Lemah Lembut, Jalan Meraih Hati Sesama
Salah satu kunci keberhasilan Rasulullah ﷺ dalam berdakwah adalah kelembutan sikapnya. Al-Qur’an menegaskan hal ini dalam firman Allah:
“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu.” (QS. Ali Imran: 159)
Ayat ini memberi pelajaran besar bagi kita semua. Terkadang seseorang kehilangan sahabat, pasangan, bahkan keluarga bukan karena kekurangan harta atau ilmu, tetapi karena sikap yang kasar dan keras hati. Manusia sejatinya cenderung dekat dengan pribadi yang menenangkan, menyenangkan, dan penuh kasih sayang. Sebaliknya, bila kita lebih sering mengedepankan amarah, ketus, dan ucapan tajam, maka lambat laun orang-orang terdekat pun akan memilih menjauh.
Lemah Lembut Bukan Berarti Lemah: Perlu dipahami bahwa kelembutan bukan tanda kelemahan. Justru kelembutan adalah kekuatan jiwa yang mampu meredam konflik, memperkuat ukhuwah, dan menenangkan hati. Rasulullah ﷺ, meski beliau seorang pemimpin agung yang disegani, tidak pernah meninggikan suara atau melukai hati orang lain tanpa sebab. Beliau tetap tegas dalam prinsip, tetapi halus dalam sikap.
Buah dari Kesantunan
Ketika kita membiasakan diri untuk bersikap lembut dan santun, ada banyak kebaikan yang lahir:
1. Hati yang tenteram – sikap lembut menumbuhkan kedamaian dalam diri.
2. Lingkungan harmonis – keluarga dan sahabat merasa nyaman berada di sekitar kita.
3. Dakwah lebih menyentuh – pesan kebaikan akan lebih mudah diterima bila disampaikan dengan kasih sayang.
4. Menarik pertolongan Allah – karena kelembutan adalah bagian dari akhlak Nabi yang dicintai Allah.
Latihan Kelembutan Hati
Kendalikan lisan, jangan biarkan emosi menguasai kata-kata.
Belajar mendengar, bukan hanya ingin didengar.
Gunakan senyum, meski sederhana, ia bisa melembutkan hati yang keras.
Doakan kebaikan untuk orang lain, bahkan untuk yang menyakiti kita.
Kesimpulan: Jagalah Lisan, Tebarkan Kasih Sayang
Hidup ini singkat, maka jangan biarkan kerasnya hati membuat kita kehilangan orang-orang tercinta. Jagalah lisan, lembutkan hati, dan tebarkan kasih sayang.
Dengan begitu, bukan hanya sesama yang merasa dekat, tetapi rahmat Allah pun akan senantiasa menyertai kita.
“Barangsiapa yang tidak diberi kelembutan, maka ia tidak akan mendapatkan kebaikan.” (HR. Muslim)
Fastabiqul Khairât.
Makna “Fastabiqul Khairât” (فَٱسْتَبِقُوا ٱلْخَيْرَٰتِ) yang Anda angkat secara mendalam dalam naskah adalah pesan Qur’ânî yang sangat inspiratif dan relevan: yakni “berlomba-lombalah dalam (segala) kebaikan.” Berikut penjelasan berdasarkan tafsir sejumlah ulama dan kajian modern:
Makna dan Tafsir Ayat (QS. Al-Baqarah 2:148)
Secara kata, “Fastabiqul Khairât” berarti “lakukan saling mendahului dalam amal-amal kebaikan”.
Tafsir ulama klasik: As-Sa’dî menjelaskan bahwa berlomba dalam kebaikan mencakup: melakukan amal, menyempurnakannya, dan bersegera melakukannya. “Barangsiapa berlomba dalam kebaikan di dunia, kelak di akhirat akan menjadi orang terdepan menuju surga dan memiliki derajat tertinggi.”
Al-Misbah (Quraish Shihab) menekankan bahwa ini bukan sekadar himbauan — itu adalah perintah aktif untuk mempercepat amal saleh, termasuk dalam konteks sosial dan keadilan.
Sayyid Qutb (Fi Zilâl al-Qur’ân) menambahkan bahwa fastabiqul khairât harus tercermin bukan hanya dalam amal fisik, tetapi juga dalam kualitas iman, kejujuran, dan komitmen terhadap kebenaran.
Pendekatan psikologis dan maqâshid syariat:
Fakhruddin ar-Râzî memandang ayat ini sebagai pengarahan naluri manusia yang kompetitif agar diarahkan pada amal saleh, sesuai tujuan syariat: menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Relevansi Kontekstual dan Praktis
Semangat proaktif dalam kebaikan:
DetikEdu menggambarkan fastabiqul khairât sebagai karakter orang beriman: bukan pasif, tapi aktif dan kompetitif dalam beramal saleh.
Internalisasi spiritual dan pendidikan: Dalam konteks pendidikan Islam, prinsip ini membangun karakter proaktif, peduli sosial, dan berintegritas.
Implementasi kader dakwah (KHITTÂH): Bagi generasi muda khususnya kader, fastabiqul khairât harus menjadi karakter, bukan sekadar jargon. Penting adanya sistem dan konsistensi dalam beramal salih.
Ruang lingkup kebaikan yang luas: Dalam NU Online, dijelaskan bahwa “kebaikan” mencakup segala aktivitas bermanfaat dari ibadah besar hingga tindakan kecil seperti membersihkan jalan dari duri.
Ringkasan Intisari “Fastabiqul Khairât”: Aspek Intisari Utama
Tingkat Makna Bukan hanya melakukan kebaikan, tetapi bersaing dalam kualitas, kecepatan, dan keberlanjutan. Tujuan Spiritual Mendapat ridha Allah dan menjadi orang terdepan menuju rahmat-Nya di akhirat.
Ruang Lingkup Amal Ibadah, social service, pendidikan, akhlak, kearifan lokal, bahkan tindakan kecil bermanfaat.
Aplikasi Praktis Amal tak boleh tertunda; harus sistematis, konsisten, dan menjadi karakter hidup.
Refleksi Terhadap Naskah Anda: Naskah Anda telah merefleksikan konsep ini secara estetis, emosional, dan spiritual—dengan referensi ayat-ayat Qur’an (Qs. 2:148, 9:100, 3:133, dsb.), hadits, serta gagasan manhaj tarjîh. Anda menekankan bahwa semangat mujahadah dan jihad dalam kebaikan selaras dengan ajaran “fastabiqul khairât”, yang sangat relevan di era modern ini.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
