Beranda » Berita » Di Balik Lapar Puasa, Ada Jamuan Rahasia dari Surga

Di Balik Lapar Puasa, Ada Jamuan Rahasia dari Surga

piring kosong bercahaya di atas sajadah sebagai simbol jamuan surga
Lapar puasa sebagai simbol kosongnya dunia, digantikan oleh jamuan ilahi yang tak terlihat mata.

Puasa selalu menghadirkan rasa lapar dan dahaga. Namun, kitab Qūt al-Qulūb karya Abu Thalib al-Makki mengajarkan bahwa lapar bukan sekadar menahan diri, melainkan pintu menuju jamuan rahasia dari surga. Abu Thalib al-Makki—seorang sufi abad ke-10, lahir di Makka dan banyak menimba ilmu di Basrah—menulis karya ini dengan napas panjang tasawuf, fiqih, dan akhlak. Karyanya mengajarkan bahwa manusia tidak hidup hanya dengan makanan jasmani, tetapi juga dengan nutrisi batin yang lahir dari iman, dzikir, dan sabar.

Ia menegaskan, lapar adalah obat yang menyehatkan jiwa. Ketika perut dikosongkan, hati menjadi lapang, pikiran jernih, dan pintu langit terbuka.

Lapar yang Menyuburkan Hati

Abu Thalib menulis dalam Qūt al-Qulūb:

“الجوع مفتاح الطاعة، وسدّ باب المعصية”

“Lapar adalah kunci ketaatan, dan penutup pintu maksiat.”

Kitab Fathul Mu’in: Pilar Fikih Syafi’i yang Terus Hidup di Dunia Pesantren

Di Indonesia, fenomena sosial ini tampak nyata di bulan Ramadan. Jalanan sepi di siang hari, warung-warung menutup setengah tirai, suasana menjadi lebih tenang. Lapar menciptakan ruang untuk menahan diri. Bahkan riset modern dari Harvard Medical School menyebutkan bahwa intermittent fasting mampu meningkatkan fokus, memperbaiki metabolisme, dan memperkuat sistem imun. Bukankah ini selaras dengan ajaran tasawuf tentang lapar?

Jamuan yang Tak Terlihat oleh Mata

Puasa bukan hanya mengosongkan perut, melainkan mengundang hidangan yang tak tampak. Abu Thalib menulis:

“للصائم طعام من القرب، لا يجده الشبعان”

“Bagi orang yang berpuasa ada makanan dari kedekatan dengan Allah, yang tidak dirasakan oleh orang yang kenyang.”

Suatu malam, seorang teman berkata kepada saya selepas tarawih,
Teman: “Aneh ya, kita seharian lapar tapi hati ini justru tenang.”
Saya: “Karena kita sedang dijamu Allah dengan sesuatu yang tidak dimasak di dapur.”

Kitab Al-Hikam: Samudra Hikmah Tasawuf yang Menuntun Jiwa Menuju Allah

Jamuan itu adalah rasa damai, cinta yang mengalir, dan keberanian untuk menatap hidup dengan sabar.

Abu Thalib kembali menekankan:

“بالجوع يلين القلب، وبالشبع يقسو”

“Dengan lapar hati menjadi lembut, dengan kenyang hati menjadi keras.”

Realitas sosial di Indonesia hari ini menunjukkan betapa mudahnya manusia kehilangan kelembutan. Media sosial penuh caci maki, politik penuh amarah, bahkan keluarga bisa retak hanya karena perut kenyang tapi hati lapar kasih sayang.

Kitab Hikam al-Haddad: Permata Kebijaksanaan Mahabbah kepada Allah

Di sebuah pesantren kecil di Jawa Timur, saya pernah mendengar percakapan sederhana.
Santri: “Kiai, kenapa kita sering lapar di pondok?”
Kiai: “Karena lapar itu yang membuat kalian bisa menangis saat membaca doa. Kalau perut penuh, air mata sulit keluar.”

Rahasia Kekasih Allah dalam Menahan Lapar

Abu Thalib menulis dengan penuh kelembutan:

“من جاع لله ساعة، سقاه الله من شراب القرب”

“Siapa yang lapar karena Allah sesaat, Allah akan memberinya minuman dari kedekatan.”

Lapar yang ditujukan untuk Allah bukanlah penderitaan, tetapi jalan menuju perjamuan rahasia. Rasulullah ﷺ pun pernah bersabda:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: “لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ، فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ”

“Bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan: bahagia ketika berbuka, dan bahagia ketika berjumpa dengan Tuhannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Lapar kita selama ini, apakah  hanya menunggu adzan maghrib, atau sudah menjadi jalan menuju keheningan batin? Ataukah puasa kita sekadar rutinitas, atau telah mengundang jamuan cinta dari Allah? Apakah kita sudah membiarkan lapar melembutkan hati, atau justru menyimpannya sebagai beban?

Langkah Praktis Merawat Rasa Lapar

Niatkan lapar untuk Allah – bukan sekadar diet atau kebiasaan, tetapi ibadah.

Isi waktu lapar dengan dzikir – biarkan hati merasa kenyang oleh nama Allah.

Perbanyak doa di tengah lapar – karena doa dalam kelemahan lebih cepat menembus langit.

Sederhanakan berbuka – jangan gantikan lapar dengan kerakusan, sebab esensi puasa hilang bila berbuka berlebihan.

Lapar yang kita jalani adalah jembatan menuju jamuan surga. Semoga Allah melembutkan hati kita melalui rasa lapar, meneguhkan iman kita melalui rasa haus, dan menjamu kita kelak di surga dengan hidangan yang tak pernah terbayangkan.

اللَّهُمَّ اجْعَلْ جُوعَنَا فِي سَبِيلِكَ رَاحَةً لِقُلُوبِنَا، وَارْزُقْنَا مِنْ مَائِدَةِ الْجَنَّةِ مَا لَا عَيْنٌ رَأَتْ

Ya Allah, jadikanlah lapar kami di jalan-Mu sebagai ketenangan hati, dan anugerahkanlah kepada kami jamuan surga yang tak pernah dilihat mata.

Apakah kita siap menjaga lapar ini sebagai rahasia indah antara kita dan Allah?

 

* Sugianto al-jawi

Budayawan kontemporer Tulungagung


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement