Opinion
Beranda » Berita » Cinta Allah: Lautan yang Menenggelamkan Segala Ego

Cinta Allah: Lautan yang Menenggelamkan Segala Ego

samudra luas bercahaya sebagai simbol cinta Allah yang menenggelamkan ego
Ilustrasi lautan cinta Allah yang menenggelamkan ego manusia.

Cinta Allah bukan sekadar perasaan yang bersemayam di hati. Ia adalah samudra luas, tempat segala ego, ambisi, dan kesombongan tenggelam hingga lenyap. Dalam kitab Qūt al-Qulūb, Abu Thalib al-Makki (w. 996 M), seorang sufi besar kelahiran Makka yang kemudian berkiprah di Basrah dan Baghdad, menjelaskan cinta Allah sebagai inti dari perjalanan ruhani. Karyanya yang monumental ini bukan hanya membicarakan ibadah lahiriah, tetapi juga bagaimana cinta, lapar, dzikir, dan keikhlasan menyalakan pelita batin manusia.

Bagi Abu Thalib, cinta kepada Allah adalah sumber segala gerak. Tanpa cinta, ibadah hanya menjadi kebiasaan mekanis; dengan cinta, setiap amal berubah menjadi doa yang bergetar hingga ke langit.

Hati yang Terbakar oleh Api Kasih

Dalam Qūt al-Qulūb, Abu Thalib menulis:

المحبة نار في القلب، إذا أضاءت أحرقت ما سوى الله

“Cinta adalah api di dalam hati. Jika ia menyala, ia membakar segala sesuatu selain Allah.”

Bahaya Sinkretisme dan Pluralisme Agama

Betapa sering kita melihat fenomena sosial di Indonesia: orang bekerja keras, membangun rumah, mengumpulkan harta, namun tetap merasa hampa. Itu karena api cinta dalam hati belum dinyalakan. Banyak orang mengejar cinta sesama manusia, tapi melupakan cinta utama yang justru memberi makna pada semua cinta lainnya.

Seorang kawan pernah berkata di warung kopi kecil,
Kawan: “Aku capek mengejar dunia, tapi tetap kosong.”
Saya: “Mungkin kau butuh lautan cinta Allah, bukan hanya riak gelombang dunia.”

Samudra yang Tak Bertepi

Abu Thalib menggambarkan cinta Allah sebagai lautan tanpa batas:

المحبون غرقى في بحر المحبة، لا يرون سواه

“Orang-orang yang mencintai Allah tenggelam di samudra cinta, hingga tak melihat selain-Nya.”

Jeritan Korban Malapetaka Banjir Aceh

Puisi ini terasa hidup bila kita menengok kehidupan para wali di Nusantara. Sunan Kalijaga, misalnya, rela berbaur dengan rakyat, menyamarkan dirinya dalam pakaian biasa, karena cintanya kepada Allah telah menenggelamkan egonya. Ia tak lagi mencari pengakuan pribadi, hanya ingin menyebarkan cahaya.

Begitu pula masyarakat pedesaan yang dengan sederhana berbagi nasi bungkus kepada tetangga. Itu bukan sekadar amal, melainkan gema cinta Allah yang mengalir dalam tindakan nyata.

Ketika Ego Melebur dalam Dzikir

Ego manusia sering menjadi penghalang dalam perjalanan batin. Namun Abu Thalib menulis:

من أحب الله لم يبق لنفسه نصيباً، بل فني عن هواه

“Siapa yang mencintai Allah, ia tidak menyisakan bagian bagi dirinya sendiri, bahkan ia lenyap dari hawa nafsunya.”

Points Rektor UGM dan Kisah Politik Ijazah Jokowi

Dalam realitas sosial hari ini, kita bisa melihat bagaimana ego sering memecah belah masyarakat—mulai dari perselisihan politik hingga perpecahan keluarga. Namun dzikir dapat meleburkan ego. Orang yang terus mengingat Allah menemukan dirinya kecil di hadapan Yang Maha Besar, lalu ego itu larut seperti garam di lautan.

Cinta yang Menjadi Jalan Pulang

Abu Thalib juga menulis dengan penuh kelembutan:

بالمحبة يطمئن القلب، وبها يكون الوصول

“Dengan cinta hati menjadi tenteram, dan dengannya pula tercapai tujuan akhir.”

Ayat Al-Qur’an menguatkan pesan ini:

 الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

(“Orang-orang yang beriman dan hati mereka tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” – QS. Ar-Ra’d: 28).

Bukankah hidup kita, dengan segala kegaduhan media sosial dan hiruk pikuk ekonomi, sebenarnya sedang merindukan ketenteraman ini?

Apakah cinta kita kepada Allah sudah cukup untuk membakar ego?
Apakah hati kita sudah berani tenggelam di samudra-Nya, atau masih takut kehilangan perahu dunia?
Apakah kita sudah menjadikan cinta sebagai jalan pulang, atau masih sibuk mencari alamat yang salah?

Langkah Praktis Menyelami Cinta Allah

Perbanyak dzikir dengan hati – bukan sekadar lafaz di bibir, tapi bisikan yang menembus batin.

Sederhanakan hidup – ego tumbuh subur dalam kerakusan, sementara cinta Allah bersemi dalam kesederhanaan.

Berbuat baik tanpa pamrih – amal tanpa cinta mudah haus pujian, amal dengan cinta hanya mencari ridha-Nya.

Baca kisah para wali – karena hidup mereka adalah cermin nyata bagaimana cinta Allah melelehkan ego.

Cinta Allah adalah lautan yang menenggelamkan segala ego. Semoga hati kita selalu berlayar menuju samudra itu, tenggelam dengan tenang, dan akhirnya bersatu dengan cahaya-Nya.

اللَّهُمَّ اغْمُرْ قُلُوبَنَا فِي بَحْرِ مَحَبَّتِكَ، وَاغْرِقْ أَنْفُسَنَا فِي نُورِ قُرْبِكَ، وَنَجِّنَا مِنْ أَمْوَاجِ الْهَوَى

Ya Allah, tenggelamkan hati kami di lautan cinta-Mu, leburkan ego kami dalam cahaya kedekatan-Mu, dan selamatkan kami dari gelombang hawa nafsu.

Apakah kita siap membiarkan ego kita tenggelam, agar yang tersisa hanyalah cinta kepada-Nya?

 

* Sugianto al-jawi

Budayawan kontemporer Tulungagung


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement