Khazanah
Beranda » Berita » Musim Kemarau: Ujian Alam yang Sarat Hikmah Ilahi

Musim Kemarau: Ujian Alam yang Sarat Hikmah Ilahi

Musim Kemarau
Ilustrasi musim kemarau panjang dan kekeringan. Foto: Meta AI

SURAU.CO. Ketika musim kemarau datang dan tanah mulai retak karena kekeringan, banyak dari kita yang spontan mengeluh. Matahari terasa lebih menyengat, semakin sulit menemukan sumber air, dan tanaman pun tampak layu tak berdaya. Tapi, pernahkah kita merenung lebih dalam, mengapa Allah SWT menghadirkan musim seperti ini? Apakah hanya sebagai cobaan, atau justru ada hikmah besar yang tersembunyi di balik panasnya terik mentari?

Allah SWT menciptakan segala sesuatu dengan perhitungan dan tujuan yang sempurna. Dalam Al-Qur’an, Allah menegaskan: “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56).

Begitu pula alam semesta, termasuk siklus musim panas dan kemarau, adalah bagian dari ayat-ayat kauniyyah (tanda-tanda kekuasaan Allah) yang patut direnungi. Kita seharusnya menerima musim kemarau ataupun musim hujan dengan penuh tafakkur. Sebagai seorang muslim, kita perlu memahami bahwa segala ciptaan atau apapun yang terjadi di muka bumi ini bersumber dari ketentuan Allah SWT. Dan tujuan akhir dari semuanya agar kita lebih mendekatkan diri pada-Nya dan terbebas dari siksa api neraka.

Kemarau Sebagai Anugerah dan Pengingat

Dalam perspektif ilmiah, musim panas dan kemarau terjadi karena posisi bumi terhadap matahari yang menyebabkan intensitas panas meningkat. Namun dalam pandangan agama, ini adalah bentuk kasih sayang Allah yang mengatur ritme alam agar kehidupan di bumi tetap seimbang. Salah satu manfaat besar dari musim panas adalah paparan sinar matahari yang membantu tubuh manusia menghasilkan vitamin D. Dimana vitamin D sangat penting untuk kesehatan tulang dan sistem imun.

Lebih dari itu, sinar matahari adalah energi utama bagi tumbuhan melakukan fotosintesis. Tanpa matahari maka tanaman akan mati. Jika tanaman mati, maka kita tidak hanya kekurangan sumber nutrusi, tetapi juga kekurangan ketersediaan oksigen untuk kita hirup. Maka, jika sinar matahari lenyap, kehidupan pun akan berhenti. Inilah bukti bahwa panas bukan musibah semata, tapi bagian penting dari sistem kehidupan yang Allah rancang dengan penuh hikmah.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Memang, musim kemarau seringkali membawa dampak berat: sumur-sumur kering, pertanian gagal panen, dan banyak wilayah mengalami krisis air. Namun, Nabi Muhammad ﷺ justru mengajarkan kita untuk memahami bahwa kemarau sejati bukanlah sekadar tidak turunnya hujan.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah ﷺ bersabda: “Kemarau yang sesungguhnya bukanlah ketika kalian tidak diberi hujan. Tapi, kemarau yang sesungguhnya adalah ketika kalian diberi hujan berkali-kali, namun bumi tidak menumbuhkan apapun.” (HR. Muslim)

Artinya, kemarau hakiki adalah ketika keberkahan dicabut. Hujan boleh turun, tetapi tanah yang rusak karena kerakusan manusia tidak mampu lagi menyerapnya. Ini adalah bentuk peringatan dari Allah agar kita lebih bijak dalam menjaga alam.

Kisah Kemarau Masa Kenabian

Al-Qur’an juga mencatat peristiwa kemarau panjang yang dialami Mesir pada masa Nabi Yusuf ‘alaihissalaam. Berkat izin Allah, Nabi Yusuf mampu menafsirkan mimpi Raja yang menggambarkan tujuh tahun masa subur diikuti tujuh tahun masa paceklik. Dalam Al-Quran Surat Yusuf ayat 47-49, Allah menggambarkan strategi menghadapi musim sulit dengan menyimpan hasil panen pada masa subur untuk menghadapi masa kering yang akan datang.

Ini bukan sekadar kisah sejarah, tapi pelajaran besar bagi manusia zaman sekarang: perencanaan dan kesiapan menghadapi musim sulit adalah bagian dari ikhtiar yang diperintahkan agama. Apalagi perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan semakin canggih tentang prakiraan cuaca. Meski tidak ada manusia yang dapat memastikan apa yang akan terjadi esok, tetapi dengan prakiraan cuaca kita bisa memiliki gambaran awal dan persiapan.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Dalam satu peristiwa lain, seorang sahabat datang kepada Rasulullah ﷺ dan memohon agar beliau berdoa kepada Allah agar menurunkan hujan, sudah banyak orang yang kelaparan dan kehausan karena musim kemarau. Saat itu, Rasulullah mengangkat kedua tangan dan berdoa: “Allahumma aghitsna, Allahumma aghitsna, Allahumma aghitsna.” (Ya Allah, turunkanlah hujan untuk kami…). (HR. Bukhari-Muslim).

Seketika langit yang cerah berubah gelap oleh awan, dan hujan pun turun selama enam hari berturut-turut. Ini adalah bukti nyata bahwa doa orang-orang beriman bisa menjadi sebab turunnya rahmat Allah, bahkan dalam kondisi paling kering sekalipun. Dan tiada tempat kita mengadu selain kepada Allah Swt. Dalam menghadapi musim kemarau panjang, jalan keluar terbaik adalah berdoa kepada Allah dan memohon ampunan atas dosa-dosa.

Hati yang Kering di Tengah Kemarau

QS. Nuh ayat 10-12, Allah menjelaskan bahwa istighfar (memohon ampun) adalah salah satu kunci turunnya hujan dan datangnya keberkahan hidup. “Maka aku katakan kepada mereka, mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan yang lebat untukmu. Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untuk mu kebun-kebun, dan mengadakan (pula di dalam nya) untuk mu sungai-sungai.”

Dengan kata lain, musim kemarau bukan hanya soal cuaca. Ia juga bisa menjadi cerminan kekeringan spiritual, hati yang kering dari zikir, jiwa yang tandus dari ibadah, dan masyarakat yang lupa untuk berbagi serta bersyukur. Maka, jalan terbaik untuk menghadapi musim kemarau bukan sekadar menunggu turunnya hujan, tetapi juga menyiram hati dengan istighfar dan amal saleh.

Meski panas menyengat dan air sulit dicari, kita tak boleh membiarkan hati ikut kering. Rasulullah ﷺ mengajarkan doa untuk menjaga mental tetap kokoh di tengah ujian:

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kegundahan dan kesedihan, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan, aku berlindung kepada-Mu dari sifat penakut dan bakhil, serta aku berlindung kepada-Mu dari lilitan hutang dan tekanan dari manusia.” (HR. Abu Dawud)

Doa ini adalah pelindung hati dari keputusasaan yang seringkali muncul di tengah musim sulit. Musim kemarau bukan hanya soal tanah yang kering, tapi juga tentang bagaimana kita menghidupkan iman di tengah keterbatasan. Ia menjadi pengingat bahwa kehidupan tak selalu mudah, namun selalu bisa bermakna jika dijalani dengan sabar, doa, dan rasa syukur.

Jadikan musim kemarau ataupun musim hujan sebagai momen untuk lebih dekat dengan Allah, merenungi ciptaan-Nya, dan memperbaiki hubungan sosial sesama manusia. Siapa tahu, dari musim yang panas ini, tumbuh keberkahan yang tak terduga di hati dan hidup kita.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement