Khazanah Opinion
Beranda » Berita » Zuhud: Bukan Anti Dunia, Tapi Tidak Ditipu Dunia

Zuhud: Bukan Anti Dunia, Tapi Tidak Ditipu Dunia

Musafir sederhana melewati pasar dunia tanpa terikat gemerlapnya, simbol zuhud.
Ilustrasi seorang musafir sederhana berjalan di tengah keramaian pasar, simbol zuhud yang tidak ditipu dunia.

Jalan sunyi di tengah keramaian

Zuhud bukan berarti lari dari dunia, melainkan kebijaksanaan agar tidak ditipu dunia. Begitu kata Imam al-Ghazali dalam Kimiyaus Sa’adah. Dunia hanyalah jembatan, bukan istana. Kita boleh melewati, tapi jangan terikat.

Saya pernah mendengar orang berkata, “Kalau sudah zuhud itu harus miskin, harus meninggalkan pekerjaan, hidup seadanya.” Padahal, zuhud tidak sesempit itu. Ada orang kaya yang zuhud, ada pula orang miskin yang rakus dunia. Kuncinya ada di hati: apakah harta menggenggam kita, atau kita yang menggenggam harta dengan longgar.

Jejak yang membekas di keseharian

Suatu kali, saya bertemu seorang sopir angkot yang wajahnya selalu tenang meski penumpang sepi. Saya bertanya, “Pak, nggak capek kerja dari pagi sampai malam dengan penghasilan nggak seberapa?” Ia tersenyum, “Capek itu ada. Tapi dunia ini bukan buat ditimbun. Aku kerja secukupnya, buat anak-istri, sisanya aku serahkan sama Allah.”

Ucapan itu sederhana, tapi justru terasa dalam. Di situ saya belajar, kadang orang sederhana lebih paham hakikat zuhud daripada kita yang kebanjiran wacana.

Firman yang meredam hasrat

Allah ﷻ mengingatkan dalam Al-Qur’an:

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Dan kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS. Ali Imran: 185)

Ayat ini bukan menolak dunia, tetapi mengingatkan: jangan sampai dunia memperdaya kita. Mobil, rumah, jabatan — semua sah dimiliki, asal jangan dijadikan tujuan akhir.

Hasrat yang selalu menuntut lebih

Hari ini, banyak fenomena sosial menunjukkan bahwa banyak orang terjebak dalam ilusi kepemilikan. Media sosial menunjukkan orang-orang yang saling berlomba memamerkan tas mewah, liburan, dan rumah megah mereka. Riset dari Frontiers in Psychology (2021) mencatat, penggunaan media sosial yang berlebihan dapat meningkatkan kecemasan finansial, karena orang cenderung membandingkan diri mereka dengan standar yang semu.

Zuhud menawarkan alternatif: bukan melawan dunia, tapi melawan godaan untuk menjadikan dunia sebagai ukuran nilai diri.

Dialog batin yang sering muncul

Nafsu: “Kalau aku punya lebih banyak, pasti lebih bahagia.”
Hati: “Tapi bukankah yang sekarang pun sudah cukup?”
Nafsu: “Tapi orang lain punya lebih, aku kalah darinya.”
Hati: “Bahagia bukan perlombaan, ia tumbuh dari rasa cukup.”

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Cahaya zuhud dalam riwayat Nabi

Rasulullah ﷺ adalah contoh tertinggi. Beliau pernah tidur di atas tikar kasar hingga berbekas di tubuhnya. Umar bin Khattab menangis, “Ya Rasulullah, raja-raja hidup mewah, engkau hidup sederhana seperti ini.” Beliau menjawab:

مَا لِي وَلِلدُّنْيَا إِنَّمَا مَثَلِي وَمَثَلُ الدُّنْيَا كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
“Apa urusanku dengan dunia? Aku hanyalah seperti seorang musafir yang berteduh sebentar di bawah pohon, lalu pergi meninggalkannya.” (HR. Tirmidzi)

Hadits ini seperti cermin: betapa sering kita membangun rumah permanen di tempat singgah.

Renungan Singkat

Zuhud bukan menolak nikmat dunia, melainkan menolak untuk diperbudak dunia.

Jalan tengah antara rakus dan lari

Di satu sisi, kita sering melihat orang terlalu cinta dunia. Di sisi lain, ada juga yang salah paham, lalu lari dari tanggung jawab dengan dalih zuhud. Padahal, keseimbangan adalah kunci. Kita tetap bekerja, tetap mencari nafkah, tetap berkarya, tapi hati kita tidak diikat olehnya.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Imam Ali karramallahu wajhah berkata:

الزُّهْدُ كُلُّهُ بَيْنَ كَلِمَتَيْنِ مِنَ الْقُرْآنِ: لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ
“Zuhud itu ada pada dua kalimat dalam Al-Qur’an: jangan berduka atas apa yang luput darimu, dan jangan terlalu gembira dengan apa yang diberikan kepadamu.”

Langkah Praktis Menumbuhkan Zuhud

  1. Latih rasa cukup (qana’ah) – syukuri apa yang dimiliki sebelum mengejar yang baru.
  2. Kurangi ketergantungan simbol – jangan menjadikan barang sebagai penentu harga diri.
  3. Tetapkan niat duniawi untuk akhirat – jadikan kerja, harta, dan ilmu sebagai jalan ibadah.
  4. Sadari kefanaan – hadiri pemakaman atau baca kisah orang terdahulu, agar hati ingat tujuan.
  5. Bersahabat dengan sederhana – nikmati makanan rumahan, pakaian biasa, dan rumah yang apa adanya.

Penutup: doa yang melonggarkan genggaman

Ya Allah, ajarilah kami zuhud yang sejati, yaitu tidak menolak dunia, tetapi tidak tertipu olehnya. Jangan biarkan harta, jabatan, atau gengsi memperbudak kami. Jadikanlah dunia berada di tangan kami, tetapi jangan biarkan ia menguasai hati kami.

Sebab pada akhirnya, dunia hanya singgah sebentar. Pertanyaannya: apakah kita masih ingin membangun istana di halte, ataukah cukup berteduh, lalu melanjutkan perjalanan pulang ke-Mu?

 

*Sugianto al-Jawi

Budayawan Kontenporer Tulungagung


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement