SURAU.CO. Fenomena standing party atau pesta berdiri semakin populer dalam pernikahan di Indonesia. Konsep ini, terutama di kota-kota besar, menjadi pilihan banyak pasangan. Namun, mari kita tinjau praktik ini dari perspektif Islam. Apakah standing party sejalan dengan adab Rasulullah Saw, atau justru memerlukan perhatian lebih lanjut?
Di berbagai lokasi, dari hotel mewah hingga aula pertemuan, standing party menawarkan konsep prasmanan tanpa kursi memadai. Tamu undangan seringkali makan sambil berdiri. Praktik ini dianggap efisien karena mampu menampung ribuan tamu. Ini adalah solusi praktis dalam pernikahan modern.
Adab Makan-Minum dalam Islam
Dalam Islam, makanan dan minuman harus halal dan mengikuti adab yang dicontohkan Nabi Muhammad Saw. Beliau mengajarkan makan dengan duduk. menggunakan tangan kanan, menyebut nama Allah Swt, dan jangan sampai berlebihan. Rasulullah Saw bersabda,
عَنْ أَبِي جُحَيْفَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: أَمَّا أَنَا فَلَا آكُلُ مُتَّكِئًا
Arti:
Dari Abu Juhaifah RA, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda,
“Adapun aku, aku tidak makan sambil bersandar.” (HR. Muslim)
Namun demikian, ada riwayat bahwa Rasulullah Saw pernah minum air zamzam sambil berdiri (HR Bukhari-Muslim). Para ulama menyimpulkan: makan dan minum sambil duduk lebih utama. Namun, jika ada kebutuhan mendesak, berdiri tetap diperbolehkan. Imam An-Nawawi menegaskan, larangan itu bukan haram. Larangan tersebut adalah khilaful aula, atau menyalahi keutamaan.
Beberapa riwayat memperkuat perbedaan pandangan ini. Dari sahabat Anas RA, Rasulullah Saw melarang minum sambil berdiri. Beliau bahkan menyebut makan sambil berdiri “lebih buruk” (HR Muslim). Riwayat lain dari Ibnu Umar RA menyebut para sahabat di masa Nabi terkadang makan sambil berjalan dan minum sambil berdiri (HR At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Karena itu, mayoritas ulama kontemporer menyatakan: makan berdiri boleh jika ada hajat. Misalnya, ketika tempat duduk terbatas. Namun, yang lebih utama tetaplah duduk. Hal ini karena lebih dekat dengan sunnah dan menjaga adab.
Kritik Islam Terhadap Standing Party
Jika dikaitkan dengan praktik standing party, terdapat beberapa catatan penting:
- Hilangnya Nuansa Kebersamaan: Tradisi makan bersama—duduk melingkar atau lesehan—menumbuhkan keakraban. Standing party sering membuat tamu tergesa-gesa dan berdesakan.
- Potensi Pemborosan: Standing party seringkali identik dengan konsep glamour yang menghabiskan biaya besar. Padahal, Allah telah mengingatkan, “Sesungguhnya orang-orang yang boros itu adalah saudara setan.” (QS Al-Isra’: 27).
- Kurang Menghormati Tamu: Walimah adalah bentuk syukur sekaligus jamuan untuk memuliakan undangan. Jika kursi terbatas sehingga tamu harus berdiri, kesan penghormatan bisa berkurang.
Standing Party Versus Walimah Tradisional
Di kota besar seperti Jakarta atau Surabaya, standing party dipilih karena praktis. Ribuan tamu dapat dilayani dalam hitungan jam. Kursi hanya disediakan terbatas. Berbeda di pedesaan, walimah masih sederhana. Tamu dijamu dengan cara lesehan. Mereka makan bersama dalam nampan besar atau duduk berjejer. Kesederhanaan ini menghadirkan suasana kekeluargaan yang hangat.
Sekali lagi bahwa pernikahan adalah momen sakral. Ia bukan hanya pesta, melainkan syiar agama. Ia juga perwujudan rasa syukur sehingga jangan sampai resepsi terjebak dalam gengsi. Hindari kemewahan yang menghilangkan ruh walimah. Dan walimah, meskipun bentuknya sederhana – tradisional namun penuh keberkahan lebih bernilai di sisi Allah.
Menemukan Keseimbangan: Antara Praktis dan Adab
Syekh Wahbah Az-Zuhayli menegaskan bahwa hukum asal makan dan minum berdiri adalah boleh, selama tidak menimbulkan mudarat. Sikap bijak dalam menyikapi fenomena ini adalah tidak mengharamkan standing party. Namun, kita tetap berusaha menghadirkan adab Islam. Salah satunya adalah menyediakan kursi secukupnya. Dengan begitu, tamu yang ingin duduk bisa lebih nyaman dan santai.
Selain itu, tamu juga perlu menjaga diri dengan makan secukupnya. Hindari makan berlebihan agar hidangan cukup untuk semua. Pihak penyelenggara sebaiknya mengutamakan niat. Ingat bahwa walimah adalah ibadah bukanlah sekadar pesta bergengsi.
Standing party boleh saja bertahan sebagai solusi praktis terutama di kota-kota besar. Namun, ruh Islam harus tetap dijaga. Jalin silaturahmi dan hadirkanlah doa dan memuliakan tamu. Dengan demikian, walimah akan menjadi ladang pahala dan keberkahan.(kareemustofa)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
