Politik sebagai Ladang Amanah
Politik sering dipandang sinis: panggung sandiwara, penuh tipu daya dan janji kosong. Namun, Ibn Taimiyah dalam al-Siyāsah al-Syar‘iyyah mengingatkan bahwa politik sejatinya adalah amanah. Ia ibarat ladang tempat menanam kebaikan, bukan sekadar arena perebutan kursi. Keadilan, amar ma‘ruf nahi munkar, serta keberanian menjaga rakyat merupakan inti politik dalam pandangan Islam.
Janji yang Terucap, Amanah yang Dipertaruhkan
Di sebuah warung kopi, seorang bapak paruh baya berkata lirih kepada kawannya:
“Setiap musim pemilu, janji itu datang seperti hujan deras.”
“Dan setelah terpilih, yang tersisa hanya genangan air kotor.”
Dialog sederhana itu menyingkap luka sosial. Politik kerap menjelma panggung sandiwara, di mana rakyat hanya duduk sebagai penonton, bukan pelaku. Padahal, Ibn Taimiyah menulis:
السِّيَاسَةُ الشَّرْعِيَّةُ مَبْنِيَّةٌ عَلَى الْعَدْلِ وَرِعَايَةِ الْمَصَالِحِ
“Politik syar‘i berdiri di atas keadilan dan pemeliharaan kemaslahatan.”
Dengan kata lain, politik dalam Islam merupakan ikhtiar menjaga maslahat, bukan sekadar upaya memenangkan pencitraan.
Lebih jauh, setiap kali rakyat mengeluh soal harga pangan, kesehatan, atau pendidikan, jawaban yang mereka terima sering hanya berupa pidato panjang. Bukan kebijakan nyata. Akibatnya, politik kehilangan jiwanya karena nurani kalah oleh nafsu kekuasaan.
Ibn Taimiyah memperingatkan:
فَإِنَّ الْإِمَامَ إِذَا لَمْ يَقُمْ بِالْحَقِّ وَالْعَدْلِ، كَانَ سَبَبًا فِي فَسَادِ الدِّينِ وَالدُّنْيَا
“Apabila pemimpin tidak menegakkan kebenaran dan keadilan, hal itu menjadi sebab kerusakan agama dan dunia.”
Maka, ketika penguasa menutup telinga dari suara rakyat, ia sebenarnya meruntuhkan fondasi negeri yang dipimpinnya.
Luka Sosial yang Tak Sembuh
Fenomena politik transaksional, uang mahar, hingga suap jabatan bukan sekadar berita di media, melainkan kenyataan sehari-hari. Seorang mahasiswa pernah bertanya kepada dosennya:
“Mengapa politik begitu kotor?”
Sang dosen tersenyum getir, lalu menjawab:
“Politik itu tidak kotor. Yang membuat kotor adalah tangan-tangan yang memainkannya.”
Kutipan Ibn Taimiyah menegaskan hal tersebut:
مَنْ وَلِيَ مِنْ أُمُورِ الْمُسْلِمِينَ شَيْئًا وَلَمْ يَجْعَلِ الْأَمَانَةَ أَصْلًا، أَفْسَدَ مَا وُلِّيَ عَلَيْهِ
“Siapa yang mengurusi urusan kaum Muslimin tanpa menjadikan amanah sebagai fondasi, ia akan merusak yang dipimpinnya.”
Dari sini jelas bahwa politik tanpa amanah hanyalah panggung penuh tipu daya. Rakyat pun menjadi korban penipuan yang berulang.
Perlu kita ingat, politik tanpa amanah ibarat rumah megah tanpa pondasi. Tampak indah dari luar, tetapi runtuh ketika diterpa angin kecil. Amanahlah yang membuat kekuasaan tahan lama sekaligus bermakna.
Politik sebagai Jalan Ibadah
Selain itu, Al-Qur’an menegaskan prinsip penting:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” (QS. An-Nisā’: 58)
Ayat ini bukan hanya berbicara tentang harta, melainkan juga tentang kepemimpinan dan politik. Ibn Taimiyah menjelaskan:
أَعْظَمُ مَقَاصِدِ الإِمَامَةِ حِفْظُ الدِّينِ وَسِيَاسَةُ الدُّنْيَا بِهِ
“Tujuan terbesar kepemimpinan adalah menjaga agama dan mengatur dunia dengannya.”
Artinya, politik tidak sebatas seni mengelola kekuasaan. Lebih dari itu, ia merupakan jalan ibadah untuk merawat agama dan dunia sekaligus.
Menutup dengan Doa
Politik sejatinya ladang amanah, bukan panggung sandiwara. Kita semua adalah aktor di dalamnya, bukan sekadar penonton. Rakyat, pemimpin, ulama, hingga generasi muda—semua punya peran menjaga agar ladang itu tetap subur.
Maka, doa terbaik ialah semoga negeri ini dianugerahi pemimpin yang memandang politik sebagai ibadah, bukan pertunjukan. Pemimpin yang menanam kebaikan, bukan janji semu:
اللَّهُمَّ اجْعَلْ وُلاةَ أُمُورِنَا مِنَ الَّذِينَ يَخَافُونَكَ فِي السِّرِّ وَالْعَلانِيَةِ، وَيَجْعَلُونَ السِّيَاسَةَ أَمَانَةً وَلَا يَتَّخِذُونَهَا خِيَانَةً
“Ya Allah, jadikanlah pemimpin-pemimpin kami orang-orang yang takut kepada-Mu, yang menjadikan politik sebagai amanah, bukan sebagai pengkhianatan.”
Pada akhirnya, pertanyaannya kembali kepada kita: siapkah kita menjadikan politik sebagai ladang ibadah, bukan sekadar panggung sandiwara?
* Reza Andik Setiawan
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo Ponorogo
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
