Khazanah Opinion
Beranda » Berita » Syahwat: Api yang Bisa Jadi Cahaya, Bisa Jadi Neraka

Syahwat: Api yang Bisa Jadi Cahaya, Bisa Jadi Neraka

Ilustrasi filosofis syahwat sebagai api yang bisa menerangi atau membakar.
Ilustrasi manusia dengan obor api, simbol syahwat yang bisa jadi cahaya atau kebakaran.

Bara kecil yang bisa menyinari atau membakar

Syahwat adalah api. Dalam kitab Kimiyaus Sa’adah, Imam al-Ghazali menggambarkan syahwat sebagai tenaga yang Allah titipkan pada manusia. Tanpa syahwat, manusia tak mungkin berkembang biak, mencari rezeki, atau berkreasi. Api ini bisa membakar habis jiwa dan bahkan menjerumuskan kita ke neraka jika kita membiarkannya liar.

Kita hidup di dunia yang penuh pemicu syahwat. Dari iklan makanan sampai layar gawai, dari godaan seksualitas sampai kerakusan kekuasaan. Kata kuncinya bukan mematikan syahwat, melainkan mengelola api itu agar menyala sebagai cahaya, bukan jadi kobaran neraka.

Kisah anak muda di kota

Saya pernah berbincang dengan seorang kawan muda di kafe pinggir jalan. Ia mengaku bahwa kecanduan pornografi hampir melenyapkan dirinya.

“Awalnya cuma iseng,” katanya, menunduk.
“Lama-lama aku nggak bisa lepas. Rasanya kosong kalau sehari nggak lihat.”
Saya terdiam. “Terus apa yang kamu rasakan setelahnya?”
“Kosong juga, Mas. Malu sama diri sendiri, malu sama Allah.”

Pengakuannya menampar. Syahwat yang tak dikendalikan seperti candu: manis di awal, getir di akhir.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Firman yang menuntun arah

Allah ﷻ berfirman:

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَىٰ
“Dan adapun orang-orang yang takut akan kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.” (QS. An-Nazi’at: 40–41)

Ayat ini menegaskan bahwa jalan ke surga bukan dengan mematikan nafsu, melainkan menahan dan menyalurkan pada arah yang benar.

Api yang juga bisa menghangatkan

Tak semua syahwat berakhir pada dosa. Seorang suami mencintai istrinya, seorang ibu memasak dengan sabar, dan seorang mahasiswa bersungguh-sungguh menuntut ilmu karena dorongan syahwat yang telah mereka tata.

Rasulullah ﷺ bersabda:

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ
“Dan pada kemaluan salah seorang dari kalian ada sedekah.”
Para sahabat heran, “Ya Rasulullah, apakah bila seseorang menyalurkan syahwatnya, ia mendapat pahala?”
Beliau menjawab: “Bukankah jika ia menyalurkannya pada yang haram, ia berdosa? Maka jika ia menyalurkannya pada yang halal, ia mendapat pahala.” (HR. Muslim)

Hadis ini membalik cara pandang. Syahwat bisa jadi ibadah, bila dikelola dengan adab.

Renungan Singkat

Syahwat bukan musuh, tapi ujian. Ia bisa jadi tangga menuju surga atau jurang menuju neraka.

Fenomena sosial: syahwat di era digital

Hari ini, syahwat tidak hanya soal hubungan badan. Lihatlah bagaimana orang tergila-gila dengan “likes” di media sosial. Ada syahwat tampil, syahwat dipuji, syahwat eksis.

Riset American Psychological Association (2021) menunjukkan peningkatan gangguan kecemasan di kalangan remaja yang berkorelasi dengan intensitas penggunaan media sosial, terutama terkait pencarian validasi. Itu pun bentuk lain dari syahwat—dahaga akan pengakuan yang tak pernah terisi.

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Syahwat modern kadang lebih berbahaya daripada syahwat klasik. Ia hadir dengan wajah yang tampak keren, tapi sebenarnya mengikat kita dengan rantai tak kasat mata.

Dialog batin yang sering kita alami

Nafsu: “Ayo nikmati sekarang, siapa tahu besok mati.”
Nurani: “Tapi bukankah hidup bukan cuma soal hari ini?”
Nafsu: “Semua orang juga melakukannya.”
Nurani: “Tapi tidak semua orang selamat di akhir.”

Dialog itu sering tak terdengar keras, tapi terasa di hati kita.

Jalan bijak ala al-Ghazali

Menurut al-Ghazali, syahwat bisa diarahkan dengan tiga cara:

  1. Ilmu: memahami akibat dari syahwat yang liar.
  2. Latihan: membiasakan diri dengan kesederhanaan.
  3. Doa: karena kendali sejati hanya Allah yang memberi.

Beliau mengingatkan, manusia yang tidak memiliki syahwat seperti malaikat, sedangkan manusia yang syahwat perbudak seperti hewan. Hanya manusia yang dapat mengendalikan syahwatnya yang akan menjadi khalifah di bumi.

Langkah Praktis Menjinakkan Syahwat

  1. Puasa – Rasulullah menyebut puasa sebagai tameng bagi yang belum mampu menikah.
  2. Alihkan energi – gunakan tenaga syahwat untuk berkreasi, berolahraga, berkarya.
  3. Jaga lingkungan – kurangi akses pada pemicu maksiat.
  4. Perkuat ibadah – shalat khusyuk, dzikir, dan tilawah menyejukkan hati.
  5. Cari teman baik – karena syahwat liar sering tumbuh di pergaulan yang salah.

Api yang bisa jadi cahaya

Bayangkan syahwat seperti api di dapur. Jika dipakai untuk memasak, ia menyehatkan. Jika membakar rumah, ia menghancurkan. Pilihannya di tangan kita: menjadikan syahwat sebagai cahaya yang menuntun, atau sebagai neraka yang membakar.

Penutup: doa dan pertanyaan terbuka

Ya Allah, jadikan syahwat kami cahaya yang menghangatkan, bukan api yang membakar. Ajari kami menyalurkannya pada jalan-Mu, agar setiap rasa, cinta, dan tenaga menjadi ibadah.

Lalu, di antara api-api kecil dalam hidup kita, sudahkah kita belajar menyalakannya sebagai pelita, bukan bara yang menghanguskan?

 

*Sugianto al-Jawi

Budayawan Kontenporer Tulungagung


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement