SURAU.CO – Ketika awal-awal Nabi Muhammad SAW. tiba di Madinah, beliau berkeliling Kota Madinah untuk melihat situasi dan kondisi ekonomi Madinah. Beliau melihat, saat itu ekonomi kota Madinah berpusat pada pasar Bani Qainuqa yang dikuasai pedagang Yahudi.
Praktik Curang Pasar Bani Qainuqa
Menyikapi Pasar Bani Qainuqa, Nabi menyaksikan sikap tidak jujur, kasar,dan sikap-sikap tidak terpuji lainnya yang dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Penguasaan kaum Yahudi terhadap pasar-pasar Madinah pada masa itu sangat merugikan pihak lain.
Dikisahkan bahwa ada pedagang menggunakan dua timbangan dalam bertransaksi. Satu timbangan untuk dipakai membeli barang dari pengrajin atau petani yang menguntungkan dirinya. Sementara itu, timbangan yang lain digunakan untuk menjual kepada pembeli yang juga menguntungkan dirinya. Selain itu, beliau juga melihat bahwa kekuatan politik Islam hanya dapat ditegakkan dengan kedaulatan ekonomi umat.
Rasulullah membangun Pasar Baqi
Hal ini kemudian mendorong beliau untuk membangun pasar sendiri yang kemudian dikenal dengan Pasar Baqi. Tidak hanya memilih lokasi yang luas dan strategis, Nabi Muhammad juga menerapkan kebijakan-kebijakan untuk membangun sistem pasar yang adil.
Langkah awal yang Rasulullah lakukan pada Pasar Baqi adalah dengan tidak mengizinkan seseorang membuat tempat khusus. Maksudnya, para pedagang beliau larang membuat klaim terhadap lokasi lapak Pasar Baqi. Siapa yang datang duluan, dia yang berhak menempati lokasi itu. Maksudnya agar para pedagang datang lebih awal untuk memilih tempat yang strategis. Dengan kebijakan ini, maka tidak ada diskriminasi dan tidak ada pedagang yang merasa rugi karena pasar menjadi milik bersama.
Rasulullah membebaskan pedagang dari retribusi
Selanjutnya Rasulullah membebaskan pedagang dari pajak dan upeti. Para pedagang Pasar Baqi tidak perlu membayar retribusi. Tentu saja kebijakan ini sangat menguntungkan para pedagang karena laba mereka menjadi utuh, tidak berkurang untuk membayar ini dan itu. “Ini pasar kalian, jangan membuatnya sempit dan jangan ada penarikan retribusi,” kata Nabi Muhammad SAW kepada para sahabatnya.
Nabi Muhammad SAW juga mendorong agar para pedagang Pasar Baqi mengekspor barang-barang komoditas. Misalnya kurma, karena Madinah merupakan daerah pertanian dan penghasil buah tersebut. Nabi Muhammad SAW juga turun langsung ke pasar untuk mengawasi agar praktik-praktik transaksi sesuai dengan ajaran agama Islam.
Siapa menipu, ia bukan golonganku
Pada suatu ketika misalnya, Nabi Muhammad SAW mendapati setumpuk makanan. Beliau kemudian memasukkan tangannya ke dalamnya untuk mengecek kualitas makanan itu. Ternyata makanan itu bagian bawahnya basah. Setelah beliau tanyakan, si pedagang bilang bahwa makanan itu basah karena kehujanan.
“Kenapa yang basah tidak kau taruh di atas, biar kelihatan. Siapa menipu, ia bukan golonganku,” kata Nabi Muhammad SAW.
Rasulullah menugaskan sahabat untuk mengawasi pasar
Begitulah kesempurnaan akhlak Nabi Muhammad SAW. Beliau selalu menekankan kejujuran dalam setiap transaksi jual beli sehingga tidak ada yang merasa rugi. Terkadang Nabi Muhammad SAW juga menugaskan orang lain untuk mengawasi pasar. Setelah Fathul Makkah misalnya, Nabi Muhammad menugaskan Said bin Said bin al-Ash untuk mengawasi pasar Makkah.
Dengan kebijakan Nabi dan semangat para sahabat dalam berniaga, maka tidak heran jika Pasar Baqi atau Pasar Madinah menjadi pusat perekonomian baru dalam kancah regional Arab, melebihi pasar kaum Yahudi–Qainuqa.
Kisah tersebut menggambarkan bahwa rules of behavior merupakan dasar yang membentuk sebuah sistem dalam ekonomi Islam yang terdiri dari seperangkat aturan, nilai, dan standar perilaku. Aturan ini yang mengatur kehidupan ekonomi dan membangun hubungan produksi dalam suatu masyarakat Islam dengan mengacu pada Alquran dan hadis sebagai sumber utama, ijmak, dan qiyas sebagai sumber pendukung.
Perbedaan perspektif ekonomi Islam dan konvensional
Sudut pandang sistem ekonomi Islam berbeda dengan konteks konvensional. Dalam ekonomi konvensional, penekanan dalam setiap aktivitas ekonomi lebih menitik-beratkan pada aspek material saja, sedangkan dalam ekonomi Islam lebih komprehensif dari itu karena mencakup juga aspek moral dan hubungan setiap aktivitas ekonomi manusia dengan Allah SWT dan pertanggung-jawabannya pada hari akhir.
Sistem ekonomi Islam mempunyai ciri khas (karakteristik) yang tidak terdapat dalamsistem ekonomi konvensional, seperti adanya unsur ketuhanan, akhlak, pelarangan riba, kewajiban zakat. Keseimbangan antara aspek material dengan aspek spiritual.
Penggambaran sistem ekonomi dapat tergambarkan seperti sebuah bangunan yang terdiri dari fondasi awal (akidah), fondasi pendukung (syariah, akhlak, dan ukhuwah); kemudian adanya pilar-pilar yang menyangga sistem ini seperti keadilan, keseimbangan, dan kemaslahatan. Pada bagian atas pilar ini kemudian terdapat tujuan yang juga merupakan tujuan akhir dari kehidupan manusia, yaitu mencapai falah (kesejahteraan) dunia dan akhirat.(St.Diyar)
Referensi: Azharsyah Ibrahim, dkk, Pengantar Ekonomi Islam, 2021
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
