SURAU.CO – Kelahiran seorang anak adalah momen yang penuh dengan keajaiban dan syukur. Namun, terkadang takdir Allah menentukan lain. Seorang bayi terlahir jauh lebih awal dari waktunya. Inilah yang kita kenal sebagai kelahiran prematur. Peristiwa ini tidak hanya membawa tantangan medis dan emosional. Ia juga membuka sebuah lembaran fiqih yang sangat rinci. Islam, sebagai agama yang sempurna, telah memberikan tinjauan bayi prematur dalam Islam secara komprehensif. Panduan ini bukan hanya relevan, tetapi juga menyingkap sebuah keajaiban ilmiah dalam Al-Qur’an.
Memahami hukum seputar bayi prematur akan memberikan ketenangan bagi para orang tua. Ia juga akan menunjukkan betapa syariat Islam dibangun di atas fondasi ilmu, keadilan, dan rahmat yang sangat dalam. Simak tulisan berikut ini.
Pertama, Keajaiban Matematika Al-Qur’an
Jauh sebelum teknologi USG dan inkubator ditemukan, Al-Qur’an telah menetapkan batas minimum bagi kehidupan seorang janin. Batasan ini bukan spekulasi. Ia adalah hasil dari “matematika” wahyu. Sebuah kesimpulan yang didapat dari penggabungan dua ayat yang berbeda.
Ayat pertama menjelaskan tentang total masa kehamilan dan penyapihan. Allah SWT berfirman:
وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا
“Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan.” (QS. Al-Ahqaf: 15)
Ayat kedua secara spesifik menyebutkan durasi masa penyapihan (menyusui). Allah berfirman:
وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ
“Dan menyapihnya dalam dua tahun.” (QS. Luqman: 14)
Sekarang, mari kita lakukan perhitungan sederhana. Dua tahun sama dengan 24 bulan. Jika total masa mengandung dan menyapih adalah 30 bulan, dan masa menyapihnya sendiri adalah 24 bulan, maka:
30 bulan – 24 bulan = 6 bulan.
Inilah hasilnya. Al-Qur’an, 14 abad yang lalu, telah mengisyaratkan bahwa masa kehamilan minimum bagi seorang manusia untuk bisa bertahan hidup adalah enam bulan. Angka ini secara menakjubkan selaras dengan ilmu kedokteran modern. Dunia medis mengakui bahwa batas viabilitas (kemampuan janin untuk hidup di luar rahim) adalah sekitar 24 minggu, atau setara dengan enam bulan qamariyah.
Kedua, Implikasi Hukum bagi Sang Ibu
Penetapan enam bulan ini bukan sekadar informasi ilmiah. Ia memiliki implikasi hukum (fiqih) yang sangat penting. Terutama bagi seorang wanita dalam masa iddah (masa tunggu setelah cerai atau ditinggal wafat suami).
Di sinilah letak keadilan syariat. Apakah kelahiran prematur ini dianggap sebagai “kelahiran” yang sah secara hukum? Jawabannya bergantung pada kondisi janin yang keluar. Para ulama merincinya menjadi dua kondisi:
1. Jika Janin Menunjukkan Tanda Kehidupan atau Bentuk Manusia:
Jika bayi yang lahir prematur itu sempat menangis, bergerak, atau bernapas, maka ia dianggap sebagai manusia yang utuh. Begitu pula jika ia tidak menunjukkan tanda kehidupan, namun bentuk fisiknya sudah jelas sebagai manusia (memiliki kepala, tangan, kaki).
Dalam kondisi ini, maka statusnya adalah “kelahiran”. Akibat hukumnya adalah:
-
Masa iddah sang ibu seketika berakhir.
-
Darah yang keluar setelah itu adalah darah nifas.
-
Bayi tersebut (jika meninggal) wajib diurus jenazahnya seperti orang dewasa.
2. Jika yang Keluar Belum Berbentuk Manusia:
Jika yang keluar hanyalah gumpalan darah (‘alaqah) atau segumpal daging (mudghah) yang belum jelas bentuk manusianya, maka ini tidak dianggap sebagai kelahiran. Akibat hukumnya:
-
Masa iddah sang ibu terus berlanjut.
-
Darah yang keluar dianggap sebagai darah istihadhah (darah penyakit), bukan nifas.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menegaskan:
“Jika seorang wanita melahirkan janin yang sudah jelas berbentuk manusia, maka darah yang keluar setelahnya adalah darah nifas. Dan masa iddah-nya pun selesai.”
Ketiga, Perspektif Spiritual dan Pahala
Di luar aspek hukum, kelahiran prematur adalah sebuah ujian iman. Ia adalah manifestasi dari Qudrah (Kuasa) Allah. Sebuah pengingat betapa rapuhnya kehidupan manusia. Bagi orang tua yang diuji dengan kondisi ini, ada ladang pahala yang sangat luas.
Kesabaran dalam merawat anak yang membutuhkan perhatian khusus. Keridhaan jika takdir Allah menentukan sang anak harus kembali lebih dulu. Semua ini adalah gerbang menuju derajat yang tinggi di sisi Allah. Rasulullah SAW bahkan menjanjikan bahwa anak-anak yang meninggal mendahului orang tuanya akan menjadi penolong. Mereka akan menarik orang tuanya masuk ke dalam surga.
Dalam Setiap Takdir, Ada Hikmah
Pada akhirnya, tinjauan bayi prematur dalam Islam mengajarkan kita sebuah pelajaran yang komprehensif. Syariat memberikan kita kepastian hukum yang adil. Al-Qur’an memberikan kita isyarat ilmiah yang menakjubkan. Dan takdir memberikan kita ladang untuk memanen pahala kesabaran.
Dalam setiap peristiwa, sekecil apa pun, selalu ada hikmah bagi orang-orang yang mau berpikir. Termasuk dalam denyut kehidupan seorang janin yang terlahir sebelum waktunya.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
