Ekonomi
Beranda » Berita » Prinsip-Prinsip Nilai Ekonomi Syariah

Prinsip-Prinsip Nilai Ekonomi Syariah

Prinsip-Prinsip Nilai Ekonomi Syariah
Ilustrasi AI (sumber gambar:chatgpt.com)

SURAU.CO – Dalam menghadapi dinamika perekonomian modern yang kerap penuh kesenjangan dan ketimpangan, Islam menawarkan seperangkat prinsip ekonomi syariah yang tidak hanya menekankan keuntungan material, tetapi juga keadilan, keberkahan, dan keseimbangan sosial.

Nilai-nilai ekonomi syariah , terumuskan menjadi 6 (enam) prinsip dasar (guiding principles), yang kesemuanya bertujuan menciptakan perekonomian berkeadilan dan berkelanjutan.

Pengendalian Harta Individu

Harta individu harus terkendali agar terus mengalir secara  produktif. Prinsip dasar ini merupakan fungsi zakat yang tidak  banyak terkemukakan secara eksplisit dalam pembahasan dan kajian lain. Namun demikian, prinsip ini merupakan fungsi ekonomi yang paling penting yang instrumen zakat.

Berdasarkan fungsi ini, zakat akan mendorong harta yang  tertumpuk dan tidak produktif untuk keluar mengalir secara  produktif ke dalam aktivitas perekonomian. Aliran harta yang  keluar tersebut dapat berupa investasi produktif pada  sektor riil, maupun berupa zakat, infak, sedekah, dan wakaf.

Zakat sebagai pengendali harta individu

Dengan mengalirnya harta secara produktif, kegiatan perekonomian akan terus bergulir secara terus menerus. Salah  satu instrumen yang dapat mengendalikan harta individu adalah zakat. Zakat berfungsi sebagai instrumen untuk mengendalikan harta individu agar tidak bertumpuk pada pihak  tertentu saja dengan cara distribusi dari pihak yang berlebih(surplus unit) kepada pihak yang kekurangan (deficit unit)  sehingga akan terciptanya keseimbangan sosial. Terkait fikih, zakat mengacu pada bagian kekayaan yang Allah SWT tentukan untuk tersampaikan kepada kelompok tertentu, sehingga secara umum ia bermakna sebagai pengeluaran wajib atas harta tertentu kepada pihak tertentu dengan cara tertentu.

Mengenal Dunia agar Tidak Tertipu olehnya: Tafsir Hikmah Al-Hikam

Distribusi pendapatan yang inklusif

Dengan prinsip ini, distribusi kekayaan dan pendapatan dari  masyarakat kaya kepada mustahik dapat terwujud. Distribusi  tersebut bertujuan untuk menjamin daya beli seluruh lapisan   masyarakat dalam memenuhi konsumsi kebutuhan dasarnya. Pendapatan dan kesempatan yang terdistribusi demi menjamin  inklusivitas perekonomian bagi seluruh masyarakat. Prinsip dasar ini merupakan fungsi instrumen zakat secara umum.

Berdasarkan prinsip ini distribusi pendapatan dari masyarakat dengan harta di atas nisab kepada delapan golongan yang berhak menerima zakat, dalam hal ini masyarakat yang  memiliki harta di bawah nisab, dapat tercipta.

Zakat sebagai mekanisme distribusi kesempatan

Zakat tidak hanya merupakan instrumen yang dapat berfungsi  sebagai mekanisme distribusi pendapatan, tetapi juga sebagai  mekanisme distribusi kesempatan. Dengan meningkatnya daya beli masyarakat miskin akibat zakat yang tersalurkan dapat  digunakan untuk konsumsi, maka kesempatan untuk berusaha dan  bekerja secara produktif juga akan tercapai. Keutamaan penyaluran zakat yang digunakan untuk mendukung konsumsi  masyarakat yang tergolong dalam kelompok yang berhak menerima  zakat ialah meningkatkan daya beli mereka, sehingga kegiatan konsumsi dapat terus berlangsung secara inklusif menopang  permintaan yang pada gilirannya akan mendorong penyediaan  supply barang dan jasa konsumsi tersebut.

Bertransaksi produktif dan berbagi hasil

Ekonomi syariah menjunjung tinggi keadilan dan menekankan berbagi hasil dan risiko (profit and risk sharing). Pelarangan atas riba akan meniadakan tambahan atas modal yang memperoleh kepastian di awal sehingga pemilik modal turut menanggung risiko dari kegiatan usaha. Peniadaan riba juga dapat memperbesar wilayah kelayakan investasi menjadi lebih optimal.

Hal ini akan mendorong pergerakan perekonomian untuk terus aktif dan pada gilirannya akan menyerap lebih banyak tenaga kerja. Semakin banyak tenaga kerja yang terserap oleh pasar, semakin banyak aliran produksi, distribusi, dan konsumsi yang terjadi. Penerapan prinsip dasar ini akan mendorong kreativitas dan produktivitas usaha untuk berlomba-lomba membuka peluang investasi di sektor riil.

Panjang Umur Belum Tentu Bermakna: Hikmah dalam Al-Hikam tentang Kualitas Usia

Transaksi keuangan terkait erat sektor riil

Ekonomi syariah mensyaratkan bahwa setiap transaksi keuangan harus berdasarkan transaksi dalam sektor riil. Menurut prinsip dasar ini, transaksi keuangan hanya terjadi jika ada transaksi sektor riil yang perlu mendapatkan fasilitasi dari transaksi keuangan. Sektor keuangan ada untuk memfasilitasi sektor riil, seperti ungkapan money follow the trade dan tidak sebaliknya. Penerapan prinsip dasar ini akan menghindari financial bubble yang kerap terjadi pada ekonomi konvensional.

Sektor riil ini dapat diibaratkan sebagai mesin penggerak roda perekonomian yang nyata dari suatu bangsa dengan menghasilkan barang dan jasa yang beredar dalam masyarakat. Jika sektor ini berkembang dengan baik, maka perekonomian suatu negara juga dipastikan akan mengalami pertumbuhan yang baik.

Partisipasi sosial untuk kepentingan publik

Sesuai dengan nilai ekonomi Islam yakni pencapaian tujuan sosial terupayakan secara maksimal dengan menafkahkan sebagian hartanya untuk kepentingan bersama (Q.S Al-Hadid [57]:7; Q.S An-Nur [24]: 33; Q.S Al-Baqarah [2]: 267-268).

Implementasi dari prinsip dasar ini jika terkelola secara optimal dan produktif akan menambah sumber daya publik dalam kegiatan aktif perekonomian. Pengelolaan dan implementasi zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF) secara optimal,misalnya, dapat memberikan dampak positif berantai bagi perekonomian. Ziswaf dapat meningkatkan daya beli masyarakat, yang berimplikasi pada meningkatnya supply barang dan jasa. Ini kemudian berimbas pada peningkatan produksi, dan juga pasokan bahan baku. Pada akhirnya, produsen dan pemasok bahan baku akan membutuhkan lebih banyak tenaga kerja. Mata rantai ekonomi seperti ini secara pasti akan menggerakkan perekonomian masyarakat.

Sejalan dengan nilai-nilai ekonomi Islam yang menjunjung tinggi keadilan, kerja sama dan keseimbangan, setiap transaksi muamalah, khususnya transaksi perdagangan dan pertukaran dalam perekonomian, harus mematuhi peraturan yang telah syariat tetapkan.

Bahagia di Tengah Luka: Rahasia Spiritual Dzikir dari Al-Hikam

Sikap Rasulullah terkait transaksi perdagangan

Aturan yang lebih khusus dalam mengatur transaksi perdagangan telah Rasulullah tetapkan pada saat beliau mengatur perdagangan yang berlangsung di pasar Madinah, yang esensinya masih terus berlaku dan dapat terimplementasi sampai sekarang.

Aturan transaksi pasar di Madinah yang Rasulullah tetapkan antara lain:  adanya kebebasan pertukaran; kebebasan agen ekonomi untuk memilih tujuan dan rekan dagang sesuai prinsip syariah, tidak ada paksaan dalam transaksi.

Rasulullah menyatakan pasar merupakan tempat pertukaran; infrastruktur pasar dan sarana pertukaran yang lengkap dengan informasi terkait kuantitas, kualitas dan harga diberikan secara transparan.

Rasulullah mendorong terhindarnya ketidakjelasan/ambiguity (gharar); minimasi asymmetric information. Larangan adanya campur tangan dalam proses penawaran (supply) sebelum berada di pasar, karena dapat mengganggu kepentingan awal penjual maupun pembeli (Rasulullah melarang praktik tengkulak). Hadirnya pasar bebas; tidak ada batasan area perdagangan (antar daerah, antar-negara) tanpa tarif/pajak ataupun price control.

Rasulullah mendorong adanya kelengkapan kontrak transaksi; setiap kontrak harus memuat hak dan kewajiban, pertukaran kepemilikan dan aturan lainnya secara lengkap. Menaati kontrak dan menyampaikan kebenaran informasi merupakan suatu yang sakral. Kewenangan pihak otoritas dan penegak hukum harus tegak untuk menjaga kepatuhan atas aturan maupun kontrak.

Oleh karena itu, jika nilai-nilai ini terimplementasikan secara konsisten, maka perekonomian tidak hanya bergerak untuk mengejar pertumbuhan, tetapi juga memastikan distribusi yang merata, keberlanjutan sosial, serta tercapainya tujuan utama syariah, yakni kemaslahatan umat. (St.Diyar)

Referensi: Azharsyah Ibrahim, dkk, Pengantar Ekonomi Islam, 2021


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement