Anak muda sering dipandang sebagai motor penggerak perubahan. Dalam ruang-ruang kota, di media sosial, bahkan di warung kopi pinggir jalan, wajah mereka selalu hadir: penuh energi, cepat beradaptasi, dan gemar mencoba hal baru. Namun, Ibn ‘Arabi dalam Al-Futūḥāt al-Makkiyah mengingatkan bahwa pemuda bukan hanya trendsetter, tetapi juga amanah besar—energi yang Allah titip untuk menghidupkan dunia dengan cahaya-Nya.
Jejak Langkah di Jalan yang Tak Selalu Mudah
Suatu sore, saya berbincang dengan seorang mahasiswa.
“Mas, kenapa kelihatan capek sekali?”
“Bukan soal kuliah, Bang. Rasanya hidup ini kayak lomba lari. Semua orang minta kita cepat sukses.”
“Terus kamu lari ke arah mana?”
Dia tersenyum getir, “Kadang lupa arah, Bang. Kadang lupa kalau Allah yang pegang kompasnya.”
Dalam Al-Futūḥāt, Ibn ‘Arabi menulis:
الشَّبَابُ نِعْمَةٌ مَسْؤُولٌ عَنْهَا، فَإِنِ اسْتُعْمِلَ فِي طَاعَةِ اللَّهِ كَانَ نُورًا، وَإِلَّا صَارَ حَسْرَةً
“Masa muda adalah nikmat yang akan dipertanggungjawabkan. Jika digunakan dalam ketaatan kepada Allah, ia menjadi cahaya. Jika tidak, ia berubah menjadi penyesalan.” (Al-Futūḥāt al-Makkiyah)
Gelombang Energi yang Bisa Mengubah Dunia
Fenomena sosial menunjukkan, anak muda mendominasi populasi Indonesia—sekitar 25% berada di rentang usia 16–30 tahun (BPS, 2023). Data itu bukan sekadar angka. Ia adalah energi yang bila diarahkan bisa mengubah wajah bangsa. Namun, energi ini bisa liar bila kehilangan orientasi.
Al-Qur’an menegaskan:
إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى
“Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Rabb mereka, lalu Kami tambahkan kepada mereka petunjuk.” (QS. Al-Kahf: 13)
Pemuda Ashabul Kahfi bukan dikenal karena gaya hidup, tetapi karena keberanian iman.
Antara Tren dan Jalan Sunyi
Media sosial sering menobatkan anak muda sebagai trendsetter. Mereka menentukan gaya pakaian, musik, bahkan arah konsumsi. Namun Ibn ‘Arabi mengingatkan:
مَنْ جَعَلَ نَظَرَهُ إِلَى الْخَلْقِ ضَاعَ، وَمَنْ جَعَلَ نَظَرَهُ إِلَى الْحَقِّ وُفِّقَ
“Barang siapa pandangannya hanya tertuju pada makhluk, ia akan tersesat. Barang siapa pandangannya tertuju pada Al-Haqq, ia akan mendapatkan taufik.” (Al-Futūḥāt al-Makkiyah)
Maka, menjadi trendsetter tanpa akar spiritual hanyalah menambah riuh dunia, tetapi tidak menambah kedalaman jiwa.
Renungan Singkat
Kadang anak muda merasa kosong di tengah gemerlap. Ada yang terlihat bahagia di Instagram, tetapi menangis diam-diam di kamar. Ibn ‘Arabi menulis:
إِذَا امْتَلَأَ الْقَلْبُ بِذِكْرِ اللَّهِ لَمْ يَبْقَ فِيهِ مَكَانٌ لِلْهَمِّ
“Apabila hati dipenuhi dengan zikir kepada Allah, tidak ada ruang bagi kegelisahan di dalamnya.” (Al-Futūḥāt al-Makkiyah)
Cahaya yang Menyala dalam Gelap
Di banyak desa dan kota, saya melihat anak muda terlibat dalam gerakan sosial: mendirikan taman baca, menanam pohon, berbagi makanan untuk dhuafa. Fenomena ini menunjukkan energi anak muda tidak hanya bisa terjebak dalam tren, tetapi juga bisa menyalakan cahaya dalam kegelapan.
Riset psikologi perkembangan (Arnett, 2015) menyebut masa muda adalah “emerging adulthood,” fase mencari identitas dan tujuan. Di titik ini, spiritualitas dapat menjadi jangkar agar energi tidak tercerai-berai.
Bangun rutinitas zikir dan doa – sebagai penyeimbang derasnya arus informasi.
Gunakan media sosial sebagai ladang pahala – bukan sekadar etalase gaya hidup.
Berkumpul dengan komunitas yang sehat – agar energi terarah, bukan tercerabut.
Belajar dari sejarah – tokoh muda seperti Ibnu Abbas, Ali bin Abi Thalib, hingga pemuda Ashabul Kahfi adalah teladan.
Masa muda adalah energi titipan, bukan sekadar ajang mencari popularitas. Ia bisa menjadi cahaya bila disalurkan pada jalan ketaatan, atau menjadi beban bila dibiarkan terjebak dalam tren kosong.
اللَّهُمَّ اجْعَلْ شَبَابَنَا قُوَّةً فِي طَاعَتِكَ، وَنُورًا فِي دَرْبِنَا، وَلَا تَجْعَلْهُ حَسْرَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Ya Allah, jadikanlah masa muda kami kekuatan dalam ketaatan kepada-Mu, cahaya di jalan hidup kami, dan jangan Kau jadikan ia penyesalan di hari kiamat.”
Maka pertanyaan yang perlu kita bawa pulang: energi muda yang Allah titip, akan kita salurkan ke arah mana?
* Reza Andik Setiawan
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
