Surau.co – Bersuci merupakan salah satu ritual yang penting dalam islam. Proses ini, bukan hanya untuk membersihkan diri dari kotoran secara fisik, namun juga ada nilai spiritual. Sebab, bersuci bagian dari syarat untuk ibadah seperti shalat atau membaca Al-Quran. Tanpa bersuci, ibadah kita bisa tidak sah.
Air kencing atau air pipis, merupakan salah satu jenis kotoran yang najis. Oleh karenanya, jika terkena badan kita, maka wajib bagi kita untuk bersuci. Uniknya, ada salah satu jenis air pipis yang mendapatkan penanganan berbeda dalam hal cara mensucikannya. Yakni antara air pipis bayi laki-laki dan perempuan. Meski sama-sama bayi, keduanya mendapat cara penanganan berbeda.
Dalil Hadits soal Pipis Bayi
Anjuran untuk membedakan cara bersuci dari bayi laki-laki dan perempuan terdapat dalam hadits Nabi Muhammad SAW. Hadits ini terdapat dalam bab Cara Menghilangkan Najis di Kitab Bulughul Maram di nomor 31
31- وَعَنْ أَبِي اَلسَّمْحِ قَالَ: قَالَ اَلنَّبِيُّ { يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ اَلْجَارِيَةِ, وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ اَلْغُلَامِ } أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ, وَالنَّسَائِيُّ, وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِم ُ
Hadits ke-31 Dari Abu Samah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Bekas air kencing bayi perempuan harus dicuci dan bekas air kencing bayi laki-laki cukup diperciki dengan air.” Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Nasa’i. Oleh Hakim hadits ini dinilai shahih.
Hadits ini menjadi dasar utama para ulama dalam menetapkan hukum kencing bayi yang belum mengkonsumsi selain Air Susu Ibu (ASI). Jika bayi laki-laki yang mengompol, cara menyucikannya cukup dengan memercikkan air ke bagian yang terkena. Sedangkan jika bayi perempuan yang ngompol, cara menyucikannya adalah dengan mencuci hingga bersih.
Memercikkan air untuk bayi laki-laki dalam hal ini, bukan sekadar meneteskan, tetapi menuangkan secukupnya hingga najis hilang secara umum, tanpa perlu digosok atau diperas kainnya. Sementara bayi perempuan, harus benar-benar membasuh hingga najis hilang bekas dan baunya.
Kenapa Harus Berbeda Penanganan?
Mungkin kita penasaran, kenapa harus ada perbedaan? Hukum ini sejatinya merupakan ketetapan Allah dan Rasul. Namun, Syekh Ibrohim al-Bajuriy, dalam kitab Hasyiah al-Bajuriy (salah satu catatan pinggir dari kitab Fath al-Qorib menerangkan, setidaknya ada empat alasan yang mendasari perbedaan itu.
Pertama, air kencing bayi laki-laki lebih halus/tipis (aroqqu) kualitasnya dari pada air kencing bayi perempuan. Kedua, ada faktor budaya arab kala itu. Di mana kecenderungan orang arab menggendong bayi laki-laki lebih besar dari pada bayi perempuan kala itu. Sehingga syariat ini bertujuan untuk memudahkan.
Alasan ketiga, asal penciptaan laki-laki berasal dari air mani dan tanah, zat yang status hukumnya suci. Sedangkan perempuan berasal dari daging dan darah sebagaimana sejarah Siti Hawa yang Allah ciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam AS.
Keempat, tanda balighnya laki-laki ditandai dengan sesuatu yang cair tapi suci, yakni air mani. Sedangkan balighnya perempuan ditandai dengan sesuatu yang cair tapi najis, yaitu darah haid.
Relevansi di Era Popok
Jika kita cermati lebih dalam, ajaran ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang memperhatikan detail kecil dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan sampai soal kencing bayi.
Di era serbuan produk popok bayi, persoalan ini tetap relevan. Sebab, ompol bayi kerap boor dan menerjang benda lain seperti pakaian, alas tidur, atau kain gendongan. Lagi pula, tidak ilmu kesehatan tidak menganjurkan penggunaan popok sepanjang waktu. Sebab tidak baik untuk kesehatan kulit bayi.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
