Opinion
Beranda » Berita » Ketika Cinta Menjadi Kompas, Semua Jalan Menuju Allah

Ketika Cinta Menjadi Kompas, Semua Jalan Menuju Allah

Ilustrasi taman hati bercahaya, menandakan cinta Ilahi sebagai kompas
Ilustrasi taman hati bercahaya, dijaga oleh cahaya cinta Ilahi, melambangkan perjalanan spiritual menuju Allah

Cinta, ketika menjadi kompas hati, mengarahkan setiap langkah menuju Allah. Dalam Qūt al-Qulūb, Abu Thalib al-Makki menekankan bahwa hati manusia ibarat kapal yang hanya akan selamat bila layarnya dikibarkan oleh cinta kepada Sang Pencipta. Selain itu, Abu Thalib al-Makki, ulama dan sufi abad ke-4 H yang lahir di Baghdad, dikenal dengan karya monumental ini, yang menyingkap seluk-beluk hati dan menekankan pentingnya ketulusan, zikir, dan kesadaran diri.

Di tengah realitas sosial Indonesia, di mana hiruk-pikuk kota dan kesibukan hidup membuat banyak hati tersesat dalam keserakahan dan kesedihan, kisah sederhana seperti Ibu Fatimah, guru taman kanak-kanak di Yogyakarta, menjadi pengingat. Setiap kali ia memulai pelajaran dengan doa dan senyum tulus, ia merasa hatinya selaras, dan murid-murid pun merasakan kehangatan itu.

Hati Sebagai Kompas Cinta Ilahi

Abu Thalib al-Makki menulis:

القَلْبُ يَسِيرُ بِالحُبِّ وَيَسْتَقِيمُ بِالذِّكْرِ
“Hati berjalan dengan cinta dan menjadi lurus dengan zikir.”

Frasa ini menegaskan bahwa cinta pada Allah adalah energi penggerak utama dalam hidup. Dengan demikian, fenomena sosial membuktikan, orang yang menempatkan cinta Ilahi sebagai kompasnya cenderung lebih sabar, lebih peduli terhadap sesama, dan mampu menyeimbangkan hidup antara dunia dan akhirat. Lebih jauh lagi, riset psikologi religius juga menunjukkan bahwa orang yang rutin berzikir dan menginternalisasi cinta Ilahi mengalami tingkat stres lebih rendah dan kepuasan hidup lebih tinggi.

Bahaya Sinkretisme dan Pluralisme Agama

“Bu, kenapa Bapak selalu tersenyum saat doa Maghrib?” tanya putrinya.
“Karena hatinya dipenuhi cinta kepada Allah, nak. Semua jalan terasa ringan,” jawab sang ibu sambil menatap langit sore.

Menyucikan Hati dari Debu Dunia

Seperti halnya kompas yang harus bebas dari karat agar menunjukkan arah dengan tepat, hati juga perlu dibersihkan dari noda keserakahan, iri, dan kemarahan. Abu Thalib al-Makki menasihati:

وَاجْعَلِ القَلْبَ نَقِيًّا لِتَسْتَقِيمَ رُوحُكَ
“Jadikan hati bersih agar rohmu lurus.”

Dalam kehidupan modern, khususnya di kota-kota besar Indonesia, kita sering tergoda dengan hiruk-pikuk media sosial dan materialisme. Namun, di sisi lain, menanamkan kebaikan sederhana—menolong tetangga, berbagi makanan, atau sekadar senyum ikhlas—adalah cara menyucikan hati dari debu dunia.

Langkah Praktis: Membersihkan Hati Setiap Hari

  • Pertama, mulai pagi dengan zikir: “Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar.”

    Filosofi Bathok Bolu Isi Madu: Kemuliaan Hati di Balik Kesederhanaan

  • Kedua, catat satu sifat negatif yang muncul kemarin, dan niatkan untuk memperbaikinya hari ini.

  • Ketiga, lakukan satu aksi nyata untuk menumbuhkan cinta—senyum, doa, atau sedekah.

Zikir Sebagai Jalan Menuju Ketenangan

Abu Thalib al-Makki menegaskan:

الذِّكْرُ نُورٌ يَنْفُذُ إِلَى أَعْمَاقِ القُلُوبِ
“Zikir adalah cahaya yang menembus relung terdalam hati.”

Oleh karena itu, hati yang dipenuhi zikir akan memancarkan kedamaian. Di banyak pesantren Indonesia, santri diajarkan untuk menyebut nama Allah berulang kali, bahkan di tengah pekerjaan sehari-hari. Pada akhirnya, mereka menyadari, setiap lafaz adalah siraman yang menumbuhkan kesabaran dan keikhlasan.

Jeritan Korban Malapetaka Banjir Aceh

“Kak, kenapa kamu selalu tampak tenang walau pekerjaan menumpuk?” tanya adik kelas.
“Karena setiap langkahku ditemani zikir, hatiku tidak tersesat,” jawab sang kakak dengan senyum lembut.

Cinta yang Menjadi Jembatan

Cinta kepada Allah tidak hanya menyucikan hati, tetapi juga menjembatani hubungan manusia dengan sesamanya. Abu Thalib al-Makki menulis:

مَنْ أَحَبَّ اللهَ أَحَبَّ النَّاسَ بِحَقٍّ
“Barang siapa mencintai Allah, niscaya mencintai manusia dengan benar.”

Buktinya, fenomena sosial nyata terlihat pada banyak relawan bencana di Indonesia. Mereka bekerja tanpa pamrih, bukan demi penghargaan dunia, tetapi karena cinta Ilahi yang menggerakkan hati. Dengan kata lain, cinta inilah yang menuntun mereka menemukan kebahagiaan sejati.

Menutup Hati dari Gelap, Membuka Cahaya Cinta

Abu Thalib al-Makki mengingatkan:

أَغْلِقِ بَابَ القَلْبِ عَنِ الشَّهَوَاتِ وَافْتَحْهُ لِلرَّحْمَةِ وَالحُبِّ
“Tutuplah pintu hati dari hawa nafsu, dan bukalah untuk rahmat serta cinta.”

Hidup adalah perjalanan menata hati. Setiap doa, setiap zikir, dan setiap perbuatan baik, adalah langkah menapaki jalan menuju Allah. Akhirnya, ketika cinta menjadi kompas, semua jalan terasa lurus, dan hati menjadi taman yang damai dan subur.

Ya Allah, jadikan cintaku sebagai kompas, zikirku sebagai air, dan hatiku sebagai taman yang selalu memancarkan cahaya-Mu. Amin.

* Sugianto al-jawi

Budayawan kontemporer Tulungagung


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement