Beranda » Berita » Hukum Bukan Pedang yang Menyayat Si Lemah dan Menumpul di Hadapan Penguasa

Hukum Bukan Pedang yang Menyayat Si Lemah dan Menumpul di Hadapan Penguasa

pedang keadilan tajam untuk semua, tidak tumpul di hadapan penguasa
Ilustrasi filosofis tentang hukum yang harus tajam untuk semua, bukan alat yang melukai si lemah dan membiarkan penguasa.

Hukum seharusnya tajam ke segala arah. Namun, sering kita menyaksikan pedang hukum hanya terhunus kepada si lemah, sementara di hadapan penguasa ia tumpul dan layu. Ibn Taimiyah dalam al-Siyāsah al-Syar‘iyyah mengingatkan bahwa keadilan adalah inti dari tegaknya negara. Negeri tidak runtuh karena miskin, tidak roboh karena sederhana, tapi ia akan hancur jika hukum jadi alat untuk melanggengkan kezaliman.

Saya pernah duduk bersama seorang tukang becak di sebuah terminal tua. Sambil menyeruput kopi sachet, ia berkata lirih, “Kalau orang kecil salah, cepat sekali diadili. Kalau orang besar salah, entah kenapa malah diberi panggung.” Kalimat sederhana itu menampar kesadaran saya. Rupanya hukum telah menjadi panggung sandiwara, bukan lagi jalan menuju kebenaran.

Keadilan sebagai roh kekuasaan

Ibn Taimiyah menulis:

إِنَّ السُّلْطَانَ إِنَّمَا هُوَ قَائِمٌ بِالْوَظَائِفِ الَّتِي أَقَامَهُ اللَّهُ فِيهَا لِإِقَامَةِ الْعَدْلِ

“Sesungguhnya penguasa itu hanyalah berdiri untuk menjalankan tugas yang Allah tegakkan padanya, yaitu menegakkan keadilan.”

Klasifikasi Dosa-Dosa Besar (al-Kaba’ir) Menurut Sullam at-Taufiq

Keadilan adalah ruh kekuasaan. Tanpa keadilan, penguasa hanyalah bayangan kosong. Hukum kehilangan maknanya bila hanya berpihak pada yang punya kuasa dan harta.

Apakah hukum di negeri kita masih menjadi jalan kebenaran, atau sudah berubah menjadi pagar besi yang hanya melindungi para penguasa?

Luka masyarakat di tengah hiruk pikuk kota

Di jalanan kota besar, baliho wajah penguasa tersenyum ramah. Namun di balik senyum itu, rakyat kecil tetap terhimpit. Pedagang kaki lima yang digusur tanpa solusi, buruh yang digaji tak layak, dan petani yang harga panennya ditekan tengkulak.

Ibn Taimiyah mengingatkan dengan keras:

 إِذَا تَحَكَّمَ الْحُكَّامُ بِالظُّلْمِ بَدَلًا عَنِ الْعَدْلِ فَسَدَتِ الْبِلَادُ وَهَلَكَ الْعِبَادُ

Prinsip Rezeki Halal dalam Sullam at-Taufiq: Menguak Fondasi Hidup yang Berkah

“Apabila para penguasa berhukum dengan kezaliman menggantikan keadilan, maka negeri akan rusak dan rakyat akan binasa.”

Sejarah menjadi saksi: banyak kerajaan besar runtuh bukan karena kalah perang, melainkan karena rakyat kehilangan kepercayaan pada hukum.

Kawan: “Mengapa hukum begitu cepat menghukum pencuri ayam, tapi lambat sekali menyentuh pencuri uang negara?”
Saya: “Mungkin karena hukum kita masih takut pada singa, tapi berani pada ayam.”

Dialog sederhana itu menyingkap luka batin masyarakat. Hukum seolah punya dua wajah: garang pada yang lemah, lembut pada yang kuat.

Jalan pemimpin yang amanah

Ibn Taimiyah juga menulis:

Aqiqah dalam Kitab Riyādhul Badi‘ah

 الْإِمَامُ إِذَا لَمْ يُقِمِ الْحُقُوقَ عَلَى الْقَوِيِّ وَالضَّعِيفِ سَوَاءً فَإِنَّهُ خَانَ الْأَمَانَةَ

“Seorang pemimpin apabila tidak menegakkan hak-hak terhadap yang kuat dan yang lemah secara sama, maka ia telah berkhianat terhadap amanah.”

Kata-kata ini bagai palu yang mengetuk nurani. Seorang pemimpin yang membiarkan hukum berpihak hanya pada elite, sejatinya telah mengkhianati rakyat dan juga Tuhannya. Karena itu;

  • Didik diri untuk bersikap adil bahkan pada perkara kecil.
  • Dorong transparansi hukum dengan ikut mengawasi proses publik.
  • Jangan membiarkan diskriminasi hukum dianggap hal biasa.
  • Pilih pemimpin dengan rekam jejak keberanian menegakkan keadilan.

Keadilan sebagai ibadah sosial

Hukum bukan sekadar aturan kaku, melainkan ibadah sosial. Ibn Taimiyah menekankan:

 الْعَدْلُ مِنْ أَعْظَمِ قُرُبَاتِ الدِّينِ وَهُوَ سَبَبُ صَلَاحِ الدُّنْيَا وَالدِّينِ

“Keadilan adalah salah satu ibadah terbesar dalam agama, dan ia menjadi sebab kebaikan dunia dan agama.”

Al-Qur’an pun menegaskan:

 وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى  (الأنعام: ١٥٢)

“Dan apabila kamu berkata, maka berlaku adillah, sekalipun terhadap kerabat dekat.” (QS. Al-An‘ām: 152)

Hukum yang adil bukan hanya kebutuhan sosial, melainkan jalan ibadah. Ia adalah doa yang menjelma dalam kehidupan nyata.

Jejak riset yang menguatkan pesan lama

Menurut laporan Transparency International (2023), negara dengan tingkat korupsi tinggi cenderung mengalami krisis kepercayaan publik dan stagnasi pembangunan. Fakta ini membenarkan pelajaran Ibn Taimiyah: kezaliman pada hukum akan menggerogoti sendi kehidupan masyarakat.

Hukum bukan pedang yang menyayat si lemah dan menumpul di hadapan penguasa. Ia harus tajam ke segala arah, menebas kezaliman tanpa pandang bulu. Marilah kita berdoa:

اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا أَهْلًا لِلْعَدْلِ وَالْحَقِّ، وَانْصُرِ الْمَظْلُومِينَ وَاخْذُلِ الظَّالِمِينَ

“Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang menegakkan keadilan dan kebenaran, tolonglah yang terzalimi, dan hinakanlah yang zalim.”

Apakah kita akan terus membiarkan hukum menjadi panggung sandiwara, atau berani menjadikannya pedang yang benar-benar tajam demi rakyat dan Tuhan?

 

* Reza Andik Setiawan

Pengasuh Ruang Kontemplatif Serambi Bedoyo


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement