SURAU.CO – Dalam panggung kehidupan, manusia sering terbagi menjadi dua peran besar. Ada sang perintis (pioneer), yaitu mereka yang membuka jalan baru. Ada pula sang pewaris (continuer), yaitu mereka yang merawat dan melanjutkan jalan yang sudah ada. Seringkali, dunia lebih menyanjung sang perintis. Ia dianggap lebih hebat dan orisinal. Namun, Islam datang dengan sebuah neraca keadilan yang menakjubkan. Di mata Allah, kedua peran ini memiliki kemuliaan dan pahala yang luar biasa.
Menjadi perintis kebaikan adalah sebuah kemuliaan. Akan tetapi, menjadi pewaris yang setia juga merupakan sebuah jihad. Tanpa sang perintis, kebaikan tidak akan pernah dimulai. Namun, tanpa sang pewaris, kebaikan itu akan mati ditelan zaman. Memahami kedua peran ini akan membuka mata kita. Kita akan melihat betapa luasnya ladang amal yang Allah sediakan bagi hamba-Nya.
Kemuliaan Sang Perintis Kebaikan
Peran pertama adalah As-Saabiqun (orang-orang yang terdahulu). Merekalah para inovator dalam kebaikan. Mereka melihat sebuah kebutuhan, lalu menciptakan solusi. Mereka merintis sebuah amalan yang sebelumnya belum ada atau terlupakan. Pahala bagi mereka bersifat multilevel. Mereka tidak hanya mendapatkan pahala dari amalnya sendiri. Namun, mereka juga akan mendapatkan aliran pahala dari setiap orang yang mengikuti jejaknya.
Inilah yang disebut sebagai sunnah hasanah. Rasulullah SAW menjelaskan konsep “Pahala Properti” ini dalam sebuah hadits yang agung:
مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً، فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا، وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ
“Barangsiapa yang merintis suatu sunnah hasanah (kebiasaan yang baik) dalam Islam, lalu ia diamalkan oleh orang-orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya pahala seperti pahala orang-orang yang mengamalkannya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun.” (HR. Muslim)
Penting untuk kita pahami. “Merintis sunnah hasanah” di sini bukanlah membuat ibadah baru. Ia adalah tentang menciptakan cara atau sarana baru untuk kebaikan. Contohnya seperti:
- Mendirikan panti asuhan di daerah yang belum ada.
- Membuat aplikasi pengingat shalat yang inovatif.
- Memulai gerakan sedekah subuh di sebuah komunitas.
Sang perintis menanam sebuah pohon. Ia akan terus menikmati buahnya, bahkan setelah ia wafat. Selama pohon itu terus memberikan manfaat kepada orang lain.
Jihad Sang Pewaris Kebaikan
Sekarang, mari kita lihat peran kedua yang seringkali dianggap remeh. Yaitu peran sang pewaris. Mungkin kita tidak memiliki ide brilian untuk memulai sesuatu yang baru. Namun, kita melihat sebuah kebaikan yang sudah ada mulai meredup. Di sinilah ladang jihad kita terbuka.
Menjadi pewaris adalah tentang istiqamah dan penjagaan. Pewaris adalah tentara yang menjaga benteng kebaikan agar tidak runtuh. Tanpa para pewaris, semua rintisan para ulama dan orang saleh terdahulu akan lenyap. Masjid akan menjadi kosong. Lembaga pendidikan Islam akan tutup. Sunnah-sunnah Nabi akan terlupakan.
Bayangkan sebuah sumur yang digali oleh seorang perintis. Sumur itu sangat bermanfaat. Namun, seiring waktu, sumur itu menjadi kotor. Temboknya mulai retak. Sang pewarislah yang datang untuk membersihkannya. Ia memperbaiki kerusakannya. Ia memastikan bahwa sumur itu terus mengalirkan air jernih bagi generasi berikutnya. Bukankah amalnya juga sangat agung?
Inilah mengapa melanjutkan, merawat, dan menghidupkan kembali sebuah kebaikan memiliki pahala yang setara. Karena ia memastikan keberlangsungan dari amal jariyah sang perintis.
Cermin Gelap Sang Perintis Keburukan
Untuk memahami betapa dahsyatnya peran ini, kita harus melihat sisi sebaliknya. Islam juga memperingatkan kita tentang sunnah sayyi’ah (kebiasaan yang buruk). Pahala properti itu juga berlaku dalam dosa. Siapa pun yang merintis sebuah keburukan, ia akan menanggung dosanya. Dan ia juga akan menanggung dosa setiap orang yang mengikutinya.
Al-Qur’an memberikan contoh pertamanya melalui kisah putra Nabi Adam:
…مَا مِنْ نَفْسٍ تُقْتَلُ ظُلْمًا، إِلَّا كَانَ عَلَى ابْنِ آدَمَ الْأَوَّلِ كِفْلٌ مِنْ دَمِهَا، لِأَنَّهُ أَوَّلُ مَنْ سَنَّ الْقَتْلَ
“…Tidak ada satu jiwa pun yang terbunuh secara zalim, melainkan putra Adam yang pertama akan menanggung bagian dari darahnya. Karena dialah orang pertama yang merintis pembunuhan.” (HR. Bukhari & Muslim)
Ini adalah sebuah peringatan yang sangat keras. Qabil, sang perintis pembunuhan, dosanya terus mengalir. Setiap kali terjadi pembunuhan di muka bumi, “saham dosa” akan terus ditransfer ke rekeningnya. Ini menunjukkan betapa berbahayanya menjadi pelopor dalam kemaksiatan.
Di Mana Posisi Kita Hari Ini?
Pada akhirnya, ini bukanlah tentang memilih menjadi perintis atau pewaris. Ini adalah tentang kepekaan kita dalam melihat peluang kebaikan. Lihatlah sekeliling kita.
Apakah ada ladang kebaikan yang masih kosong dan belum tergarap? Jika ada, jadilah perintisnya. Apakah ada bangunan kebaikan yang sudah berdiri namun mulai usang dan terbengkalai? Jika ada, jadilah pewarisnya.
Tujuan akhirnya sama. Yaitu memastikan bahwa estafet kebaikan ini tidak pernah putus. Hingga kita semua bertemu dengan Allah SWT dengan membawa warisan amal yang terus mengalir. Baik sebagai penggagasnya, maupun sebagai penjaganya.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
