Perjalanan Panjang Manusia: Dari Lahir Hingga Akhirat.
Hidup manusia pada hakikatnya adalah sebuah perjalanan panjang. Allah SWT meniupkan ruh ke dalam rahim ibunya, dan manusia kemudian menjalani kehidupan di dunia dengan segala ujian dan cobaan hingga akhirnya kembali kepada-Nya di akhirat. kelak berakhir di salah satu dari dua tempat terakhir: surga atau neraka. Perjalanan ini tidak pernah berhenti, terus bergerak dari satu fase ke fase berikutnya. Ibnul Qoyyim رحمه الله menggambarkan dengan indah:
“Manusia itu, sejak mereka diciptakan, mereka terus-menerus melakukan perjalanan. Dan mereka tidaklah memiliki pemberhentian dari perjalanan mereka, kecuali di Surga atau di Neraka.” (Al-Fawaid, 400)
Perjalanan Dimulai dari Rahim
Awal kehidupan manusia bermula dari rahim seorang ibu. Di sanalah janin tumbuh dan berkembang, menanti waktu lahir ke dunia. Perjalanan panjang hidupnya telah dimulai tanpa sepengetahuannya, membentuk dirinya melalui setiap fase kehidupan. Rahim adalah tempat singgah pertama, yang sangat sempit, namun penuh kasih sayang dan penjagaan Allah.
Perjalanan di Dunia: Ujian yang Tak Pernah Usai. Setelah lahir, manusia memasuki dunia yang luas. Allah SWT memberikan amanah besar kepada manusia di dunia ini, menguji kesabaran dan ketakwaan mereka melalui berbagai kenikmatan dan kesulitan. Allah ﷻ berfirman:
> “Dan sungguh Kami akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 155)
Dunia hanyalah tempat singgah sementara, ibarat terminal sebelum melanjutkan perjalanan. Ada yang sibuk menyiapkan bekal, ada pula yang terlena dengan hiburan dunia.
Perjalanan di Alam Kubur
Setelah nyawa berpisah dari raga, manusia memasuki alam baru: alam barzakh. Di sini, perjalanan belum selesai. Kubur menjadi taman dari taman-taman surga bagi orang beriman, atau menjadi lubang dari lubang-lubang neraka bagi mereka yang ingkar. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya kubur itu adalah awal dari perjalanan akhirat. Jika seseorang selamat darinya, maka setelahnya lebih mudah. Namun jika tidak selamat, maka setelahnya lebih berat.”
(HR. Tirmidzi, Ibnu Majah)
Perjalanan di Padang Mahsyar: Hari kebangkitan adalah fase berikutnya. Di hari akhir, Allah SWT menghimpun semua manusia di padang mahsyar, menilai setiap amal perbuatan mereka sebagai dasar keputusan-Nya. Tiada harta, tiada jabatan, tiada keluarga yang bisa menolong, kecuali amal shalih yang tulus karena Allah.
Tujuan Akhir: Surga atau Neraka. Setiap perjalanan pasti ada tujuan akhirnya. Bagi orang beriman yang taat, perjalanan hidup ini berakhir indah di surga Allah yang penuh kenikmatan. Namun bagi mereka yang berpaling, tujuan akhirnya adalah neraka yang penuh azab. Inilah pemberhentian sejati, tempat manusia kekal selamanya.
Renungan: Jangan Terlena Dengan Dunia Sementara
Perjalanan hidup manusia bukan sekadar soal panjangnya umur atau banyaknya pengalaman. Mari kita isi setiap langkah hidup dengan ibadah, amal shalih, dan kesadaran penuh bahwa kita akan memberikan pertanggungjawaban kepada Allah SWT atas semua perbuatan kita.
Maka, janganlah terlena dengan dunia yang sementara. Jadikan setiap detik sebagai bekal perjalanan menuju kampung akhirat. Karena seperti pesan Ibnul Qoyyim, pemberhentian terakhir hanya ada dua: Surga atau Neraka.
“Maka barangsiapa yang beramal seberat zarrah kebaikan, niscaya ia akan melihat (balasannya). Dan barangsiapa yang beramal seberat zarrah kejahatan, niscaya ia akan melihat (balasannya).” (QS. Az-Zalzalah: 7–8)
﷽ Suasana Pagi di Bukit Saci Sago.
Pagi selalu punya caranya sendiri untuk menyapa jiwa. Di Bukit Saci Sago, sapaan itu terasa begitu nyata, seakan alam sedang membuka tirai rahasianya perlahan-lahan. Kabut tipis menari di sela-sela pepohonan, embun masih menempel di dedaunan, dan angin berhembus lembut membawa aroma tanah yang basah. Suara burung-burung liar bersahut-sahutan, melengkapi harmoni alam yang begitu murni.
Dari kejauhan, tampak menara listrik berdiri tegak, seakan menjadi saksi bisu perjalanan waktu. Ia tak mengusik, hanya diam mengawasi segala yang tumbuh, segala yang hidup, dan segala yang berlalu. Di bawahnya, hijau dedaunan tumbuh dengan liar, penuh semangat seperti kehidupan yang terus berlanjut tanpa henti.
Bukit Saci Sago di pagi hari bukan hanya sekadar tempat untuk menikmati panorama, tetapi juga ruang untuk menenangkan diri. Di sinilah hati diajak untuk kembali sederhana: mendengar suara alam, merasakan detak kehidupan yang sejati, dan mensyukuri setiap nikmat yang kerap terlupa.
Setiap langkah menyusuri jalan setapak yang dipenuhi rimbun hijau adalah zikir tak terucap. Setiap tarikan napas yang terasa segar adalah doa yang mengalir tanpa kata. Di sini, pagi bukan sekadar waktu, tetapi sebuah pengalaman spiritual — pengingat bahwa dalam keheningan alam, Allah menghadirkan ketenangan.
Bukit Saci Sago di pagi hari adalah madrasah kesederhanaan, tempat kita belajar bahwa ketentraman tidak perlu dicari jauh-jauh, cukup dengan membuka hati dan menajamkan rasa. Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat (Tengku)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
