Beranda » Berita » Korupsi: Racun yang Menggerogoti Baitul Mal Zaman Modern

Korupsi: Racun yang Menggerogoti Baitul Mal Zaman Modern

Ilustrasi korupsi merampas Baitul Mal umat.
Gambar melambangkan korupsi sebagai tangan hitam yang merampas hak rakyat dari Baitul Mal.

Di setiap era, selalu ada cerita tentang bagaimana keuangan umat tersendat karena tangan-tangan kotor. Di masa klasik Islam, Ibn Taimiyah melalui kitab al-Siyāsah al-Syar‘iyyah sudah menyinggung tentang korupsi baitul mal, serta mengingatkan: pengelolaan Baitul Mal bukan sekadar urusan administrasi, melainkan amanah suci yang menentukan keberlangsungan hidup masyarakat.

Kini, di zaman modern, “korupsi” menjadi wajah baru dari racun lama itu. Ia menjerat bangsa, menghancurkan keadilan sosial, dan menjauhkan umat dari cita-cita kesejahteraan. Fenomena ini bukan hanya soal angka-angka di laporan audit, tetapi luka batin yang dirasakan rakyat kecil ketika melihat kekayaan bersama dicuri segelintir orang.

Seorang sahabat pernah berbisik dalam obrolan sederhana di warung kopi:
“Kenapa ya, Mas, setiap kali ada kasus korupsi, yang paling merasakan dampaknya justru orang kecil seperti kita?”
Aku hanya bisa menunduk, teringat kalam Ibn Taimiyah:

إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا

“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” (QS. al-Nisā’: 58)

Fenomena Nikah Siri: Boleh Secara Agama, Tapi Berbahaya

Kalimat itu seperti kilatan petir—amanah tidak pernah bisa dipermainkan.

Suara klasik yang masih menggema di masa kini

Dalam al-Siyāsah al-Syar‘iyyah, Ibn Taimiyah menegaskan bahwa keadilan penguasa dalam mengelola harta umat adalah inti dari tegaknya sebuah negeri. Beliau menulis:

فَإِذَا وُلِّيَ الْأُمَرَاءُ بِغَيْرِ حَقٍّ وَأَخَذُوا الْأَمْوَالَ بِغَيْرِ حَقٍّ فَقَدْ خَرَبَتِ الدُّنْيَا وَفَسَدَتِ الْخَلِيقَةُ

“Apabila para pemimpin memegang kekuasaan tanpa hak dan mengambil harta tanpa hak, maka dunia akan rusak dan makhluk akan binasa.” (al-Siyāsah al-Syar‘iyyah)

Bayangan itu begitu relevan. Kita melihat sendiri bagaimana dana publik yang seharusnya membangun sekolah, rumah sakit, atau beasiswa, malah melayang ke rekening pribadi. Akibatnya, jurang ketidakadilan kian lebar, dan kepercayaan publik terkikis habis.

Khalifah Umar bin Khattab: Reformasi Sosial dan Administrasi Islam Awal

Luka sosial dari tangan yang mencuri

Korupsi bukan sekadar pelanggaran hukum; ia merusak jantung masyarakat. Riset Transparency International (2024) menunjukkan bahwa negara dengan tingkat korupsi tinggi selalu berbanding lurus dengan lemahnya pelayanan publik dan meningkatnya angka kemiskinan.

Di kampungku, pernah ada kisah pembangunan jembatan kecil yang tak pernah rampung meski anggarannya sudah digelontorkan. Anak-anak sekolah harus menyeberang sungai dengan perahu reyot. Seorang ibu berkata lirih, “Kalau ada musibah, siapa yang bertanggung jawab? Bukankah jembatan itu sudah dibayar dengan uang pajak kita?”

Kata-kata itu menusuk, membuktikan bahwa korupsi bukan sekadar masalah angka, melainkan tragedi sosial. Ibn Taimiyah seakan menjawab keresahan itu:

إِنَّ اللهَ يُقِيمُ الدَّوْلَةَ الْعَادِلَةَ وَإِنْ كَانَتْ كَافِرَةً، وَلَا يُقِيمُ الظَّالِمَةَ وَإِنْ كَانَتْ مُسْلِمَةً

“Sesungguhnya Allah menegakkan negara yang adil meskipun ia kafir, dan tidak menegakkan negara yang zalim meskipun ia Muslim.” (al-Siyāsah al-Syar‘iyyah)

Akhlak Sosial dalam Islam: Keadilan, Empati, dan Amanah Menurut Syaikh Al-‘Ushfūrī

Adalah keadilan; bukan identitas, yang menjadi penopang sebuah peradaban.

Al-Qur’an menegaskan, harta umat jangan sampai berputar hanya di kalangan tertentu:

كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ

“…agar harta itu jangan hanya berputar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian.” (QS. al-Ḥasyr: 7)

Sayangnya, di banyak negeri, praktik itu masih terus terjadi. Harta umat dipakai untuk memperkaya kelompok kecil, sementara mayoritas hanya mendapat remah. Ibn Taimiyah menulis dengan tegas:

الْأَمْوَالُ الْعَامَّةُ تُصْرَفُ فِي الْمَصَالِحِ الْمُشْتَرَكَةِ، وَلَا يَحِلُّ لِأَحَدٍ أَنْ يَسْتَأْثِرَ بِهَا

“Harta umum harus dipergunakan untuk kemaslahatan bersama, dan tidak halal bagi siapa pun untuk menguasainya secara pribadi.” (al-Siyāsah al-Syar‘iyyah)

Pesan ini begitu gamblang: korupsi sama saja dengan merampas hak seluruh rakyat.

Renungan singkat

Korupsi adalah pengkhianatan terhadap amanah Allah. Ia mencuri bukan hanya uang, tetapi juga masa depan anak-anak negeri. Maka;

  • Menumbuhkan budaya malu melalui pendidikan akhlak sejak dini.
  • Memperkuat transparansi dalam pengelolaan dana publik dengan teknologi digital.
  • Menghidupkan kembali semangat kontrol sosial masyarakat, sebagaimana prinsip amar ma‘ruf nahi munkar.
  • Mendorong pemimpin meneladani amanah Nabi ﷺ: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari-Muslim).

Korupsi adalah racun yang terus menggerogoti Baitul Mal modern. Ia mencederai amanah, mengikis keadilan, dan menghancurkan kepercayaan. Tetapi sejarah dan teks suci telah memberi petunjuk: hanya dengan menegakkan amanah, menumbuhkan budaya adil, dan menjaga harta umat untuk kemaslahatan bersama, peradaban bisa bertahan.

اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنْ عِبَادِكَ الْأُمَنَاءِ، وَنَجِّنَا مِنْ فِتْنَةِ الْفَسَادِ وَالظُّلْمِ، وَارْزُقْنَا حُكُوْمَةً عَادِلَةً تَرْعَى شُؤُونَ الْأُمَّةِ.

Apakah kita siap menjaga amanah itu, atau masih rela membiarkan racun ini terus menggerogoti rumah besar kita?

 

* Sugianto al-jawi

Budayawan kontemporer Tulungagung


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement