Beranda » Berita » Negeri Akan Tegak dengan Keadilan, Bukan dengan Tirani Mayoritas

Negeri Akan Tegak dengan Keadilan, Bukan dengan Tirani Mayoritas

Negeri akan tegak dengan keadilan, bukan dengan tirani mayoritas
Gambar filosofis yang menggambarkan kontras antara keadilan sebagai penopang dan tirani mayoritas sebagai bayangan rapuh.

Di jalanan kota yang riuh oleh baliho politik, sering kita mendengar jargon “suara mayoritas adalah suara rakyat.” Namun, sejarah membisikkan pelajaran pahit: negeri tak akan kokoh hanya karena mayoritas mendukung sesuatu, melainkan karena keadilan benar-benar ditegakkan. Ibn Taimiyah, dalam al-Siyāsah al-Syar‘iyyah, menegaskan bahwa kekuasaan tanpa keadilan hanyalah bayangan rapuh yang menunggu runtuh. Negeri akan tegak dengan keadilan, bukan dengan tirani mayoritas.

Suara Rakyat Bukan Selalu Suara Kebenaran

Seorang kawan pernah bercerita, betapa getirnya ia kalah dalam musyawarah desa hanya karena pendapatnya minoritas. “Bukan soal kalah, tapi aku tahu benar kalau keputusan itu akan menyulitkan warga miskin. Apa daya, mayoritas sudah bicara.” Kalimat itu menusuk: demokrasi yang kehilangan ruh keadilan bisa berubah menjadi tirani yang dibungkus suara ramai.

Ibn Taimiyah menulis dengan tegas:

 إِنَّ اللَّهَ يُقِيمُ الدَّوْلَةَ الْعَادِلَةَ وَإِنْ كَانَتْ كَافِرَةً، وَلَا يُقِيمُ الظَّالِمَةَ وَإِنْ كَانَتْ مُسْلِمَةً

“Sesungguhnya Allah menegakkan negara yang adil meskipun kafir, dan tidak akan menegakkan negara yang zalim meskipun muslim.”

Dari Utsman ke Ali: Dinamika Politik dan Etika Kekuasaan di Era Khulafaur Rasyidin

Makna ini mengguncang nurani: legitimasi sebuah negeri tak hanya dari identitas mayoritas, melainkan dari tegaknya keadilan.

Bayangan Tirani dalam Sejarah Manusia

Sejarah penuh dengan catatan betapa suara mayoritas sering dijadikan tameng penindasan. Dari kisah Fir’aun yang disanjung rakyatnya hingga penguasa modern yang berlindung di balik hasil pemilu, mayoritas kerap diseret untuk menjustifikasi kebijakan zalim.

Ibn Taimiyah kembali mengingatkan:

 فَإِذَا فُقِدَ الْعَدْلُ فِي الْحُكْمِ فَقَدْ بَطَلَ مَقْصُودُ الْحُكُومَةِ

“Apabila keadilan hilang dalam pemerintahan, maka hilanglah tujuan pemerintahan itu sendiri.”

Akhlak Sosial dalam Islam: Keadilan, Empati, dan Amanah Menurut Syaikh Al-‘Ushfūrī

Artinya, tujuan kekuasaan bukan menampung sorak mayoritas, melainkan menjaga keseimbangan agar yang lemah tidak terinjak dan yang kuat tidak sewenang-wenang.

Pernah saya duduk di warung kopi, mendengar dialog sederhana antara dua orang bapak.

“Yang penting kan kita ikut suara terbanyak,” kata si pertama.
“Tapi kalau suara terbanyak itu menindas orang kecil, apa kita masih bisa tidur nyenyak?” jawab yang kedua.

Dialog itu lebih jujur daripada ratusan pidato politik. Ia menunjukkan bahwa keadilan sejati sering lahir dari nurani rakyat biasa.

Keadilan Sebagai Tiang Penopang

Dalam riset World Justice Project (2022), indeks keadilan dan rule of law menjadi indikator utama kemajuan negara. Negara yang adil cenderung lebih stabil, meski ekonominya sederhana. Sementara negara kaya yang membiarkan ketidakadilan, cepat atau lambat akan terjerembab dalam konflik.

Makna Sosial dan Etika Kepemimpinan dalam Surah Ar-Ra’d dan Ibrahim Menurut Tafsir Jalalain

Ibn Taimiyah menyebut:

 إِنَّ الْعَدْلَ قِوَامُ الْبَشَرِيَّةِ وَبِهِ تَصْلُحُ أُمُورُهُمْ

“Sesungguhnya keadilan adalah penopang umat manusia, dan dengan keadilan urusan mereka akan baik.”

Keadilan adalah pilar yang menyangga negeri, sedangkan tirani mayoritas hanyalah atap rapuh yang mudah roboh diterpa badai.

Renungan Singkat

  • Mayoritas tidak selalu berarti benar.
  • Negeri kokoh bukan karena jumlah suara, melainkan karena tegaknya keadilan.
  • Tirani, meski berlindung pada demokrasi, tetaplah tirani.

Dalam Al-Qur’an Allah berfirman:

 إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ

“Sesungguhnya Allah memerintahkan (untuk berlaku) adil dan berbuat ihsan.” (QS. an-Nahl: 90)

Ayat ini bukan sekadar nasihat, melainkan fondasi kehidupan bersama. Tanpa adil, negeri hanya akan menjadi panggung tirani dengan kostum demokrasi.

Maka, doa sederhana kita semoga selalu terjaga:

اللَّهُمَّ اجْعَلْ بِلَادَنَا بِلَادَ الْعَدْلِ وَالرَّحْمَةِ، وَلَا تَجْعَلْهَا بِلَادَ الظُّلْمِ وَالْفِتْنَةِ

“Ya Allah, jadikanlah negeri kami negeri keadilan dan kasih sayang, dan janganlah Engkau jadikan negeri kami negeri kezaliman dan fitnah.”

Apakah kita siap menjaga nurani, agar negeri ini berdiri tegak bukan karena sorak mayoritas, melainkan karena keadilan yang memeluk semua?

 

* Reza Andik Setiawan

Pengasuh Ruang Kontempatif Serambi Bedoyo Ponorogo


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement