SURAU.CO – Perkembangan sistem kapitalisme pada abad pertengahan tentunya tidak terlepas dari pengaruh Gerakan Protestan yang menentang dominasi gereja dalam segala aktivitas manusia, termasuk dalam permasalahan ekonomi. Oleh karenanya, saat itu kapitalisme menegasikan pertimbangan nilai-nilai atau moral gereja.
Pertimbangan Kapitalisme
Doktrin-doktrin agama seperti halal dan haram tidak menjadi sebuah nilai yang menjadi pertimbangan dalam aktivitas ekonomi. Mengutip Chapra, ia menegaskan bahwa pertimbangan yang kapitalisme gunakan bukanlah terma “benar” atau “salah”, “baik” dan “buruk”, namun demi “kesenangan (pleasure)” atau “kepedihan (pain)”. Ini adalah konsep utilitarian. Semua yang dapat menghadirkan kesenangan perlu dilakukan dan apa yang menghadirkan kepedihan harus terhindarkan.
Jeremy Bentham dan John Stuart Mill (1806-1873) menjadi pelopor paham ini. Suatu tindakan bernilai salah atau benar tergantung kepada hasil yang ada.
Tindakan tersebut dikatakan benar jika dapat menghadirkan kesenangan, dan dikatakan salah jika hal tersebut mendatangkan kepedihan. Jadi, benar atau salah tidak bisa ditetapkan begitu saja tanpa memperhatikan efek yang timbul, dengan kata lain norma agama dan juga tradisi tidak menjadi acuan dalam menentukan baik dan buruknya suatu tindakan.
Perbedaan mendasar ekonomi kapitalis dan Islam
Perbedaan mendasar antara kapitalisme dan ekonomi Islam adalah norma dan nilai yang membatasi kebebasan manusia dalam mencari keuntungan atau kekayaan pribadi. Kapitalisme tidak membatasi kebebasan manusia berdasarkan norma agama atau ketuhanan.
Jika ada batasan-batasan dalam kapitalisme, maka batasan tersebut hanyalah buatan manusia yang cenderung terus berubah, di mana hal tersebut memungkinkan terjadinya ketidakseimbangan dalam masyarakat.
Riba, perjudian, dan praktik spekulatif
Riba, perjudian, spekulatif dan konsentrasi kekayaan pada segelintir orang tidak terelakkan. Salah satu turunan yang paling mendasar dari perbedaan ini adalah sikap terhadap praktik riba. Pelarangan riba tercantum baik di Alquran maupun hadis Rasulullah.
Konsepsi riba adalah perbuatan yang mendapat larangan dari semua agama samawi (Yahudi, Kristen, dan Islam), meski dengan beberapa perbedaan interpretasi. Sistem bunga yang dijalankan oleh sistem kapitalisme saat ini adalah riba yang Islam haramkan. Oleh karenanya, ekonomi Islam menegaskan penolakan terhadap penggunaan bunga dalam instrumen keuangan.
Saat ini, bunga merupakan instrumen penting dalam sistem perekonomian. Contohnya, konsep IS-LM (Investment Saving-Liquidity Money) menjadikan bunga sebagai instrumen utama untuk menstabilkan perekonomian. Negara yang menjalankan kebijakan anggaran deficit juga akan terjebak pada pinjaman berbunga. Perusahaan yang ingin melebarkan sayap bisnisnya juga akan mengandalkan pinjaman berbunga dari lembaga keuangan. Masyarakat yang membutuhkan uang untuk belanja berbagai kebutuhan hidupnya terfasilitasi dengan sistem kredit berbunga. Semua aktivitas ekonomi saat ini terhubung dengan sistem bunga.
Perlawanan terhadap sistem bunga
Penentangan ekonomi Islam terhadap sistem bunga telah melahirkan bank syariah, asuransi syariah, pasar modal syariah dan berbagai produk keuangan syariah lainnya. Sebagai gantinya,
lembaga keuangan syariah menggunakan skema bagi hasil (mudarabah dan musyarakah), jual beli (contohnya murabahah), dan juga sewa menyewa (ijarah), serta sejumlah akad syariah lainnya. Bahkan, terdapat sejumlah lembaga keuangan syariah mikro yang menggunakan akad qard (pinjaman) tanpa bunga.
Selain bunga, turunan lain yang saat ini semakin bergema adalah gaya hidup halal. Perekonomian negara-negara muslim yang semakin meningkat mendorong kebutuhan akan produk dan jasa halal. Hal ini mendorong semakin pentingnya industri halal.
Industri halal
Sama halnya dengan lembaga keuangan syariah, negara-negara non-muslim pun turut berlomba dalam memajukan industri halal lantaran besarnya perputaran uang yang dapat mereka hasilkan.
Industri halal ini meliputi sejumlah sektor ekonomi yang produk/jasa utamanya terpengaruhi oleh etika dan hukum Islam secara struktural, di antaranya: makanan halal, keuangan Islam, modest fashion, pariwisata syariah, media dan rekreasi syariah, farmasi halal, dan kosmetik halal.
Krisis ekonomi yang kerap terjadi pada beberapa dekade terakhir menurut penulis tidak lepas dari sistem ekonomi yang menerapkan bunga, gharar, dan juga judi (maysir). Selain itu, komitmen terhadap moral juga seringkali terabaikan (moral hazard). Hal ini tidak lepas dari ketamakan dari para pelaku ekonomi untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya tanpa mengindahkan moral.
Oleh karena itu, hal fundamen dan esensial yang membedakan antara ekonomi kapital dengan ekonomi Islam terdapat pada nilai dan moral. Ekonomi kapitalis berorientasi pada profit semata tanpa batasan agama, sedangkan ekonomi Islam menjadikan titah ilahi sebagai fundamen agar kegiatan ekonomi tetap memberikan rasa adil, seimbang, dan bermakna. Dalam kondisi kerapuhan sistem ekonomi global yang kerap mengalami krisis akibat riba, spekulasi, dan ketamakan, ekonomi Islam mencoba hadir kembali sebagai alternatif yang lebih beretika, berkeadilan, dan berorientasi pada kemaslahatan umat manusia.(St.Diyar)
Referensi: Azharsyah Ibrahim, dkk, Pengantar Ekonomi Islam, 2021.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
