SURAU.CO – Manusia modern hidup dalam sebuah paradoks. Kita mengejar kekayaan, jabatan, dan kemewahan tanpa henti. Kita meyakini bahwa kebahagiaan terletak pada “kepemilikan”. Namun, semakin banyak yang kita miliki, semakin sering kita merasa hampa. Kita lupa bahwa Islam telah memberikan sebuah formula. Sebuah “reset button” untuk definisi kebahagiaan kita. Formula ini terangkum dalam sebuah hadits singkat, namun maknanya seluas samudra.
Hadits ini mengajarkan kita tentang tiga pilar fundamental. Tiga nikmat yang jika terkumpul pada seorang hamba di pagi hari, sesungguhnya ia telah menggenggam seluruh dunia. Ia adalah orang terkaya di muka bumi, meskipun ia tidak menyadarinya. Inilah nikmat keamanan dan kesehatan serta kecukupan pangan.
Fondasi Kebahagiaan: Matan Hadits Agung
Landasan dari perenungan ini adalah hadits dari Ubaidullah bin Mihshan Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu. Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ، مُعَافًى فِي جَسَدِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ، فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
“Barangsiapa di antara kalian yang bangun di pagi hari dalam keadaan aman di rumahnya (atau di tengah-tengah kaumnya), sehat badannya, dan ia memiliki makanan pokok untuk hari itu, maka seakan-akan seluruh dunia telah dikumpulkan untuknya.” (HR. Tirmidzi)
Hadits ini bukanlah sekadar daftar nikmat biasa. Ia adalah sebuah sistem hierarki kebutuhan yang sempurna. Sebuah ekosistem kebahagiaan yang menopang satu sama lain. Mari kita bedah tiga pilar ini lapis demi lapis.
Pilar Pertama: Keamanan (Amanun fi Sirbihi) – Fondasi Eksistensi
Perhatikanlah, nikmat pertama yang Nabi sebutkan bukanlah kesehatan atau makanan. Melainkan keamanan. Mengapa? Karena tanpa rasa aman, semua nikmat lain kehilangan nilainya. Apa gunanya makanan lezat jika kita harus memakannya dalam ketakutan? Apa artinya tubuh yang sehat jika kita tidak bisa tidur nyenyak karena khawatir akan ancaman?
Keamanan adalah panggung di mana kehidupan bisa berlangsung. Ia adalah manifestasi dari nama Allah, Al-Mu’min (Yang Memberi Keamanan). Di zaman sekarang, nikmat ini sering kita anggap remeh. Kita lupa bahwa di belahan bumi lain, saudara kita bangun dengan suara bom. Rasa aman untuk berjalan ke masjid, bekerja, dan pulang ke rumah adalah sebuah kemewahan yang tak ternilai.
Pilar Kedua: Kesehatan (Mu’afan fi Jasadihi) – Modal Kehidupan
Setelah panggungnya aman, kita membutuhkan “aktor” yang sehat untuk bisa beraktivitas. Itulah nikmat kesehatan. Kesehatan adalah kendaraan kita untuk menjalani hidup. Ia adalah wujud kasih sayang Allah, Asy-Syafi (Yang Maha Menyembuhkan).
Tubuh yang sehat memungkinkan kita untuk bekerja, beribadah, dan berinteraksi. Bayangkan seorang raja yang memiliki istana megah, namun ia terbaring sakit tak berdaya. Hartanya tidak bisa membeli kesembuhan. Jabatannya tidak bisa menghilangkan rasa sakitnya. Di saat itulah, ia akan rela menukar seluruh kerajaannya hanya untuk bisa berjalan normal kembali. Ini membuktikan bahwa kesehatan adalah modal yang jauh lebih berharga daripada kekayaan material.
Pilar Ketiga: Makanan Cukup (‘Indahu Qutu Yaumihi) – Bahan Bakar Harian
Panggung sudah aman. Aktornya pun sehat. Kini, ia butuh bahan bakar untuk bergerak. Itulah nikmat kecukupan makanan. Perhatikan frasa yang digunakan oleh Nabi: quta yaumihi (makanan untuk hari itu). Bukan makanan untuk sepekan. Bukan pula makanan untuk sebulan.
Di sini ada sebuah pelajaran tauhid yang sangat dalam. Islam mengajarkan kita untuk fokus pada rasa syukur harian. Jaminan makanan untuk hari ini sudah cukup untuk membuat kita menjadi orang terkaya. Ini adalah obat penawar bagi penyakit “anxiety” atau kekhawatiran berlebihan akan masa depan. Ia adalah manifestasi dari nama Allah, Ar-Razzaq (Yang Maha Memberi Rezeki).
Sintesis: Mengapa Seakan-akan Menggenggam Dunia?
Inilah puncak dari hadits ini. Mengapa gabungan ketiganya setara dengan seluruh dunia? Karena dunia dan segala isinya sampai jabatan, popularitas, gadget terbaru sampai semuanya menjadi tidak berarti tanpa tiga pilar ini. Tiga nikmat ini adalah prasyarat untuk bisa menikmati semua nikmat lainnya.
Seseorang yang bangun di pagi hari dengan tiga kunci ini, sesungguhnya ia telah memiliki semua yang ia butuhkan untuk berfungsi sebagai manusia dan hamba. Ia memiliki keamanan untuk berencana. Ia memiliki kesehatan untuk beramal. Dan ia memiliki energi untuk beribadah. Apalagi yang ia butuhkan?
Hadits ini mengajak kita untuk melakukan kalibrasi ulang rasa syukur. Berhentilah sejenak dari perlombaan dunia. Lihatlah ke dalam diri kita. Jika pagi ini kita bangun di tempat tidur yang aman, dengan tubuh yang bisa bergerak tanpa sakit, dan ada secangkir teh serta sepotong roti di meja, maka ucapkanlah Alhamdulillah. Karena sesungguhnya, Allah telah memberikan seluruh dunia ke dalam genggaman kita
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
