Ibadah
Beranda » Berita » Sedekah Paling Utama Adalah Melawan Diri Saat Sedang Sehat

Sedekah Paling Utama Adalah Melawan Diri Saat Sedang Sehat

Sedekah Paling Utama Adalah Melawan Diri Saat Sedang Sehat. Sumber: canva.com

SURAU.CO – Setiap Muslim memahami keagungan sedekah. Ia adalah bukti keimanan dan pembersih harta. Namun, sebuah pertanyaan fundamental seringkali muncul. Di antara begitu banyak jenis sedekah, manakah yang timbangannya paling berat di sisi Allah? Apakah sedekah dalam jumlah besar? Ataukah sedekah untuk proyek jariyah? Jawabannya ternyata tidak terletak pada apa atau berapa yang kita beri. Jawaban dari Rasulullah SAW justru menembus lebih dalam. Ia menyentuh kondisi psikologis dan spiritual kita saat memberi.

Memahami sedekah paling utama akan mengubah paradigma kita. Ia bukan tentang kekayaan materi. Ia adalah tentang kekayaan jiwa. Ia adalah tentang sebuah pertarungan internal. Pertarungan melawan benteng pertahanan terkuat dalam diri kita: rasa takut miskin dan angan-angan untuk menjadi kaya.

Pertanyaan Seorang Sahabat

Landasan dari semua ini adalah sebuah dialog. Seorang sahabat datang kepada manusia terbaik. Ia bertanya dengan sebuah pertanyaan yang mewakili kita semua. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan:

أَنَّ رَجُلاً أَتَى النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَيُّ الصَّدَقَةِ أَعْظَمُ أَجْرًا؟ قَالَ: أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ شَحِيحٌ، تَخْشَى الْفَقْرَ، وَتَأْمُلُ الْغِنَى، وَلاَ تُمْهِلُ حَتَّى إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ، قُلْتَ: لِفُلاَنٍ كَذَا، وَلِفُلاَنٍ كَذَا، وَقَدْ كَانَ لِفُلاَنٍ

“Seseorang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling besar pahalanya?’ Beliau menjawab, ‘Engkau bersedekah pada saat engkau sehat dan kikir, saat engkau takut miskin dan berangan-angan menjadi kaya. Janganlah engkau menunda-nunda. Hingga ketika nyawa telah sampai di kerongkongan, engkau baru berkata, ‘Untuk si fulan sekian, dan untuk si fulan sekian.’ Padahal (harta itu) sudah menjadi hak si fulan (ahli waris).’” (HR. Bukhari & Muslim)

Hati-hatilah Dengan Pujian Karena Bisa Membuatmu Terlena Dan Lupa Diri

Hadits ini adalah sebuah masterclass dalam ilmu tazkiyatun nafs (penyucian jiwa).

Kondisi Fisik dan Psikis Saat Memberi

Jawaban Nabi SAW menyoroti tiga kondisi yang saling terkait:

  1. Saat engkau sehat (shahihun): Kesehatan adalah modal utama untuk menikmati dunia. Ketika kita sehat, kita masih memiliki ribuan rencana untuk harta kita. Bersedekah di saat ini berarti kita mengorbankan potensi kenikmatan duniawi.

  2. Saat engkau kikir (syahihun): Kata ini juga bisa berarti “rakus” atau “pelit”. Ini adalah sifat alami manusia. Kita cenderung ingin menahan harta untuk diri sendiri. Bersedekah di saat ini adalah sebuah jihad. Jihad melawan sifat dasar kita sendiri.

  3. Saat engkau takut miskin dan berangan-angan kaya: Inilah puncak pertarungan batin. Kita mengeluarkan harta yang kita anggap sebagai jaring pengaman masa depan. Kita juga melepaskan modal yang kita yakini bisa membuat kita lebih kaya.

    Kitab Minhajul Abidin

Tiga kondisi ini menciptakan sebuah “badai sempurna” di dalam jiwa. Di satu sisi, ada perintah Allah untuk berinfak. Di sisi lain, ada bisikan setan dan nafsu yang menyuruh untuk menahan. Ketika seorang hamba memenangkan pertarungan ini dan tetap bersedekah, maka sedekahnya memiliki kualitas tertinggi.

Kontras dengan Sedekah di Ujung Ajal

Untuk mempertajam pemahaman, Rasulullah SAW memberikan sebuah perbandingan. Beliau membandingkannya dengan sedekah yang dikeluarkan saat nyawa sudah di kerongkongan. Mengapa sedekah di saat ini nilainya jauh lebih rendah?

  1. Kepemilikan Semu: Di titik itu, harta tersebut secara hakikat bukan lagi miliknya. Ia tidak bisa lagi menikmatinya. Harta itu sudah siap berpindah tangan kepada ahli waris.
  2. Tidak Ada Perjuangan: Rasa cinta dan keterikatan pada dunia sudah tercabut. Tidak ada lagi rasa takut miskin atau angan-angan kaya. Memberi di saat ini tidak membutuhkan perjuangan batin.
  3. Keterpaksaan: Sedekah ini seringkali lahir dari keterpaksaan. Yaitu saat seseorang melihat siksa di depan matanya dan ingin menebus dosa di saat-saat terakhir.

Imam Al-Khaththabi rahimahullah menjelaskan:

“Makna hadits ini adalah bahwa sedekah yang paling utama adalah sedekah yang dikeluarkan oleh pemiliknya pada saat ia hidup dalam keadaan sehat. Karena pada saat itu, ia dihinggapi sifat kikir karena takut miskin.”

Investasi Terbaik Dilakukan Saat Ini

Pada akhirnya, hadits ini mengajarkan kita sebuah prinsip investasi akhirat yang sangat fundamental. Waktu terbaik untuk berinvestasi bukanlah saat kita sudah pensiun atau sakit-sakitan. Waktu terbaik adalah saat ini. Saat kita masih muda, sehat, produktif, dan penuh dengan ambisi dunia.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Setiap rupiah yang kita keluarkan di masa ini memiliki “nilai perjuangan” yang lebih tinggi di mata Allah. Karena ia adalah bukti nyata. Bukti bahwa cinta kita kepada Allah dan akhirat lebih besar daripada cinta kita kepada diri sendiri dan dunia. Inilah puncak keikhlasan. Dan inilah sedekah paling utama yang sesungguhnya.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement