Penunggang Keledai di Balik Panggung Teatrika.
Ungkapan yang menusuk kalbu ini memicu minda untuk berpikir keras dan memahami secara mendalam bagaimana Al-Qur’an menggambarkan keledai sebagai simbol ketidakmampuan menggunakan otak untuk berpikir, yang melambangkan kedunguan. Allah menganugerahkan akal dan kekuatan kepada manusia untuk memanfaatkan potensi mereka, sementara keledai hanya memikul beban tanpa memahami tanggungannya, menggambarkan pentingnya manusia menggunakan akal untuk menjalani hidup di alam ciptaan Allah.
Kita semua yang bergelut di dunia dakwah, ilmu, dan arena publik dapat merasakan tamparan keras dan satir lembut dari ungkapan tersebut, yang memberikan beberapa nilai penting untuk kita ambil sebagai pelajaran.
Dakwah Sejati Bukan Panggung Teatrika
Dakwah bukanlah tentang abang untuk tampil memukau dan menuai tepuk tangan, melainkan pada dasarnya jalan sunyi yang penuh pengorbanan dan keikhlasan. Di balik gemerlap panggung simbolis, terkadang justru ada niat terselubung, ambisi, bahkan kebohongan. Inilah yang menjadi peringatan agar para dai menjaga kemurnian niat. QS.7:199 & QS.25:63
Belajar dari Keledai yang Jujur: Simbol keledai dalam tulisan ini amat tajam. Hewan yang sering diremehkan itu langsung mengikuti arah kendali dan berjalan lurus dengan patuh.
Manusia yang dibekali akal justru aktif membelokkan arah, mengubah makna, dan merangkai kata-kata dengan sangat lihai. Ada sindiran moral di sini: jangan sampai kita kalah lurus dari seekor keledai. QS.62:5
Integritas Lebih Utama daripada Gemerlap
“Penunggang Keledai” seakan berpesan, jangan sampai riuh sorak-sorai fanatisme menenggelamkan integritas pribadi. Dakwah sejati justru lahir dari keberanian menjaga kejujuran di tengah kerumunan. QS.5:105 & QS.10:108
Nafsu Adalah Panggung yang Sesungguhnya: Tulisan ini juga mengingatkan bahwa musuh terbesar bukanlah penonton atau lawan debat di luar, melainkan bisikan nafsu di dalam jiwa sendiri.
Tanpa kontrol yang tepat, akal justru akan membawa manusia terjun ke dalam kebohongan berulang-ulang. QS.12:53 & QS.91:7-10
Kendali Kebenaran Ada di Hati
Wahyu Allah yang menjadi landasan kompas batin menentukan kebenaran, bukan suara terbanyak atau gemuruh massa. Di sinilah Al-Qur’an menjadi kompas abadi bagi siapa saja yang ingin berjalan lurus. QS.2:147, QS.3:60, QS.6:116, QS.7:3, QS.17:36.
Refleksi Akhir: Tulisan ini mengungkapkan bahwa jalan yang berdebu dan sepi kerap menyingkap kebenaran paling jernih, jauh dari hiruk pikuk panggung gemerlap. “Penunggang Keledai” adalah simbol kerendahan hati, kejujuran, dan kesadaran diri.
Bahwa dakwah harus dijalani bukan demi sorak penonton, melainkan demi ridha Allah semata. Semoga refleksi ini bisa memperkuat Anda.
Indahnya Tahajjud.
Tahajjud adalah waktu terindah untuk bermunajat. Saat dunia terlelap dalam sunyi, seorang hamba yang bangun untuk shalat malam seakan sedang dipilih oleh Allah untuk berada dalam lingkaran cinta dan kedekatan khusus bersama-Nya.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Rabb kita Tabaraka wa Ta’ala turun ke langit dunia setiap malam pada sepertiga malam terakhir. Dia berfirman: Siapa yang berdoa kepada-Ku, akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku, akan Aku beri. Siapa yang memohon ampunan kepada-Ku, akan Aku ampuni.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Di saat itulah, doa-doa yang sering tertahan seakan menemukan jalannya. Air mata yang mengalir dalam sujud menjadi saksi betapa hati kita begitu rapuh, namun Allah Maha Menguatkan.
Indahnya tahajjud bukan hanya karena doa kita dikabulkan, tapi karena di sanalah kita menemukan ketenangan, kebeningan jiwa, serta cinta yang hakiki. Shalat tahajjud adalah obat bagi hati yang gundah, pelipur bagi jiwa yang resah, dan kunci terbukanya pintu-pintu kebaikan dunia serta akhirat.
Bangunlah di keheningan malam.
Hadapkan wajahmu kepada Sang Pencipta.
Curahkan segala doa, harap, dan tangismu.
Karena tahajjud adalah saat ketika langit terbuka, doa-doa terbang tinggi, dan Allah dekat dengan hamba-Nya.
Mungkin di siang hari kita tampak kuat, tapi di malam hari kita adalah hamba yang lemah, yang hanya bisa berpegang pada kasih sayang Allah. Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat (Tengku)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
