Opinion
Beranda » Berita » Tawakal: Berlayar di Samudra, Tanpa Takut Tenggelam

Tawakal: Berlayar di Samudra, Tanpa Takut Tenggelam

Perahu kecil berlayar di samudra luas dengan cahaya bulan
Ilustrasi perjalanan hidup manusia yang berlayar dengan tawakal, tak gentar meski laut luas.

Tawakal adalah berlayar di samudra luas, tanpa takut tenggelam, sebab layar hati dikembangkan oleh doa dan angin keyakinan ditiupkan oleh Allah. Dalam kehidupan masyarakat kita, banyak orang merasakan badai: ekonomi yang tidak menentu, bencana alam, bahkan keresahan batin. Namun, siapa yang memeluk tawakal, ia seperti pelaut yang tidak gentar, karena tahu samudra ini bukan miliknya, melainkan milik Sang Pemilik Lautan.

Abu Thalib al-Makki, ulama besar abad ke-10, lahir di Makkah dan wafat di Baghdad tahun 386 H, menulis kitab monumental Qūt al-Qulūb fī Muʿāmalat al-Maḥbūb wa Waṣf Ṭarīq al-Murīd ilā Maqām al-Tawḥīd. Karya ini membimbing manusia untuk berjalan menuju Allah melalui syukur, sabar, zikir, dan tawakal. Ia menekankan bahwa tawakal adalah tanda keutuhan iman: menyerahkan urusan kepada Allah tanpa mengurangi usaha.

Ombak Tak Pernah Diam, Tapi Hati Bisa Tenang

Di kampung nelayan, seorang bapak tua berkata pada saya, ketika perahunya pernah hampir karam:

“Kalau aku hanya bergantung pada kayu perahu ini, mungkin aku sudah mati. Tapi aku bersandar pada Gusti. Itu yang membuatku pulang.”

Kalimat sederhana itu seperti kompas. Tawakal bukan berarti pasif, melainkan sadar bahwa daya manusia terbatas, dan pada akhirnya penentu hanyalah Allah.

Bahaya Sinkretisme dan Pluralisme Agama

Abu Thalib al-Makki menulis:

اَلتَّوَكُّلُ تَركُ الاِعْتِمادِ عَلَى النَّفْسِ، وَالاِعْتِمادُ عَلَى اللهِ فِي كُلِّ حَالٍ

“Tawakal adalah meninggalkan ketergantungan pada diri sendiri, dan bersandar sepenuhnya kepada Allah dalam setiap keadaan.”

Samudra Kehidupan dan Angin Takdir

Al-Qur’an mengingatkan:

وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Jeritan Korban Malapetaka Banjir Aceh

“Barangsiapa bertawakal kepada Allah, maka Allah akan mencukupkannya.”

(QS. At-Thalaq: 3).

Ayat ini seperti jangkar. Ia mengajarkan bahwa ketenangan bukan terletak pada hasil, melainkan pada kepercayaan total kepada Allah.

Dalam Qūt al-Qulūb, Abu Thalib menulis:

اَلتَّوَكُّلُ بَابٌ عَظيمٌ مِنْ أَبوابِ اليَقينِ، لا يَفتَحُهُ اللهُ إِلّا لِمَنْ أَحَبَّهُ

Points Rektor UGM dan Kisah Politik Ijazah Jokowi

“Tawakal adalah pintu agung dari pintu-pintu keyakinan. Allah tidak membukanya kecuali untuk orang yang dicintai-Nya.”

Renungan di Jalanan Kota

Di tengah kemacetan Jakarta, seorang teman bercerita,
“Aku sudah melamar kerja puluhan kali. Rasanya lelah. Tapi kalau tidak tawakal, mungkin aku sudah putus asa.”

Saya terdiam. Tawakal memang membuat manusia tidak kehilangan arah, meski peta hidupnya belum jelas. Seperti perahu yang terapung, tetap yakin akan sampai ke dermaga, sebab laut ini tidak liar bagi yang percaya pada Sang Pencipta.

Abu Thalib al-Makki menegaskan:

مَنْ تَوَكَّلَ عَلَى اللهِ فَهُوَ فِي ضَمانِ اللهِ، لا يَضُرُّهُ مَا أَصابَهُ

“Siapa yang bertawakal kepada Allah, ia berada dalam jaminan Allah; tidak akan mencelakakannya apa pun yang menimpanya.”

Menambatkan Hati pada Tawakal

  1. Niatkan setiap usaha sebagai ibadah, bukan hanya mencari hasil.
  2. Setelah berusaha maksimal, serahkan hasil pada Allah dengan doa.
  3. Ucapkan Hasbunallahu wa ni‘mal wakil setiap kali rasa cemas datang.
  4. Latih hati menerima takdir dengan lapang, meski berbeda dari rencana.
  5. Tawakal Sebagai Obat Kecemasan Modern

Psikologi modern menyebut bahwa stres muncul dari rasa ingin mengontrol semua hal. Padahal, penelitian (Carver & Scheier, 2014) menunjukkan, menerima keterbatasan dan menyerahkan pada “kekuatan yang lebih besar” menurunkan kecemasan. Tradisi Islam sudah lebih dulu mengajarkannya lewat tawakal.

Abu Thalib al-Makki menulis dengan penuh hikmah:

مَنْ صَحَّ تَوَكُّلُهُ عَلَى اللهِ، كَفاهُ اللهُ كُلَّ أَمْرٍ

“Siapa yang benar tawakalnya kepada Allah, Allah akan mencukupkan segala urusannya.”

Tawakal bukan perahu tanpa dayung, juga bukan kapal tanpa arah. Ia adalah layar yang mengembang di bawah angin kasih Tuhan. Dengan tawakal, hati menjadi pelabuhan yang teduh.

Semoga kita diberi kekuatan untuk berlayar di samudra kehidupan dengan tawakal, tanpa takut tenggelam. Karena di tangan-Nya ada dermaga yang kita tuju.

اللهم ارزقنا حسن التوكل عليك، وامنحنا السكينة في طاعتك، والرضا بقضائك

(Amin. Ya Allah, anugerahkan kami ketawakkalan yang indah kepada-Mu, ketenangan dalam ketaatan-Mu, dan keridhaan terhadap ketentuan-Mu).

Apakah hati kita sudah cukup berani untuk benar-benar menyerahkan kemudi hidup kepada-Nya?

 

* Sugianto al-jawi

Budayawan kontemporer Tulungagung


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement