Khazanah
Beranda » Berita » Tiga Fase Kehidupan dan Jalan Menuju Tujuan Akhir Manusia

Tiga Fase Kehidupan dan Jalan Menuju Tujuan Akhir Manusia

Tiga fase kehidupan
Ilustrasi tiga fase kehidupan manusia. Foto: perplexity

SURAU.CO. Setiap manusia lahir dengan cerita yang berbeda-beda. Namun, satu hal yang pasti, bahwa hidup ini bukan sekadar perjalanan acak tanpa arah. Jika kita renungkan lebih dalam, kehidupan manusia sebenarnya terbagi dalam tiga fase utama dan masing-masing fase punya makna yang besar. Sayangnya, banyak orang terjebak dalam kesibukan dunia dan melupakan kenyataan bahwa hidup di dunia ini hanyalah bagian kecil dari kisah yang jauh lebih besar. Agar kita tak salah arah, penting untuk memahami bagaimana awal mula hidup ini, bagaimana kita menjalaninya, dan ke mana akhirnya kita akan kembali.

Fase Pertama: Saat Kita Belum Menjadi Apa-Apa

Awal mula kisah manusia bukan sejak ia lahir. Bahkan jauh sebelum itu, kita telah melalui fase yang tidak terlihat, tidak disebut, dan tidak dikenal. Allah telah mengabadikan fase ini dalam firman-Nya, “Bukankah manusia telah muncul pada suatu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?” (QS. Al-Insan: 1)

Ayat ini mengingatkan kita bahwa asal-usul manusia sangat sederhana. Kita bukan siapa-siapa. Tidak ada yang mengenal, tidak punya nama, bahkan belum berbentuk. Inilah fase ketika kita belum lahir, namun Allah sudah menetapkan takdir dan jalan hidup kita. Ini menjadi pengingat bahwa eksistensi kita bukanlah hasil kebetulan, tapi bagian dari rancangan yang agung.

Fase Kedua: Hidup di Dunia, Ujian yang Sementara

Fase berikutnya ketika kita lahir ke dunia. Inilah saat kita membuka mata untuk pertama kalinya dan mulai merasakan segala hal yang  dunia tawarkan. Dunia memberikan kita kasih sayang, rasa sakit, perjuangan, tawa, air mata, ujian, dan kebahagiaan. Dunia ini adalah tempat singgah sementara, layaknya seseorang yang berteduh di bawah pohon sebelum melanjutkan perjalanan jauhnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan gambaran yang indah dan mendalam tentang kehidupan dunia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apalah artinya dunia ini berada?! Apa urusanku dengan dunia?! Sesungguhnya perumpamaanku dan perumpamaan dunia ini adalah seperti pengendara yang berteduh di bawah pohon, ia beristirahat (sesaat) kemudian meninggalkannya.” (HR.Ahmad)

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Dunia hanyalah tempat ujian, bukan tempat tinggal selamanya. Allah menegaskan dalam Al-Qur’an: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.” (QS. Al-Balad: 4)

Setiap manusia akan melewati berbagai ujian hidup, baik berupa kesulitan maupun kenikmatan. Namun, keduanya adalah ujian. Kadang kita tertawa karena bahagia, tapi tak lama kemudian bisa saja kita menangis karena kehilangan. Dunia seperti roda yang terus berputar, tak ada yang abadi di dalamnya.

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Setiap kegembiraan pasti akan diikuti kesedihan. Tidak ada satu rumah yang penuh dengan rasa gembira kecuali setelah itu penuh dengan kedukaaan dan derai air mata.”

Kebahagiaan dunia tak ubahnya seperti mimpi singkat di tengah lelapnya tidur. Terlihat nyata, namun cepat sirna saat kita terbangun. Dunia memang mampu menyuguhkan tawa, tetapi seringkali di baliknya tersembunyi genangan air mata. Kegembiraan yang datang hari ini, bisa berubah menjadi kesedihan yang berlangsung lama. Bahkan tak jarang, satu momen bahagia mengundang ujian berkepanjangan yang menguras emosi dan kesabaran. Inilah realitas kehidupan fana, yang menjanjikan kenikmatan sesaat, namun menuntut bayaran mahal dalam bentuk kehilangan, penderitaan, atau kekecewaan yang tak terduga. Maka orang bijak tidak akan menambatkan hatinya pada kenikmatan dunia, karena ia tahu bahwa di balik manisnya, tersimpan pahit yang menyusul.

Fase Ketiga: Kematian dan Kehidupan yang Sebenarnya

Fase terakhir dimulai saat nyawa dicabut dari jasad. Tubuh kita akan kembali ke tanah, namun ruh kita memasuki alam baru yaitu alam barzakh. Dari sini, kita menanti datangnya hari Kiamat, di mana semua amal akan diperhitungkan. Setelahnya, hanya ada dua kemungkinan akhir: surga atau neraka.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Jika seseorang benar-benar merenung, ia akan menyadari bahwa kehidupan setelah kematian bukan hanya fase lanjutan, tetapi justru fase terpanjang dan paling menentukan dalam perjalanan hidup manusia. Kehidupan akhirat berlangsung tanpa batas waktu, abadi selamanya. Berapa tahun pun kita hidup di dunia, tetap tidak sebanding dengan keabadian yang menanti setelah kematian. Maka siapa pun yang berpikir jernih pasti akan lebih mempersiapkan diri untuk yang kekal, bukan yang fana.

Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan sementara, dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” (QS. Ghafir: 39)

Dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menggambarkan perbandingan dunia dan akhirat. “Perbandingan dunia dengan akhirat seperti seseorang yang mencelupkan jarinya ke laut, maka lihatlah apa yang tersisa di jarinya itu.” (HR. Muslim)

Bayangkan berapa banyak setetes air dari lautan luas. Begitulah kecilnya dunia dibandingkan dengan akhirat. Dunia hanya sesaat, akhirat selama-lamanya.

Surga Tempat Kembali Bagi Orang Beriman

Bagi orang-orang yang bertakwa dan menjalani hidup sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya, surga adalah hadiah luar biasa. Tidak hanya bebas dari kesedihan dan penderitaan, surga adalah tempat di mana kenikmatan terus bertambah tanpa akhir.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Dalam Al-Quran disebutkan, “Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami. Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS. Fathir: 34)

Kenikmatan surga tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Allah berfirman dalam hadits qudsi, “Aku telah menyiapkan bagi hamba-hamba-Ku yang saleh kenikmatan yang (tinggi di surga) belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga, dan belum pernah terlintas dalam hati manusia.” (HR. Bukhari & Muslim)

Dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah ﷺ meriwayatkan bahwa Malaikat Jibril ‘alaihis salam, setelah melihat langsung betapa agung dan luar biasanya kenikmatan surga, berkata kepada Allah ‘azza wa jalla, “Demi kemuliaan-Mu, tidaklah seorang pun yang mendengar tentang kenikmatan surga, kecuali ia ingin masuk ke dalamnya.” (HR. Abu Dawud)

Betapa luar biasa kemegahan surga, hingga malaikat yang suci dan dekat dengan Allah pun mengakui bahwa daya tariknya tak tertandingi. Surga bukan hanya tempat penuh keindahan, tetapi juga merupakan puncak dari segala yang  manusia idamkan, kedamaian, kebahagiaan, dan kenikmatan abadi yang tak terbayangkan.

Jika kita membandingkannya dengan dunia, maka kehidupan dunia nyaris tak ada artinya. Segala kesenangan dunia hanyalah ilusi sesaat, sementara surga menyimpan kebahagiaan yang tidak akan pernah pudar.

Fokus pada Kehidupan yang Abadi

Kita tidak hidup di dunia untuk bersenang-senang tanpa tujuan. Kita diciptakan untuk mengabdi kepada Allah, mencintai-Nya, dan berusaha mendapatkan rida-Nya. Allah menguji kita untuk melihat siapa yang paling baik amalnya yaitu yang paling ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Orang yang cerdas adalah mereka yang tidak mudah tertipu oleh gemerlap dunia yang sifatnya sementara. Mereka tahu mana yang prioritas. Maka jangan buang waktu dengan angan-angan yang panjang, tetapi fokuslah pada amal dan kebaikan. Itulah bekal menuju kehidupan yang sejati.

“Dan bagi mereka (orang-orang beriman) disediakan surga Darussalam di sisi Tuhan mereka, dan Dia adalah Pelindung mereka karena amal saleh yang mereka kerjakan.” (QS. Al-An’am: 127)

Surga sebagai tempat kembalinya orang-orang beriman dikatakan sebagai Daarus-Salaam (negeri keselamatan). Surga dinamakan Darussalam karena di dalamnya tidak ada lagi rasa takut, sedih, atau penderitaan. Di dalam surga tidak ada kekurangan, tidak ada cacat, hanya kenikmatan sempurna yang tidak pernah terputus. Kenikmatannya meliputi rohani dan jasmani, sesuai dengan apa yang manusia paling dambakan.

Semoga kita termasuk hamba-hamba yang sadar bahwa dunia ini hanya tempat singgah, bukan tujuan akhir. Mari tautkan hati kita kepada Allah dan negeri akhirat. Semoga langkah-langkah kita selalu menuju kebaikan, dan akhir perjalanan kita adalah surga yang kekal, penuh kenikmatan, tanpa kesedihan, tanpa air mata. Aamiin ya Rabbal ‘alamin.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement