Kisah
Beranda » Berita » Jelang Perang Salib III: Dari Pembebasan Saladin atas Yerusalem Sampai ke Pengepungan Acre

Jelang Perang Salib III: Dari Pembebasan Saladin atas Yerusalem Sampai ke Pengepungan Acre

Jelang Perang Salib III: Dari Pembebasan Saladin atas Yerusalem Sampai ke Pengepungan Acre
Ilustrasi AI (sumber gambar:gemini.google.com)

SURAU.CO – Pada hari Jumat, 2 Oktober, setelah memenangkan perang Salib, Saladin memasuki Yerusalem dan memerintahkan Kuil, yang terkenal di kalangan Muslim sebagai Haram al-Syarif, telah bersih dari orang kafir. Salib pada bagian atas Kubah Batu mereka turunkan dengan teriakan “Allahu Akbar”.

Air mawar untuk membasuh Haram al-Syarif

Menurut sejarawan Simon Sebag Montefiore, saudara perempuan Saladin tiba dari Damaskus dengan satu karavan onta berisi air mawar. Saladin sendiri bersama keponakannya, Taki, membasuh istana Haram al-Syarif dengan air mawar, jajaran pangeran dan amir menemaninya  saat membersihkan istana. Saladin membawa mimbar kayu berukir milik Nuruddin dari Aleppo dan memasangnya pada Masjid al-Aqsa.

Mimbar itu tetap ada di sanaselama tujuh abad. Sultan sendiri tidak banyak melakukan perombakan dengan merusak dan membangun kembali, Saladin menggunakan kembali spolia indah dari Tentara Salib dengan pola-pola rumit mereka, dengan huruf-huruf kapital dan daun-daun basah acanthus; jadi arsitekturnya sendiri  mereka bangun dengan simbol-simbol musuh-musuhnya, sehingga sulit  membedakan mana bangunan Saladin dan mana bangunan Tentara Salib.

Qadi dari Aleppo

Setiap anggota majelis ulama yang terhormat, dari Kairo sampai Baghdad, ingin memimpin shalat Jumat di sana, tapi Saladin lebih memilih Qadi Aleppo, memberinya jubah hitam: khotbahnya di al-Aqsa memuji fadail—keutamaan-keutamaan—Yerusalem Islam. Saladin sendiri telah menjadi “cahaya yang menyinari setiap fajar yang mengusir ke gelapan dari umat mukmin” dengan “membebaskan tempat suci kedua umat Islam”.

Saladin kemudian berjalan ke Kubah Batu untuk bersembahyang pada tempat yang dia sebut sebagai “cincin penanda Islam”. Cinta Saladin pada Yerusalem “sebesar gunung”. Misinya adalah menciptakan sebuah Yerusalem Islam dan dia mempertimbangkan untuk menghancurkan Tumpukan Kotoran—Kuburan Suci. Sebagian pembesarnya meminta penghancurannya, tapi dia berkilah bahwa tempat itu masih tempat suci–ada atau tidak ada gereja di sana.

Mengenal Dunia agar Tidak Tertipu olehnya: Tafsir Hikmah Al-Hikam

Sikap toleran Saladin

Dengan mengutip Umar bin Khattab yang Adil, dia menutup Gereja hanya selama tiga hari dan kemudian menyerahkannya kepada Ortodoks Yunani. Lebih dari itu, dia menoleransi sebagian besar gereja, tapi bermaksud melenyapkan ciri non-Islam Perkampungan Kristen. Bel-bel gereja kembali ia larang. Sebagai gantinya, selama ratusan tahun hingga abad ke-19, muadzin mengumumkan waktu shalat dengan kentungan kayu dan dentuman simbal. Dia menghancurkan
sebagian gereja di luar tembok dan mengubah bangunan-bangunan utama Kristen menjadi wakaf Salahiyah—yang masih ada hingga hari ini.

Saladin membawa banyak sarjana Muslim dan sufi ke kota itu; tapi orang-orang Muslim saja tidak cukup untuk mengisi Yerusalem, jadi dia mengundang lagi banyak orang Armenia, yang menjadi
satu masyarakat khusus yang bertahan sampai kini (mereka menyebut diri Kaghakatsi); dan banyak orang Yahudi—“seluruh ras Ephrahim”—dari Ashkelon, Yaman dan Maroko.

Saladin  sudah nampak kelelahan, tapi dia tetap meninggalkan dengan enggan Yerusalem untuk memukul benteng-benteng terakhir Tentara Salib. Dia merebut pangkalan laut Acre. Namun dia tidak pernah menuntaskan Tentara Salib: dia secara ksatria membebaskan Raja Guy dan gagal menaklukkan Tyre, yang memberi Kristen Pelabuhan vital, yang dari sana mereka bisa merencanakan serangan balasan. Mungkin dia menyepelekan reaksi Kristen tapi berita-berita tentang jatuhnya Yerusalem telah mengguncang Eropa, dari raja-raja dan paus sampai ke para ksatria dan petani, dan memobilisasi sebuah Perang Salib baru yang kuat, Perang Salib III.

Konsekuensi kesalahan Saladin

Kesalahan-kesalahan Saladin harus dibayar mahal. Pada Agustus 1189, Raja Guy muncul di Acre
dengan satu pasukan kecil dan maju untuk mengepung kota. Saladin tidak memperhitungkan
keberanian Guy dengan serius, tapi mengirim satu kontingan untuk melibas pasukan kecilnya. Guy malah berhasil memerangi orang-orang Saladin hingga tuntas dan menggalang Tentara Salib untuk berperang kembali. Saladin mengepung Guy,tapi Guy mengepung Acre. Ketika armada Mesir Saladin dikalahkan, Guy diperkuat oleh sekapal penuh Tentara Salib Jerman, Inggris dan Italia.

Di Eropa, raja Inggris dan Prancis serta Kaisar Jerman membawa Salib; armada-armada dikumpulkan; pasukan digalang untuk ikut berperang merebut Acre. Ini adalah awal dari pertarungan berdarah selama dua tahun yang mencekam, yang segera disusul dengan kedatangan raja-raja terbesar Eropa yang bertekad merebut kembali Yerusalem. Orang-orang Jerman datang pertama. Ketika Saladin mendengar bahwa Kaisar berjanggut merah Frederick Barbarossa sudah mengarah ke Tanah Suci dengan satu pasukan Jerman, dia akhirnya memanggil pasukannya dan menyerukan jihad.

Panjang Umur Belum Tentu Bermakna: Hikmah dalam Al-Hikam tentang Kualitas Usia

Barbarossa tewas tenggelam dan menyebarnya wabah

Tapi, kemudian datang berita bagus. Pada Juni 1190, Barbarossa tenggelam di Sungai Cilicia; putranya, Pangeran Frederick dari Swabia, merebus mayatnya dan melumurinya dengan cuka, mengubur dagingnya di Antioch. Tapi, dia kemudian menderap ke Acre bersama pasukannya dan tulang-belulang ayahnya yang dia rencanakan untuk menguburnya di Yerusalem.

Kematian Barbarossa menjadi legenda eskatologis, bahwa Kaisar Hari Akhir sedang tertidur, suatu hari akan bangkit kembali. Pangeran Swabia sendiri mati akibat wabah di luar Acre dan Pasukan Salib Jerman ambruk. Tapi, setelah berbulan-bulan perang yang melelahkan dengan ribuan orang tewas akibat wabah (termasuk Heraclius sang patriark dan Sibylla, Ratu Yerusalem), Saladin menerima kabar buruk bahwa petempur terkemuka Kristen–Raja Richard–the lion heart–sedang dalam perjalanan.

Kemenangan Saladin atas  Yerusalem menjadi sejarah yang membuktikan perpaduan antara kecerdikan strategi, semangat jihad, dan visi religius seorang pemimpin Muslim. Namun, keberhasilan itu juga membawa tantangan baru dengan lahirnya Perang Salib III yang lebih besar. Warisan Saladin tidak hanya tercatat pada pertempuran dan penaklukan, melainkan juga pada sikap toleransinya dalam menjaga Yerusalem.(St.Diyar)

Referensi: Simon Sebag Montefiore, Jerusalem the Biography, 2011.

Bahagia di Tengah Luka: Rahasia Spiritual Dzikir dari Al-Hikam

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement