Opinion
Beranda » Berita » Shalat: Nafas Hati di Tengah Kesibukan

Shalat: Nafas Hati di Tengah Kesibukan

Ilustrasi shalat sebagai nafas hati di tengah kesibukan kota
Seorang pria bersujud di trotoar kota malam hari, di bawah cahaya lampu dan bintang.

Di tengah hiruk-pikuk hidup modern, shalat sering kali terasa sebagai jeda yang asing. Namun, justru di situlah letak rahmatnya. Shalat adalah nafas hati, ruang di mana manusia kembali menjadi hamba. Imam al-Ghazālī dalam karyanya al-Arba‘īn fī Uṣūl al-Dīn menegaskan, inti agama tidak hanya di akal yang berfikir, tetapi pada hati yang tunduk.

Imam al-Ghazālī (1058–1111 M) adalah seorang ulama besar, sufi, sekaligus pemikir. Beliau lahir di Ṭūs, Persia, dan digelari Ḥujjatul Islām karena kejernihan pandangannya. Karyanya, al-Arba‘īn fī Uṣūl al-Dīn, merangkum empat puluh dasar pokok agama, mulai dari akidah, ibadah, hingga akhlak, dengan bahasa yang menyentuh dan logika yang kokoh.

Saat Nafas Hati Menyala dalam Sujud

Bagi sebagian orang, shalat hanya gerakan tubuh. Namun, dalam pandangan al-Ghazālī, shalat adalah tiang utama yang menegakkan kehidupan batin.

الصلاةُ عمادُ الدين، ومِفتاحُ السعادةِ، وبها يَستضيءُ القلبُ بنورِ القُرب
“Shalat adalah tiang agama, kunci kebahagiaan. Dengannya hati bercahaya dengan nur kedekatan.”

Di sebuah mushalla kampung, saya pernah menyaksikan seorang kakek yang meski jalannya tertatih tetap tak pernah meninggalkan shalat berjamaah. Seolah napasnya disambung oleh sujud. Di tengah keletihan, wajahnya justru teduh. Saya jadi berpikir: mungkin inilah makna “cahaya kedekatan” yang ditulis Imam al-Ghazālī.

Bahaya Sinkretisme dan Pluralisme Agama

Suara Batin yang Menjadi Pengingat

Shalat bukan sekadar kewajiban. Ia adalah pagar agar manusia tidak hanyut dalam arus keserakahan.

مَن لَم تُنهِهِ صلاتُهُ عن الفحشاءِ والمنكرِ، فليُراجعْ نفسَهُ في إخلاصِها
“Barangsiapa shalatnya belum mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, hendaklah ia meninjau kembali keikhlasannya.”

Di kota besar, sering kita dengar orang berkata:
“Shalatnya rajin, tapi kok korupsinya jalan terus?”
“Mungkin ia hanya shalat di bibir, belum sampai ke hati.”

Dialog semacam itu bukan sekadar kritik sosial, melainkan cermin. Shalat yang benar seharusnya menanamkan rasa malu berbuat zalim.

Kehidupan Tanpa Jiwa Jika Hilang Kekhusyukan

Bayangkan shalat tanpa khusyuk. Tubuh menunduk, tetapi hati berkelana ke pasar, kantor, atau gawai. Al-Ghazālī menyebutnya hanya kulit tanpa isi.

Jeritan Korban Malapetaka Banjir Aceh

الخُشوعُ روحُ الصلاة، وبدونِه تكونُ الصلاةُ صورةً بلا حياة
“Khusyuk adalah ruh shalat. Tanpanya, shalat hanyalah rupa tanpa kehidupan.”

Di tengah gawai yang selalu berbunyi, khusyuk terasa mahal. Namun justru karena itu, ia menjadi obat. Penelitian psikologi modern (Harvard, 2016) menunjukkan bahwa latihan mindfulness dapat mengurangi stres hingga 40%. Bukankah khusyuk dalam shalat adalah mindfulness versi wahyu?

Ada saat ketika seseorang benar-benar merasakan manisnya shalat. Saat itu, dunia terasa kecil, hanya ada Dia dan hamba.

إذا ذاق العبدُ حلاوةَ الصلاةِ، لم يَلتفتْ قلبُهُ إلى لذّةٍ سواها
“Jika seorang hamba merasakan manisnya shalat, maka hatinya tidak lagi menoleh pada kenikmatan selainnya.”

Seorang sahabat bercerita: “Aku baru benar-benar paham shalat setelah kehilangan ayah. Sujud panjang jadi satu-satunya tempat aku bisa menangis tanpa malu.” Kata-kata itu membuat saya diam. Shalat bukan lagi kewajiban, melainkan pelukan.

Points Rektor UGM dan Kisah Politik Ijazah Jokowi

Shalat adalah nafas hati. Tanpanya, hati sesak oleh debu dunia.
Shalat adalah pagar diri. Ia menjaga kita dari kerusakan moral.
Shalat adalah ruang teduh. Di sanalah kita menemukan rasa pulang.

Langkah Praktis

  1. Sisihkan 2 menit sebelum shalat untuk menenangkan pikiran, menarik nafas, dan menghadirkan niat.
  2. Gunakan satu ayat yang benar-benar dihayati dalam bacaan, bukan sekadar dilafalkan.
  3. Setelah salam, duduklah sejenak. Rasakan syukur bahwa kita masih diberi kesempatan menyembah.

Penutup

Shalat bukan sekadar kewajiban lima kali sehari. Ia adalah nafkah batin yang menyalakan hidup. Di tengah kesibukan, mari kita jaga napas hati ini.

اللهم اجعلنا من المحافظين على الصلاة، المخلصين فيها، الراكعين الساجدين لك وحدك.

Apakah hati kita sudah merasakan manisnya shalat, atau masih sekadar gerakan yang kering?

 

* Sugianto al-jawi

Budayawan kontemporer Tulungagung


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement