Khazanah
Beranda » Berita » Nyawa dan Kehormatan Seorang Muslim: Lebih Berharga dari Dunia dan Seisinya

Nyawa dan Kehormatan Seorang Muslim: Lebih Berharga dari Dunia dan Seisinya

Nyawa dan Kehormatan Seorang Muslim: Lebih Berharga dari Dunia dan Seisinya

﷽ Nyawa dan Kehormatan Seorang Muslim: Lebih Berharga dari Dunia dan Seisinya.

Rasulullah ﷺ bersabda:
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِغَيْرِ حَقٍّ
“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.”
(HR. An-Nasa’i, dan dishahihkan oleh Al-Albani)

Nyawa Seorang Muslim di Mata Allah

Dalam Islam, nyawa seorang muslim begitu berharga hingga Allah ﷻ menegaskan bahwa membunuh satu orang mukmin tanpa hak seakan membunuh seluruh manusia (QS. Al-Maidah: 32). Hal ini menunjukkan betapa agungnya kedudukan seorang mukmin di sisi Allah.

Kehidupan adalah amanah, bukan sekadar anugerah. Karenanya, menjaga nyawa — baik diri sendiri maupun orang lain — adalah bentuk ibadah kepada Allah.

Seorang muslim tidak boleh meremehkan nyawa saudaranya, apalagi menghilangkan nyawanya hanya karena urusan dunia yang fana.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Kehormatan Lebih Tinggi daripada Harta

Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk menjaga kehormatan sesama muslim, sebagaimana menjaga nyawa mereka. Rasulullah ﷺ dalam khutbah wada’ menegaskan:

“Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, dan kehormatan kalian, haram atas kalian sebagaimana sucinya hari ini, di bulan ini, dan di negeri ini.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Islam melarang keras tindakan membunuh, mencaci, memfitnah, dan merendahkan saudara seiman karena semua itu termasuk dosa besar. Umat Islam harus menjaga kehormatan sesama muslim tanpa memandang perbedaan duniawi, jabatan, atau hawa nafsu.

Dalam perspektif Allah SWT, pertumpahan darah seorang mukmin tanpa hak jauh lebih berat daripada kehilangan seluruh dunia, karenanya kita wajib menjaga sikap dan perilaku agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.

Perang, konflik, permusuhan politik, hingga perbedaan kelompok seringkali menyeret manusia pada dosa besar: meremehkan nyawa dan kehormatan saudaranya. Padahal Allah ﷻ lebih murka pada hal ini dibanding runtuhnya seluruh alam semesta.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Menjaga Nyawa dan Kehormatan: Bukti Iman

Iman yang sejati tercermin dari bagaimana kita menjaga keselamatan sesama. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Seorang muslim adalah yang kaum muslimin selamat dari lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Artinya, seorang mukmin sejati tidak menyakiti saudaranya, baik dengan kekerasan fisik maupun luka ucapan. Ia justru menjadi pelindung, penyejuk, dan penopang bagi sesama.

Refleksi untuk Kita: Dalam realita kehidupan, sering kita jumpai betapa murahnya harga nyawa di mata manusia: pembunuhan, peperangan, fitnah, dan kezaliman yang terus berulang. Allah SWT memerintahkan kita untuk menyadari bahwa setiap tetes darah seorang mukmin lebih berharga daripada dunia dan seisinya, sehingga kita wajib menjaga kehormatan dan nyawa sesama muslim.

Mari kita mulai dari hal kecil: menjaga lisan dari ghibah, menjaga tangan dari menyakiti, dan menjaga hati dari niat buruk. Sebab, kehormatan seorang muslim adalah cerminan kehormatan umat secara keseluruhan.

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Penutup: Wujud Ketaqwaan dan Ketaatan kepada Allah

Nyawa dan kehormatan seorang muslim adalah suci, tidak bisa ditukar dengan apapun, bahkan dengan dunia dan seluruh isinya. Menjaga keduanya adalah wujud ketakwaan dan ketaatan kita kepada Allah ﷻ.

Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba yang mampu memuliakan kehidupan, menghormati sesama, dan menjadi penyelamat, bukan perusak.

“Ya Allah, jadikan kami penjaga kehidupan dan kehormatan saudara-saudara kami, bukan perusak yang menumpahkan darah dan menodai harga diri mereka.”

 

 


Menghadapi Masalah dengan Iman dan Tawakal.

 

Hidup ini bukan jalan lurus tanpa rintangan. Setiap manusia pasti diuji dengan berbagai bentuk masalah: ada yang diuji dengan kehilangan, ada yang diuji dengan kesempitan rezeki, ada pula yang diuji dengan orang-orang terdekat. Semua itu bukan tanda kebencian Allah, justru ia adalah bentuk kasih sayang-Nya agar kita semakin kuat, semakin dewasa, dan semakin dekat kepada-Nya.

Sering kali kita merasa takut menghadapi masalah. Hati menjadi gentar, langkah terasa berat, dan pikiran dipenuhi kecemasan. Namun, ingatlah satu hal penting: Allah tidak akan membebani seseorang di luar batas kemampuannya (QS. Al-Baqarah: 286). Itu berarti, setiap ujian yang datang sudah diukur dengan sangat tepat oleh Allah sesuai dengan kapasitas kita.

Maka sikap terbaik dalam menghadapi masalah adalah berserah diri kepada Allah (tawakal) setelah kita melakukan usaha yang benar. Jangan lari dari masalah, jangan menunda-nunda, apalagi putus asa. Sebaliknya, hadapilah dengan keberanian dan keyakinan bahwa bersama kesulitan selalu ada kemudahan (QS. Al-Insyirah: 5-6).

Masalah bisa jadi pintu rezeki. Masalahnya bisa menjadi sarana naiknya derajat. Masalah bisa menjadi jalan penghapus dosa. Semua tergantung bagaimana kita meresponsnya.

Kunci menghadapi masalah:

1. Sabar dan tenang. Jangan terburu-buru mengambil keputusan.
2. Berdoa dan memohon pertolongan Allah.
3. Ikhtiar dengan cara yang benar.
4. Tawakal penuh kepada Allah.
5. Ambil hikmah dari setiap kejadian.

Jangan lupa, hidup tanpa masalah justru bukanlah hidup yang sesungguhnya. Masalah adalah tanda bahwa kita masih diberi kesempatan untuk berjuang, bertumbuh, dan berproses menjadi lebih baik.

Jadi, mari kita jalani hidup ini dengan penuh keberanian. Jangan takut menghadapi masalah. Hadapilah dengan iman, sabar, dan tawakal. Karena di balik setiap kesulitan, ada janji pertolongan Allah yang pasti datang tepat pada waktunya. Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat (Tengku Iskandar, M. Pd)

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement