Ekonomi
Beranda » Berita » Pedagang dalam Pandangan Islam: Antara Profesi, Etika, dan Keberkahan

Pedagang dalam Pandangan Islam: Antara Profesi, Etika, dan Keberkahan

Pedagang Muslim
Ilustrasi pedagang muslim. Foto: Meta AI

SURAU.CO. Pernyataan Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar tentang profesi guru sempat menjadi sorotan publik. Dalam sebuah video yang viral, beliau mengucapkan, “Kalau mau cari uang, jangan jadi guru, jadi pedaganglah.” Ucapan ini langsung memancing beragam reaksi. Banyak yang menilai seakan pernyataan tersebut merendahkan profesi guru. Alih-alih membuat guru lebih sejahtera secara ekonomi, Menag dinilai nirempati dalam kondisi ekonomi semakin sulit. Pemerintah hanya membujuk guru dengan label pekerjaan mulia. Menyadari hal itu, Nasaruddin kemudian memberi klarifikasi dan menyampaikan permintaan maaf, dengan menegaskan bahwa beliau sama sekali tidak bermaksud merendahkan martabat guru.

Namun dari polemik tersebut muncul pertanyaan yang lebih mendasar: Bagaimana Islam memandang pekerjaan sebagai pedagang?

Pedagang dalam Islam di Era Modern

Islam memandang profesi pedagang bukan sekadar cara untuk mencari nafkah, tetapi juga sebagai jalan ibadah. Seorang pedagang muslim tidak hanya mengejar keuntungan materi, tetapi juga mencari ridha Allah dengan mempraktikkan nilai-nilai kejujuran, amanah, dan ketakwaan.

Rasulullah ﷺ sendiri memberikan panduan jelas dalam hal ini. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah, dan ambillah yang baik dalam mencari rezeki. Ambillah yang halal dan tinggalkan yang haram.” (HR. Al-Hakim, no. 2136)

Hadis ini menegaskan bahwa mencari rezeki bukanlah perkara bebas tanpa aturan, melainkan harus tunduk pada koridor halal dan haram. Dengan kata lain, berdagang dalam Islam bukan hanya aktivitas ekonomi, tetapi juga sarana mendekatkan diri kepada Allah.

Riyadus Shalihin: Antidot Ampuh Mengobati Fenomena Sick Society di Era Modern

Islam melarang umatnya berdagang dengan cara-cara yang dilarang syariat. Dalam berdagang, seorang pedagang muslim hendaklah mengedepankan etika Islam berdasarkan ketakwaan kepada Allah SWT. Jika seseorang melakukan segala sesuatu atas dasar takwa, maka ia akan berjalan sesuai perintah Allah SWT dan berada dalam kebenaran.

Di era modern, praktik perdagangan semakin kompleks. Persaingan bisnis yang ketat sering membuat sebagian orang tergoda melakukan kecurangan. Fenomena riba, manipulasi harga, penipuan kualitas barang, hingga memasarkan produk haram, makin sering kita jumpai.

Padahal, Islam menuntut pedagang untuk menjaga amanah. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman, “… Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.” (QS. Al-An’am: 152)

Ayat ini menegaskan bahwa kejujuran dalam berdagang bukanlah pilihan, melainkan kewajiban. Tanpa integritas, sebuah perdagangan hanya akan menjerumuskan pelakunya pada kerugian di dunia maupun akhirat. Islam menuntut umatnya agar amanah dalam berdagang, jujur dan adil.

Teladan dari Generasi Emas Islam

Jika kita menengok sejarah, para pedagang muslim di era keemasan Islam memiliki karakter luar biasa. Mereka tidak hanya berdagang untuk mencari keuntungan, tetapi juga menjaga martabat agama. Inilah yang membuat masyarakat saat itu hidup dalam suasana damai, penuh kepercayaan, dan jauh dari penipuan.

Budaya Hustle Culture vs Berkah: Meninjau Ulang Definisi Sukses

Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, misalnya, dikenal sangat tegas terhadap kecurangan di pasar. Ia pernah melakukan inspeksi terhadap pedagang susu yang mencampurkan air ke dalam dagangannya. Umar juga pernah menjatuhkan hukuman cambuk kepada seorang yang memalsukan stempel baitul maal (kas negara) demi meraih keuntungan haram dari tindakan penipuan tersebut. Umar mencambuk pelakunya di hari pertama 100 kali cambuk, berikutnya berikutnya 100 kali cambuk dan di hari ketiga juga 100 kali cambuk” ( Al Hisbah Fil Islam , karya Ibnu Taimiyah)

Demikian pula Khalifah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Beliau rutin berkeliling pasar sambil mengingatkan pedagang agar bertakwa kepada Allah dan berdagang dengan cara yang adil. Ia menegaskan, “Sempurnakanlah takaran dan timbangan, jangan curang!” (Ath-Thabaqat al-Kubra).

Ketegasan para khalifah ini menunjukkan bahwa pasar dalam Islam bukan sekadar ruang ekonomi, melainkan juga arena menjaga moral dan etika. Pemimpin yang tegas menegakkan prinsip Islam dalam berdagang, akan membawa pedagang ke  kebahagiaan dunia dan akhirat. Ulama mengajak muslim berdagang dengan ilmu, agar selamat dunia akhirat. Para ulama klasik menaruh perhatian besar pada persoalan perdagangan.

Imam Malik, misalnya, pernah memerintahkan agar penguasa mengumpulkan seluruh pedagang dan orang-orang pasar. Untuk kemudian menguji pengetahuan para pedagang tentang hukum jual beli, halal dan haram. Jika ada yang tidak memahami halal dan haram dalam muamalat, ia dilarang berdagang sampai mempelajarinya dan mengerti. (Tanbih Al-Ghafilin)

Kebijakan ini mengandung pesan penting, bahwa berdagang tanpa ilmu sama saja dengan membuka pintu pada kezaliman. Sebab tanpa pemahaman tentang riba, gharar (ketidakjelasan), dan praktik curang lainnya, seorang pedagang bisa saja terjerumus dalam dosa besar.

Generasi Sandwich dan Birrul Walidain: Mengurai Dilema dengan Solusi Langit

Relevansi bagi Pedagang Muslim Masa Kini

Di tengah derasnya arus kapitalisme global, pedagang muslim dituntut untuk lebih berhati-hati. Keuntungan finansial memang penting, tetapi keberkahan jauh lebih bernilai.

Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidaklah seseorang makan makanan yang lebih baik daripada hasil kerja tangannya sendiri. Dan Nabi Daud ‘alaihissalam makan dari hasil kerja tangannya sendiri.” (HR. Bukhari, no. 2072)

Hadis ini menegaskan bahwa nafkah halal hasil usaha sendiri, termasuk berdagang, adalah bentuk kemuliaan. Namun syaratnya jelas, bahwa perdagangan harus dijalankan dengan akhlak mulia, bukan dengan cara licik atau merugikan orang lain.

Allah SWT menempatkan pedagang yang jujur dan amanah bersama nabi di akhirat kelak. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ, “Pedagang yang jujur lagi amanah akan bersama para nabi, shiddiqin, dan syuhada.” (HR. Tirmidzi, no. 1209 – Hasan) Hadis ini memberikan motivasi bahwa pedagang yang menjaga kejujuran dan amanah memiliki kedudukan sangat tinggi di sisi Allah.

Harta yang diperoleh dari jalan halal akan membawa keberkahan. Sebaliknya, harta yang didapat dari jalan haram hanya akan mendatangkan petaka. Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata: “Setiap harta yang tidak menopang ibadah kepada Allah, tetapi digunakan untuk maksiat dan mendatangkan murka-Nya, bahkan tidak dimanfaatkan untuk menunaikan hak Allah dan kewajiban agama, maka harta itu tercela.” (Jami’ Bayan al-‘Ilm, Juz 2, hal. 26)

Dari sini kita belajar bahwa tujuan berdagang bukan semata mengumpulkan harta, melainkan mencari keberkahan hidup. Pedagang muslim sejati akan menempatkan takwa sebagai kompas dalam setiap transaksinya.

Meneladani Rasulullah dalam Berdagang

Sejarah mencatat bahwa Rasulullah ﷺ sendiri adalah seorang pedagang sebelum diangkat menjadi nabi. Beliau dikenal dengan julukan Al-Amin (yang terpercaya) karena kejujuran dan amanahnya dalam berniaga. Keberhasilan beliau bukan semata karena strategi bisnis, tetapi karena akhlak yang luhur.

Seorang pedagang muslim hendaknya meneladani prinsip Rasulullah ﷺ yaitu jujur, adil, amanah, dan menjauhi segala bentuk kecurangan. Dengan demikian, perdagangan bukan hanya sumber nafkah, tetapi juga menjadi sarana ibadah dan jalan menuju keberkahan.

Maka, menjawab polemik yang muncul, profesi pedagang bukanlah profesi rendah. Sebaliknya, ia adalah salah satu profesi mulia yang jika dijalankan dengan benar, dapat mengantarkan seorang muslim pada derajat tinggi di sisi Allah. Yang membedakan bukanlah profesinya, melainkan niat, akhlak, dan cara menjalankannya.

Wallahu a’lam.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement