Opinion
Beranda » Berita » Sepeda Motor, Jalan Macet, dan Sabar yang Sering Kalah

Sepeda Motor, Jalan Macet, dan Sabar yang Sering Kalah

Pengendara sepeda motor sabar di jalan macet kota.
Seorang pengendara motor berhenti di tengah kemacetan, wajahnya teduh, cahaya senja menyorot, melambangkan kesabaran.

Sepeda motor menjadi wajah kehidupan kota hari ini. Ia ada di setiap tikungan, menyalip dengan lincah, melawan macet, kadang juga melawan kesabaran kita. Jalanan padat di pagi hari bukan hanya soal transportasi, melainkan juga ruang ujian rohani. Ibn ‘Arabi dalam Al-Futūḥāt al-Makkiyah menyinggung bahwa setiap momen sehari-hari, sekecil apa pun, dapat menjadi pintu menuju Allah bila hati tidak tergesa-gesa. Di tengah deru knalpot, kita sering lupa: sabar adalah bahan bakar yang lebih penting daripada bensin.

Ketergesaan yang Mengikis Wajah Hati

Saya masih ingat, suatu pagi ketika sedang terburu-buru menuju kantor, sebuah motor dari arah kiri tiba-tiba menyerobot. Hampir saja saya kehilangan kendali. Saat itu, rasa marah meluap begitu cepat. Namun, dalam hati terlintas satu ayat:

إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.”

Kalimat itu menampar kesadaran saya. Apakah saya benar-benar kehilangan beberapa menit, atau sebenarnya kehilangan keberkahan sabar?

Antara Klakson dan Dzikir

Kota besar adalah panggung tempat klakson bersaing dengan doa. Ada orang yang berzikir di atas motor, ada pula yang menggerutu sambil menyalip. Ibn ‘Arabi menulis dalam Al-Futūḥāt:

Bahaya Sinkretisme dan Pluralisme Agama

مَنْ ضَيَّعَ صَبْرَهُ فِي الطَّرِيْقِ، فَقَدْ أَغْلَقَ عَلَى نَفْسِهِ بَابًا مِنْ أَبْوَابِ اللهِ

“Siapa yang menyia-nyiakan sabarnya di jalan, maka ia telah menutup salah satu pintu Allah bagi dirinya.”

Betapa sering kita menutup pintu itu hanya karena ingin lebih cepat beberapa detik.

Saya pernah menyaksikan percakapan ringan di lampu merah.

“Macet lagi, Bu. Telat semua ini orang kerja.”

Jeritan Korban Malapetaka Banjir Aceh

“Nak, kalau macet itu ya sudah. Daripada marah, lebih baik kita doakan jalan ini supaya aman.”

Kalimat sederhana itu terdengar biasa. Tetapi di dalamnya ada kedewasaan spiritual. Jalan macet tidak lagi dipandang sebagai musuh, melainkan sebagai pengingat bahwa waktu bukan sepenuhnya milik kita.

Jalan Raya sebagai Madrasah Kesabaran

Riset psikologi transportasi menunjukkan, kemacetan bisa memicu stres tinggi dan memperbesar risiko konflik sosial. Namun, spiritualitas mampu menjadi peredam. Ibn ‘Arabi mengajarkan:

إِذَا عَرَفَ الْعَبْدُ أَنَّ كُلَّ تَأْخِيْرٍ لَهُ وَقْتٌ مَعْلُوْمٌ عِنْدَ اللهِ، سَكَنَ قَلْبُهُ فِي الْمَسِيْرِ

Points Rektor UGM dan Kisah Politik Ijazah Jokowi

“Apabila seorang hamba memahami bahwa setiap keterlambatan memiliki waktu yang sudah ditentukan di sisi Allah, maka tenteramlah hatinya dalam perjalanan.”

Macet, dengan begitu, adalah pelajaran bahwa hidup ini berjalan menurut ritme ilahi, bukan ritme ego kita.

Motor bisa melaju cepat, tapi hati perlu pelan agar tetap jernih.

Macet bukan sekadar hambatan, melainkan cermin ego yang diuji.

Kesabaran yang lahir di jalan raya sering lebih tulus daripada kesabaran di ruang doa.

Sabar yang Kadang Tumbang

Tidak jarang, sabar itu kalah. Saya sendiri beberapa kali terpancing emosi, memaki dalam hati ketika jalan berhenti. Namun kemudian, saya teringat kata Ibn ‘Arabi dalam Futūḥāt:

إِذَا غَلَبَ الْغَضَبُ عَلَى الْعَبْدِ، فَقَدْ حَجَبَهُ عَنْ نُوْرِ اللهِ فِيْ تِلْكَ السَّاعَةِ

“Ketika amarah menguasai seorang hamba, maka ia terhalangi dari cahaya Allah pada saat itu.”

Betapa rugi, hanya karena macet kita kehilangan cahaya Allah.

Hidup di kota memang tidak mudah. Tetapi bila kita mampu mengubah kemacetan menjadi momen dzikir, maka jalan raya pun bisa jadi madrasah. Nabi ﷺ bersabda:

مَنْ تَصَبَّرَ صَبَّرَهُ اللهُ، وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ﴾ (رواه البخاري ومسلم

“Barang siapa berusaha bersabar, Allah akan memberinya kesabaran. Dan tidak ada pemberian yang lebih baik dan luas daripada sabar.”

Mungkin inilah hadiah yang disiapkan Allah di tengah macet: ruang untuk melatih kesabaran yang lebih luas daripada jalanan itu sendiri.

Langkah Praktis

Niatkan perjalanan dengan doa sebelum menyalakan motor.

Saat macet, ganti klakson marah dengan dzikir ringan seperti subhanallah.

Alihkan emosi dengan melihat sekitar: ada banyak wajah yang sama lelahnya, sama berharapnya.

Jadikan jalanan sebagai latihan, bukan hanya tempat melintas.

Doa di Tengah Riuh Knalpot

Sepeda motor, jalan macet, dan sabar memang sering kalah. Namun justru di situlah peluang kita untuk belajar. Ibn ‘Arabi mengingatkan bahwa jalan hidup penuh isyarat ilahi. Bila sabar hadir, maka jalanan yang semrawut bisa berubah menjadi taman ruhani.

اللَّهُمَّ ارْزُقْنَا صَبْرًا جَمِيْلًا، وَاجْعَلْ طُرُقَنَا آمِنَةً، وَقُلُوْبَنَا مُطْمَئِنَّةً.

Apakah kita rela kehilangan cahaya Allah hanya karena kalah oleh kemacetan?

 

* Reza Andik Setiawan


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement