَفْقُودَةَ
Syukur menjaga nikmat yang ada dan mendatangkan nikmat yang hilang.
Betapa agung: syukur adalah penjaga sekaligus pengundang nikmat.
Syukur adalah mata air yang tidak pernah kering.
Siapa yang meneguknya, takkan haus oleh kekurangan.
Langkah Praktis
- Tuliskan tiga hal yang disyukuri setiap malam.
- Ucapkan alhamdulillah dengan sadar, bukan otomatis.
- Gunakan nikmat pada jalan yang bermanfaat, meski kecil.
- Berkumpul dengan orang yang sederhana namun bahagia.
- Latih diri melihat kebaikan dalam musibah.
Keindahan yang Terlupa
Nabi ﷺ bersabda:
انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ
Lihatlah kepada orang yang lebih rendah darimu, dan jangan melihat kepada orang yang lebih tinggi darimu. (HR. Muslim)
Hadis ini adalah obat bagi hati yang lelah membandingkan diri. Jika kita melihat ke bawah, kita akan menemukan alasan untuk bersyukur.
Imam al-Ghazālī menambahkan penutup reflektif:
الشُّكْرُ يُؤَدِّي إِلَى الْمَحَبَّةِ وَيُقَرِّبُ الْعَبْدَ مِنَ الرَّبِّ
Syukur membawa pada cinta dan mendekatkan hamba kepada Rabb-nya.
Syukur, akhirnya, bukan sekadar ucapan—tetapi jembatan menuju keintiman dengan Allah.
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الشَّاكِرِينَ، وَمَنَحْنَا بَصِيرَةً لِنَرَى جَمَالَ نِعْمَتِكَ فِي كُلِّ خُطْوَةٍ
Ya Allah, jadikan kami hamba-hamba yang pandai bersyukur, dan karuniakan mata hati yang mampu melihat keindahan-Mu di setiap langkah kehidupan.
* Reza Andik Setiawan
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo Ponorogo
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
