Di zaman klasik Islam, Baitul Mal adalah rumah amanah. Tempat di mana harta umat dikumpulkan dan dibagikan dengan adil. Namun di abad 21, istilah itu terasa getir: baitul mal seakan menjelma menjadi dompet negara yang kadang bocor ke kantong pribadi. Ibn Taimiyah dalam al-Siyāsah al-Syar‘iyyah mengingatkan, negeri hanya akan tegak jika harta publik dikelola dengan amanah dan dipagari keadilan.
Bayangan Luka di Balik Anggaran
Di warung kopi sebuah kampung, seorang bapak menyodorkan secangkir teh hangat. “Mas, kenapa jalan desa kita tak kunjung diperbaiki padahal anggaran sudah turun?” tanyanya lirih.
Pertanyaan itu bukan sekadar keresahan lokal, melainkan potret luka nasional. Anggaran publik yang seharusnya menjadi penopang kesejahteraan, seringkali hilang di tikungan korupsi.
Ibn Taimiyah menulis:
إِنَّ وُلَاةَ الْأُمُورِ أُمَنَاءُ اللَّهِ عَلَى مَالِ الْأُمَّةِ، فَيَجِبُ عَلَيْهِمْ أَنْ يَضَعُوهُ فِي مَوَاضِعِهِ بِالْعَدْلِ
“Sesungguhnya para pemimpin adalah amanah Allah atas harta umat, maka wajib bagi mereka meletakkannya pada tempatnya dengan adil.”
Keadilan dalam mengelola baitul mal adalah kunci: jika ia dijaga, rakyat tenang; jika ia dikhianati, negeri pun goyah.
Nafsu yang Menyusup ke Rumah Amanah
Korupsi anggaran bukan sekadar persoalan hukum, melainkan penyakit hati. Nafsu menyelinap ke ruang-ruang birokrasi, mengubah baitul mal dari wadah kesejahteraan menjadi arena perampokan berjamaah.
Ibn Taimiyah kembali menegaskan:
إِذَا وُضِعَ الْمَالُ فِي غَيْرِ حَقِّهِ كَانَ سَبَبًا لِلْفَسَادِ وَالْعَدَاوَةِ
“Apabila harta diletakkan bukan pada tempatnya, maka itu menjadi sebab kerusakan dan permusuhan.”
Tak heran jika banyak konflik sosial, kecemburuan, bahkan perpecahan lahir dari salah urus dana publik.
“Kamu tahu, kenapa orang marah pada pejabat korup?” tanya seorang mahasiswa pada kawannya.
“Karena itu uang rakyat.”
“Bukan hanya itu. Karena setiap rupiah yang dicuri, ada doa orang miskin yang tak terkabul.”
Dialog sederhana itu menyentuh: korupsi bukan hanya mencuri uang, tapi juga merampas harapan.
Menjaga Negeri dengan Menjaga Harta Publik
Al-Qur’an menegaskan dalam firman-Nya:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak.” (QS. An-Nisā’ : 58)
Amanah baitul mal adalah nyawa negeri. Tanpa amanah, pembangunan hanya menjadi topeng.
Ibn Taimiyah menulis pula:
مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ الْمَالِ شَيْئًا وَلَمْ يَضَعْهُ فِي حَقِّهِ فَهُوَ خَائِنٌ
“Barang siapa diberi wewenang atas harta publik lalu tidak menempatkannya pada haknya, maka ia adalah pengkhianat.”
Korupsi dalam baitul mal bukan sekadar pelanggaran hukum positif, melainkan pengkhianatan spiritual yang kelak diadili di hadapan Tuhan. Maka;
- Dorong transparansi anggaran: akses publik harus terbuka.
- Perkuat pengawasan sosial: warga harus berani bersuara.
- Bangun kesadaran spiritual: amanah bukan hanya kontrak hukum, tapi juga janji dengan Allah.
Jalan Pulang Menuju Keadilan
Penelitian Transparency International (2023) mencatat, negara dengan pengelolaan anggaran yang transparan cenderung lebih stabil ekonominya dan lebih dipercaya rakyatnya. Sementara negara yang penuh korupsi, meski kaya sumber daya, terus dirundung krisis sosial.
Maka, baitul mal abad 21 harus kita jaga bukan sekadar sebagai dompet negara, tapi sebagai rumah harapan rakyat. Dari sinilah lahir doa dan restu langit bagi sebuah negeri.
اللَّهُمَّ اجْعَلْ أَمْوَالَ بِلَادِنَا فِي أَيْدِي الْأُمَنَاءِ، وَاحْفَظْهَا مِنْ أَيْدِي الْخَائِنِينَ
“Ya Allah, letakkanlah harta negeri kami di tangan para pemegang amanah, dan lindungilah ia dari tangan para pengkhianat.”
Apakah kita siap menjaga baitul mal, agar ia tetap menjadi rumah amanah, bukan sekadar dompet yang berpindah ke kantong pribadi?
* Sugianto al-jawi
Budayawan kontemporer Tulungagung
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
