Beranda » Berita » Ketika Pajak Ditarik dengan Serakah, Negeri Kehilangan Restu Langit

Ketika Pajak Ditarik dengan Serakah, Negeri Kehilangan Restu Langit

Ilustrasi pajak serakah membuat rakyat menderita.
Ilustrasi pajak serakah yang menindas rakyat kecil, membuat langit negeri kehilangan cahaya.

Ketika kata pajak terdengar, banyak orang spontan menarik napas panjang. Persepsi yang terbentuk mungkin sama; beban pajak tak adil, atau pengelolaan pajak korup. Di warung kopi kampung, seorang tukang becak pernah berkata kepadaku:

“Mas, katanya pajak itu untuk rakyat. Tapi kenapa kami masih harus bayar sekolah mahal dan obat susah?”

Aku terdiam. Pertanyaan itu bukan sekadar keluhan, melainkan luka panjang yang terus mencekik dada rakyat kecil.

Pajak Menurut Ibn Taimiyah

Dalam al-Siyāsah al-Syar‘iyyah, Ibn Taimiyah menegaskan: penguasa yang menarik pajak secara zalim tidak hanya menyakiti rakyat, tetapi juga mengundang murka Tuhan. Keuangan negara seharusnya tidak menjadi alat memperkaya elite. Ia adalah amanah yang menuntut pengelolaan adil demi kesejahteraan umat.

وَإِنَّ اللهَ تَعَالَى قَدْ فَرَضَ عَلَى الْوُلَاةِ أَنْ يَعْدِلُوا فِي الْخَلْقِ وَيَصُونُوا الْأَمْوَالَ وَيَضَعُوهَا فِي مَوَاضِعِهَا

Fenomena Nikah Siri: Boleh Secara Agama, Tapi Berbahaya

“Allah Ta‘ala mewajibkan para pemimpin berlaku adil kepada rakyat, menjaga harta, dan menempatkannya pada pos yang benar.”

Ketika Amanah Berganti Kerakusan

Negeri yang mengelola pajak dengan bijak memberi rakyat sekolah gratis, jaminan kesehatan, dan pelayanan publik yang layak. Sebaliknya, ketika penguasa memungut pajak dengan serakah, rakyat hanya menemukan angka di kertas tanpa bukti nyata di jalanan.

Laporan Bank Dunia (2023) mencatat: korupsi membuat negara kehilangan 20–30% anggaran pembangunan, terutama lewat kebocoran pajak dan pungutan liar. Fenomena ini sejalan dengan peringatan Ibn Taimiyah tujuh abad lalu:

إِذَا أُخِذَتِ الْأَمْوَالُ بِغَيْرِ حَقٍّ وَصُرِفَتْ فِي غَيْرِ وَجْهِهَا، فَقَدْ ظَلَمَ الْوُلَاةُ وَفَسَدَتِ الدُّنْيَا

“Ketika penguasa mengambil harta tanpa hak dan membelanjakannya pada jalan yang salah, mereka berbuat zalim dan dunia pun rusak.”

Akhlak Sosial dalam Islam: Keadilan, Empati, dan Amanah Menurut Syaikh Al-‘Ushfūrī

Bayangkan: rakyat membayar pajak dengan peluh, tetapi sebagian harta itu justru berubah menjadi mobil mewah, pesta elite, atau rekening rahasia di luar negeri.

Antara Restu Langit dan Murka Sejarah

Al-Qur’an menegaskan bahwa kekuasaan yang abai terhadap amanah pasti runtuh:

وَتِلْكَ الْقُرَى أَهْلَكْنَاهُمْ لَمَّا ظَلَمُوا


“Dan negeri-negeri itu Kami binasakan ketika penduduknya berbuat zalim.” (QS. al-Kahf: 59)

Ibn Taimiyah juga menulis:

Zakat dalam Fathul Qorib: Ibadah yang Menyambung Keadilan Sosial

إِنَّ اللهَ يُقِيمُ الدَّوْلَةَ الْعَادِلَةَ وَإِنْ كَانَتْ كَافِرَةً، وَلَا يُقِيمُ الظَّالِمَةَ وَإِنْ كَانَتْ مُسْلِمَةً

“Allah menegakkan negara yang adil meskipun kafir, dan tidak menegakkan negara yang zalim meskipun Muslim.”

Pesan itu menyentak: label agama tidak otomatis menjaga negeri, yang Allah cari tetaplah keadilan.

Luka Sosial yang Nyata

Aku teringat seorang pedagang sayur di pasar tradisional. Ia bercerita tentang pungutan liar yang menaikkan harga sayur, padahal keuntungan yang ia dapat tipis sekali. Dengan suara lelah ia berkata:

“Pajak resmi saja sudah berat, ditambah pungutan tak jelas… kami ini mau diselamatkan atau diperas?”

Ucapan itu menyingkap luka sosial: rakyat kehilangan kepercayaan pada negara. Ibn Taimiyah menegaskan:

الْمَصَالِحُ الْعَامَّةُ أَوْلَى مِنْ مَصَالِحِ الْخَاصَّةِ، فَمَنْ قَدَّمَ نَفْسَهُ أَوْ قَوْمَهُ عَلَى الْأُمَّةِ فَقَدْ خَانَ الْأَمَانَةَ

“Kemaslahatan umum lebih utama daripada kepentingan pribadi. Siapa yang mendahulukan dirinya atau kelompoknya atas umat, ia telah mengkhianati amanah.”

Pajak Sebagai Amanah

Pajak adalah amanah. Bila pemimpin menagih dan mengelolanya dengan adil, rakyat menerima berkah. Bila mereka memungut dengan serakah, rakyat justru menanggung kutukan. Karena itu, langkah nyata harus diambil:

  • Pemerintah membangun transparansi melalui sistem digital terbuka.

  • Aparat menindak tegas pemungut liar dan pengemplang pajak.

  • Publik menghidupkan prinsip hisbah (pengawasan sosial).

  • Anggaran diarahkan ke kebutuhan dasar rakyat: pendidikan, kesehatan, pangan.

  • Masyarakat menumbuhkan kesadaran spiritual: pajak adalah amanah, bukan sekadar angka.

Doa di Ujung Perjalanan

Negeri yang memeras rakyat lewat pajak akan kehilangan restu langit. Doa rakyat kecil yang terzalimi bisa menjadi pedang paling tajam. Sebaliknya, negeri yang mengelola pajak dengan amanah akan berdiri tegak dan penuh berkah.

اللَّهُمَّ وَلِّ أُمُورَنَا خِيَارَنَا، وَلَا تُوَلِّ أُمُورَنَا شِرَارَنَا، وَارْزُقْنَا حُكُومَةً عَادِلَةً تُقِيمُ الْحَقَّ وَتَرْفَعُ الظُّلْمَ

“Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami pemimpin terbaik, jangan Engkau serahkan urusan kami kepada orang-orang jahat, dan berilah kami pemerintahan yang adil, yang menegakkan kebenaran serta menghapus kezaliman.”

Kini, pertanyaannya sederhana:
Apakah kita rela membiarkan pajak berubah menjadi cambuk yang melukai rakyat, atau berani menjaganya agar tetap menjadi cahaya bagi bangsa?

 

* Sugianto al-jawi

Budayawan kontemporer Tulungagung


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement