SURAU.CO – Dalam menghadapi dinamika perekonomian modern yang kerap penuh kesenjangan dan ketimpangan, Islam menawarkan seperangkat prinsip ekonomi syariah yang tidak hanya menekankan keuntungan material, tetapi juga keadilan, keberkahan, dan keseimbangan sosial.
Nilai-nilai ekonomi syariah , terumuskan menjadi 6 (enam) prinsip dasar (guiding principles), yang kesemuanya bertujuan menciptakan perekonomian berkeadilan dan berkelanjutan.
Pengendalian Harta Individu
Harta individu harus terkendali agar terus mengalir secara produktif. Prinsip dasar ini merupakan fungsi zakat yang tidak banyak terkemukakan secara eksplisit dalam pembahasan dan kajian lain. Namun demikian, prinsip ini merupakan fungsi ekonomi yang paling penting yang instrumen zakat.
Berdasarkan fungsi ini, zakat akan mendorong harta yang tertumpuk dan tidak produktif untuk keluar mengalir secara produktif ke dalam aktivitas perekonomian. Aliran harta yang keluar tersebut dapat berupa investasi produktif pada sektor riil, maupun berupa zakat, infak, sedekah, dan wakaf.
Zakat sebagai pengendali harta individu
Dengan mengalirnya harta secara produktif, kegiatan perekonomian akan terus bergulir secara terus menerus. Salah satu instrumen yang dapat mengendalikan harta individu adalah zakat. Zakat berfungsi sebagai instrumen untuk mengendalikan harta individu agar tidak bertumpuk pada pihak tertentu saja dengan cara distribusi dari pihak yang berlebih(surplus unit) kepada pihak yang kekurangan (deficit unit) sehingga akan terciptanya keseimbangan sosial. Terkait fikih, zakat mengacu pada bagian kekayaan yang Allah SWT tentukan untuk tersampaikan kepada kelompok tertentu, sehingga secara umum ia bermakna sebagai pengeluaran wajib atas harta tertentu kepada pihak tertentu dengan cara tertentu.
Distribusi pendapatan yang inklusif
Dengan prinsip ini, distribusi kekayaan dan pendapatan dari masyarakat kaya kepada mustahik dapat terwujud. Distribusi tersebut bertujuan untuk menjamin daya beli seluruh lapisan masyarakat dalam memenuhi konsumsi kebutuhan dasarnya. Pendapatan dan kesempatan yang terdistribusi demi menjamin inklusivitas perekonomian bagi seluruh masyarakat. Prinsip dasar ini merupakan fungsi instrumen zakat secara umum.
Berdasarkan prinsip ini distribusi pendapatan dari masyarakat dengan harta di atas nisab kepada delapan golongan yang berhak menerima zakat, dalam hal ini masyarakat yang memiliki harta di bawah nisab, dapat tercipta.
Zakat sebagai mekanisme distribusi kesempatan
Zakat tidak hanya merupakan instrumen yang dapat berfungsi sebagai mekanisme distribusi pendapatan, tetapi juga sebagai mekanisme distribusi kesempatan. Dengan meningkatnya daya beli masyarakat miskin akibat zakat yang tersalurkan dapat digunakan untuk konsumsi, maka kesempatan untuk berusaha dan bekerja secara produktif juga akan tercapai. Keutamaan penyaluran zakat yang digunakan untuk mendukung konsumsi masyarakat yang tergolong dalam kelompok yang berhak menerima zakat ialah meningkatkan daya beli mereka, sehingga kegiatan konsumsi dapat terus berlangsung secara inklusif menopang permintaan yang pada gilirannya akan mendorong penyediaan supply barang dan jasa konsumsi tersebut.
Bertransaksi produktif dan berbagi hasil
Ekonomi syariah menjunjung tinggi keadilan dan menekankan berbagi hasil dan risiko (profit and risk sharing). Pelarangan atas riba akan meniadakan tambahan atas modal yang memperoleh kepastian di awal sehingga pemilik modal turut menanggung risiko dari kegiatan usaha. Peniadaan riba juga dapat memperbesar wilayah kelayakan investasi menjadi lebih optimal.
Hal ini akan mendorong pergerakan perekonomian untuk terus aktif dan pada gilirannya akan menyerap lebih banyak tenaga kerja. Semakin banyak tenaga kerja yang terserap oleh pasar, semakin banyak aliran produksi, distribusi, dan konsumsi yang terjadi. Penerapan prinsip dasar ini akan mendorong kreativitas dan produktivitas usaha untuk berlomba-lomba membuka peluang investasi di sektor riil.
Transaksi keuangan terkait erat sektor riil
Ekonomi syariah mensyaratkan bahwa setiap transaksi keuangan harus berdasarkan transaksi dalam sektor riil. Menurut prinsip dasar ini, transaksi keuangan hanya terjadi jika ada transaksi sektor riil yang perlu mendapatkan fasilitasi dari transaksi keuangan. Sektor keuangan ada untuk memfasilitasi sektor riil, seperti ungkapan money follow the trade dan tidak sebaliknya. Penerapan prinsip dasar ini akan menghindari financial bubble yang kerap terjadi pada ekonomi konvensional.
Sektor riil ini dapat diibaratkan sebagai mesin penggerak roda perekonomian yang nyata dari suatu bangsa dengan menghasilkan barang dan jasa yang beredar dalam masyarakat. Jika sektor ini berkembang dengan baik, maka perekonomian suatu negara juga dipastikan akan mengalami pertumbuhan yang baik.
Partisipasi sosial untuk kepentingan publik
Sesuai dengan nilai ekonomi Islam yakni pencapaian tujuan sosial terupayakan secara maksimal dengan menafkahkan sebagian hartanya untuk kepentingan bersama (Q.S Al-Hadid [57]:7; Q.S An-Nur [24]: 33; Q.S Al-Baqarah [2]: 267-268).
Implementasi dari prinsip dasar ini jika terkelola secara optimal dan produktif akan menambah sumber daya publik dalam kegiatan aktif perekonomian. Pengelolaan dan implementasi zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF) secara optimal,misalnya, dapat memberikan dampak positif berantai bagi perekonomian. Ziswaf dapat meningkatkan daya beli masyarakat, yang berimplikasi pada meningkatnya supply barang dan jasa. Ini kemudian berimbas pada peningkatan produksi, dan juga pasokan bahan baku. Pada akhirnya, produsen dan pemasok bahan baku akan membutuhkan lebih banyak tenaga kerja. Mata rantai ekonomi seperti ini secara pasti akan menggerakkan perekonomian masyarakat.
Sejalan dengan nilai-nilai ekonomi Islam yang menjunjung tinggi keadilan, kerja sama dan keseimbangan, setiap transaksi muamalah, khususnya transaksi perdagangan dan pertukaran dalam perekonomian, harus mematuhi peraturan yang telah syariat tetapkan.
Sikap Rasulullah terkait transaksi perdagangan
Aturan yang lebih khusus dalam mengatur transaksi perdagangan telah Rasulullah tetapkan pada saat beliau mengatur perdagangan yang berlangsung di pasar Madinah, yang esensinya masih terus berlaku dan dapat terimplementasi sampai sekarang.
Aturan transaksi pasar di Madinah yang Rasulullah tetapkan antara lain: adanya kebebasan pertukaran; kebebasan agen ekonomi untuk memilih tujuan dan rekan dagang sesuai prinsip syariah, tidak ada paksaan dalam transaksi.
Rasulullah menyatakan pasar merupakan tempat pertukaran; infrastruktur pasar dan sarana pertukaran yang lengkap dengan informasi terkait kuantitas, kualitas dan harga diberikan secara transparan.
Rasulullah mendorong terhindarnya ketidakjelasan/ambiguity (gharar); minimasi asymmetric information. Larangan adanya campur tangan dalam proses penawaran (supply) sebelum berada di pasar, karena dapat mengganggu kepentingan awal penjual maupun pembeli (Rasulullah melarang praktik tengkulak). Hadirnya pasar bebas; tidak ada batasan area perdagangan (antar daerah, antar-negara) tanpa tarif/pajak ataupun price control.
Rasulullah mendorong adanya kelengkapan kontrak transaksi; setiap kontrak harus memuat hak dan kewajiban, pertukaran kepemilikan dan aturan lainnya secara lengkap. Menaati kontrak dan menyampaikan kebenaran informasi merupakan suatu yang sakral. Kewenangan pihak otoritas dan penegak hukum harus tegak untuk menjaga kepatuhan atas aturan maupun kontrak.
Oleh karena itu, jika nilai-nilai ini terimplementasikan secara konsisten, maka perekonomian tidak hanya bergerak untuk mengejar pertumbuhan, tetapi juga memastikan distribusi yang merata, keberlanjutan sosial, serta tercapainya tujuan utama syariah, yakni kemaslahatan umat. (St.Diyar)
Referensi: Azharsyah Ibrahim, dkk, Pengantar Ekonomi Islam, 2021
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
