Khazanah
Beranda » Berita » Harta menurut Jumhur Ulama

Harta menurut Jumhur Ulama

Harta menurut Jumhur Ulama
Ilustrasi AI (sumber gambar: chatgpt.com)

SURAU.CO – Menurut jumhur ulama (mayoritas) fukaha  “Harta adalah segala sesuatu yang bernilai dan jika rusak maka orang yang merusaknya mesti mengganti.”

Imam Az-Zarkasyi dari ulama syafi’iyyah dalam kitab Al-Manthur fi al Qawa’idal-Syariyah mendefinisikan mal sebagai apa-apa yang bermanfaat, yang bisa berupa barang/benda atau juga bisa berupa manfaat. Apa yang berupa benda terbagi dua: barang dan hewan. Apa yang ulama maksud  dengan barang  dalam konteks ini ialah semua harta secara umum.

Hewan ternak termasuk dalam harta

Hewan menurutnya terbagi dua:  Hewan yang tidak bisa diambil manfaatnya, maka ini tidak bisa termasuk dalam mal atau harta. Contohnya seperti lalat, nyamuk, kelelawar, dan serangga. Dan hewan yang bermanfaat; ini pun terbagi menjadi hewan yang mempunyai tabiat jahat dan merusak. Contohmya singa dan beruang; ini tidak bisa disebut harta; dan kedua, hewan yang bertabiat jinak dan patuh seperti binatang ternak; inilah yang disebut harta.

Makna harta menurut ulama

Al-Buhuti (Mansur Ibn Yunus) dari kalangan madzhab Hambali, dalam kitab Kasyhaf al-Qana’ Matan al-Iqna Vol 3 h. 153 mendefinikan harta ialah apa-apa yang memiliki manfaat yang mubah untuk suatu keperluan dan atau untuk kondisi darurat.

Sementara itu, menurut Imam as-Suyuthi, harta ialah segala sesuatu yang termiliki dan mempunyai nilai jual yang akan terus ada, kecuali bila semua orang telah meninggalkannya. Kalau baru sebagian orang saja yang meninggalkannya, barang itu mungkin masih bermanfaat bagi orang lain dan masih mempunyai nilai bagi mereka.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Perbedaan definisi dengan ulama hanafiyah

Salah satu perbedaan dari definisi  yang ada dalam pandangan ulama hanafiyah dan jumhur ulama adalah tentang benda yang tidak dapat terindera, seperti manfaat. Ulama hanafiyah memandang bahwa manfaat termasuk sesuatu yang dapat dimiliki, tetapi bukan harta.

Adapun menurut ulama selain hanafiyah, manfaat termasuk harta sebab yang penting adalah manfaatnya bukan zatnya.  Kalangan hanafiyah membatasi harta pada hal-hal atau barang-barang yang bersifat materi, artinya sesuatu yang memiliki materi yang dapat terasakan. Adapun manfaat dan hak, tidak termasuk harta menurut mereka. Hal tersebut adalah milik dan bukan harta.

Namun, kalangan  selain hanafiyah memandangnya  sebagai  harta,  karena tujuan sesungguhnya dari segala sesuatu adalah manfaatnya bukan zatnya. Inilah pendapat yang benar oleh undang-undang dan juga dalam kebiasaan atau interaksi manusia.

Harta bukan sekadar materi

Penggenggaman (al-ihraz) dan penguasaan terhadap sesuatu (al-hiyazah) berlaku terhadap hak dan manfaat.  Menurut jumhur ulama, harta bukanlah sekadar materi, tetapi termasuk manfaat dari suatu benda. Karena yang terpenting adalah manfaatnya bukan zatnya, berbeda jauh dengan pendapat mazhab Hanafi. Implikasi dari perbedaan pendapat ini terlihat dalam contoh berikut. Apabila seseorang merampas atau mempergunakan komputer orang lain tanpa izin (ghoshob), menurut jumhur ulama, orang tersebut dapat menerima gugatan ganti rugi, karena manfaat komputer tersebut mempunyai nilai harta. Mereka berpendirian bahwa manfaat suatu benda merupakan unsur terpenting dalam harta, karena nilai harta terukur pada kualitas dan kuantitas manfaat benda tersebut.

Akan tetapi, ulama mazhab Hanafi mengatakan bahwa penggunaan komputer orang lain tanpa izin tidak dapat menerima tuntunan ganti rugi. Alasannya karena orang tersebut bukan mengambil harta, tetapi hanya sekadar memanfaatkan komputer tersebut. Namun demikian, ulama mazhab  Hanafi tetap tidak dapat membenarkan pemanfaatan milik orang lain tanpa izin.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Ulama mazhab Hanafi muta’akhirīn menganggap bahwa definisi harta pendahulunya tidak komprehensif dan kurang akomodatif. Alasannya, dalam surah al-Baqarah [2] ayat 29

Allah SWT telah berfirman:

هُوَ ٱلَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي ٱلۡأَرۡضِ جَمِيعٗا ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰٓ إِلَى ٱلسَّمَآءِ فَسَوَّىٰهُنَّ سَبۡعَ سَمَٰوَٰتٖۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ

“Dia-lah Allah SWT, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.”

Menurut Abdul Aziz Dahlan, ayat tersebut menunjukkan bahwa segala sesuatu yang Allah ciptakan adalah untuk  umat manusia manfaatkan. Karenanya, mereka lebih cenderung pada pendapat jumhur ulama. Mereka adalah Musthafa Ahmad Az-Zarqa dan Wahbah Az-Zuhaili.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Unsur-unsur harta

Menurut Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, dan harta harus memuat dua unsur, yaitu unsur ‘aniyyah dan unsur ‘urf. Unsur ‘aniyyah, yaitu hal yang ada wujudnya dalam kenyataan. Sementara itu, unsur ‘urf, yaitu segala sesuatu yang dipandang sebagai harta oleh manusia, baik keseluruhan manusia maupun sebagiannya.

Pada dasarnya harta (al-mal) merupakan segala sesuatu yang memiliki nilai-nilai legal dan konkret (a’yan) wujudnya, secara  tabiat manusia menyukainya  secara umum, bisa mereka miliki, dapat mereka simpan, serta dapat termanfaatkan dalam perkara yang legal menurut syara’, seperti sebagai modal bisnis, pinjaman, konsumsi, hibah, dan sebagainya.

Oleh karena itu, kepemilikan barang/harta dalam ekonomi dapat bermakna sebagai suatu upaya manusia dalam menjalankan aktivitas ekonomi dengan mendapatkan kuasa atau kewenangan kepemilikan terhadap harta kekayaan tersebut agar dapat tertata semaksimal mungkin agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.(St.Diyar)

Referensi: Azharsyah Ibrahim, dkk, Pengantar Ekonomi Islam, 2021


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement