Beranda » Berita » Hukum Allah Tidak Tunduk pada Lobi Politik

Hukum Allah Tidak Tunduk pada Lobi Politik

hukum Allah lebih tinggi dari lobi politik
Ilustrasi simbolik tentang kekuatan hukum Allah yang lebih tinggi dari permainan politik.

Frasa ini mengguncang hati, sebab kita sering menyaksikan aturan ilahi dipinggirkan demi kepentingan elite. Ibn Taimiyah dalam al-Siyāsah al-Syar‘iyyah menegaskan bahwa keadilan syariat berdiri di atas segala kepentingan, bahkan di atas kehendak penguasa.

Ketika Suara Rakyat Dibungkam oleh Meja Perundingan

Saya teringat kisah seorang kawan lama. Ia bekerja di lembaga kecil yang mengurus dana sosial. Berkali-kali keputusan yang sudah berpihak pada rakyat miskin diubah karena “arahan dari atas.”

Dengan nada getir ia bertanya,
“Kita sudah punya aturan jelas, kenapa masih harus berubah karena perintah politik?”

Atasannya hanya menjawab lirih,
“Begitulah kalau hukum kalah oleh lobi.”

Ibn Taimiyah memperingatkan dengan kalimat tajam:

Dari Utsman ke Ali: Dinamika Politik dan Etika Kekuasaan di Era Khulafaur Rasyidin

الشَّرْعُ الْمُطَهَّرُ فَوْقَ كُلِّ سُلْطَانٍ، وَمَنْ جَعَلَ السُّلْطَانَ فَوْقَ الشَّرْعِ فَقَدْ هَلَكَ وَأَهْلَكَ

“Syariat yang suci berada di atas segala kekuasaan. Barang siapa menempatkan kekuasaan di atas syariat, ia binasa dan membinasakan.”

Kata-kata ini seakan tamparan bagi kita yang kerap melihat hukum diperjualbelikan.

Bayang-Bayang Kekuasaan yang Menutupi Cahaya Keadilan

Dalam kehidupan sehari-hari, rakyat kecil sering menanggung akibat kompromi politik. Aturan tentang tanah, pajak, bahkan kesejahteraan publik bisa berubah mengikuti kepentingan elite. Padahal, menurut Ibn Taimiyah, hukum Allah hadir untuk melindungi manusia dari kezhaliman.

إِنَّ الْعَدْلَ قِوَامُ الدُّنْيَا، وَبِهِ تَسْتَقِيمُ أُمُورُ الْعِبَادِ

Adab Membaca Al-Qur’an, Zikir dan Shalawat: Menghidupkan Masjid dengan Ilmu Sunnah dan Politik Islam

“Sesungguhnya keadilan adalah penopang dunia, dengannya urusan manusia menjadi lurus.”

Artinya, ketika hukum bergeser demi politik, yang runtuh bukan hanya aturan, melainkan juga pilar keadilan sosial.

Keadilan tidak lahir dari meja lobi, melainkan dari keberanian menegakkan hukum Allah tanpa pandang bulu.

Luka yang Tumbuh dari Politik Tanpa Nurani

Transparency International (2022) mencatat bahwa mayoritas kasus korupsi di negara berkembang muncul dari state capture—kondisi ketika hukum dan kebijakan publik dikooptasi segelintir elite politik. Fenomena ini persis seperti peringatan Ibn Taimiyah berabad-abad lalu:

مَنْ تَحَاكَمَ إِلَى الْهَوَى أَضَاعَ الْحَقَّ وَأَذَلَّ الْعِبَادَ

Menjadi Muslim yang Peduli, Bukan Cuma Menghakimi Dilihat dari Kitab Riyadhus Shalihin

“Barang siapa berhukum kepada hawa nafsu, ia menelantarkan kebenaran dan merendahkan manusia.”

Dengan kata lain, ketika hukum tunduk pada lobi, rakyatlah yang menanggung luka paling dalam.

Jalan Sunyi bagi Pemimpin yang Jujur

Meski gelombang politik kerap bergolak, masih ada pemimpin yang memilih jalan sunyi: memegang teguh hukum Allah meski risiko kehilangan popularitas membayang.

Rasulullah ﷺ pernah bersabda:

“Sesungguhnya yang membinasakan umat sebelum kalian adalah, jika orang terpandang mencuri, mereka biarkan; jika orang lemah mencuri, mereka tegakkan hukum atasnya.” (HR. Bukhari-Muslim)

Ibn Taimiyah menulis:

عَلَى الْوَالِي أَنْ يُقِيمَ الْحُدُودَ عَلَى الْقَوِيِّ وَالضَّعِيفِ، وَلَا يُجَامِلَ فِي أَمْرِ اللَّهِ أَحَدًا

“Seorang pemimpin wajib menegakkan hukum atas yang kuat maupun yang lemah, dan tidak boleh menoleransi siapa pun dalam urusan Allah.”

Inilah prinsip keadilan sejati: hukum tidak tunduk pada wajah, nama, atau kedudukan.

Langkah Praktis

  • Ingatkan pemimpin dengan kritik sehat ketika hukum mulai diseret-seret.

  • Didik diri dan masyarakat agar berani menolak ketidakadilan.

  • Jangan ikut-ikutan memuja kekuasaan; hanya Allah yang patut ditaati sepenuhnya.

  • Teguhkan hati: hukum Allah adalah pagar kehidupan, bukan alat tawar-menawar.

Di zaman ketika lobi politik sering menenggelamkan suara nurani, kita perlu kembali yakin bahwa hukum Allah tidak tunduk pada siapa pun. Ia tetap menjadi mercusuar yang menuntun umat keluar dari kegelapan.

اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ

“Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami yang benar itu benar, dan berilah kami kekuatan untuk mengikutinya; tunjukkanlah yang batil itu batil, dan berilah kami kekuatan untuk menjauhinya.”

Mampukah kita menjaga hukum Allah tetap tegak, meski dunia terus menawarkan kompromi dan pujian palsu?

* Sugianto al-jawi

Budayawan kontemporer Tulungagung


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement